17. Listening

1081 Kata
Menjadi seorang pria, ada kalanya menyenangkan dan menyebalkan di satu waktu. Dan sebagai seorang ayah dari seorang putri, sudah jelas seorang pria akan protektif terhadap anaknya dengan cara yang berbeda di setiap orang. Menikahkan putrinya dengan pemuda ataupun pria merupakan tugas dan kewajiban seorang ayah. Ayah yang kelak mengantarkan putrinya ke depan pintu rumah yang baru dengan menerima jabatan tangan calon suami putrinya. Waktu menikah dulu, Barack Abraham juga memilih Irish karena banyak hal. Dia tidak serta-merta asal menunjuk Irish begitu saja. Pertimbangan ini dan itu, keturunannya, status keluarganya. Untungnya, Barack Abraham memang menyimpan rasa yang tepat hingga pernikahan mereka bisa sampai sejauh ini, sudah memiliki tiga anak pula. Dan sekarang tinggal anak bungsunya yang belum menikah. "Kau bilang siap menerima Anna apapun yang terjadi. Tapi jujur saja Ger, Paman masih berat jika dimintai untuk melepas Anna pada pria lain, termasuk kau sekalipun. Paman tahu kebanyakan sifat seorang pria. Sang sempurna saja sering kali dipersalahkan. Bagaimana kalau ada kekurangannya?" "Paman tidak mungkin menutup mata dengan kekurangan yang Anna miliki. Karena itu Paman tidak ingin salah langkah menikahkan Anna denhan orang yang salah. Maksud Paman, terkadang orang ada khilafnya. Pasti ada saja yang memulai pertengkaran. Apalagi Anna orangnya sangat pendiam. Dia disakiti saja hanya diam, karena itu kami sekeluarga sudah memutuskan semua apapun yang berkaitan dengan Anna setelah menikah nanti. Termasuk suaminya tinggal di rumah bersama kami dan masih banyak lainnya." "Aku menerimanya, Paman. Apa belum cukup dengan itu semua?" Roger menatap Barack Abraham yang terlihat lelah. "Kau siap dihukum jika sampai menyakiti Anna?" "Aku bahkan siap mati untuk itu. Katakan Paman, jadi aku diterima atau tidak? Karena kalau tidak, aku tidak akan kembali ke tanah kelahiranku ini lagi apapun yang terjadi." Irish memeluk pelan lengan suaminya dengan tatapan sendu, lantas membuat Barack juga menatap depan semakin tanpa ekspresi. "Tidak diizinkan?" Roger menatap Barack tak habis pikir. Pria ini memilih memejamkan matanya dalam-dalam. Kemudian membuka matanya lagi yang langsung mengarah tepat di manik pria paruh baya itu. "Tolong izinkan aku bertemu dengan Anna untuk yang terakhir kalinya." Satu detik Dua detik Tiga detik "Silakan." Jawab Barack Abraham pelan yang langsung membuat Roger berdiri dan berjalan menuju arah taman belakang karena tadi Anna berada di sana, kecuali dia sudah pergi. Mungkin, Roger juga akan memilih langsung pergi juga. Dia tidak akan mencari Anna lah lagi apapun yang terjadi. Syukur beribu syukur, Anna memang berada di sana, tengah duduk diam di gazebo seperti hari lalu. Untuk sesaat Roger terdiam. Dia pandangi perempuan itu dari kejauhan dengan tatapan nanar. Ada detik-detik berharga yang akan Roger kenang bersama perempuan yang mungkin saja bukan jodohnya ini. "Anna?" Roger berujar pelan yang masih bisa ditangkap oleh indra pendengaran Anna. Perempuan itu menoleh dengan senyumannya yang cantik. Kemudian melambaikan tangannya yang langsung membuat Roger tersenyum tipis dan mendekat. "Kakak tetap boleh main ke sini." Kata Anna pertama kali. Mendengar itu, Roger berhenti tepat di depan Anna yang tengah duduk dengan kaki you menjuntai ke lantai. "Jadi, kau tahu kalau aku akan ditolak?" Anna tersenyum sebisanya. "Apa-apaan Anna, itu tidak adil! Kenapa kau melakukan ini padaku?" Ada jeda yang begitu menyakitkan di antara mereka berdua. Sampai akhirnya Anna harus tetap mengatakan ini lagi. Mungkin, Roger memang belum bisa menerimanya. Tapi, kalau seandainya persetujuan didapat dan mereka menikah nanti, Anna tidak mau kalau Roger hidup menderita bersamanya. "Mungkin, kita bukan jodoh, Kak. Banyak perempuan sempurna di luar sana yang bisa mendampingi, Kakak. Yang bisa melahirkan anak untuk Kakak. Sementara aku belum tentu bisa. Jadi kenapa terus mempertahankan ku?" "Lalu apa yang akan terjadi padamu, Na? Kau akan menolak semua pria yang akan menikah denganmu dengan alasan sama yang kau berikan padaku?" Roger menatap Anna tidak habis pikir. Mereka terus saja mengajukan pertanyaan yang dijawab pula dengan pertanyaan. Mungkin tubuh mereka memang lelah. Namun sungguh, pikiran mereka lebih lelah dari siapapun. "Tolong beri aku kesempatan sekali lagi, Na." Lagi-lagi Roger yang berujar lebih dulu. Dia sungguh tidak menyangka kalau dirinya akan ditolak seperti ini. Padahal, dia sudah mengatakan kalau dia menerima Anna dengan ketulusan hatinya. Roger tidak paham yang diinginkan oleh Anna dan keluarganya itu apa. Dia harus bagaimana biar diterima? Pria ini sudah sering gagal dalam berbagai hal. Dan kegagalan itu pula yang membuatnya semakin tangguh. Namun kegagalannya yang sekarang, itu sungguh membuatnya jatuh seakan Roger tidak bisa mengangkat kepalanya lagi. Karena Anna hanya diam dan menatap lantai kolam di depannya, Roger menatap Anna sekali lagi. "Bisa membantuku? Terakhir kali ini saja." Kata Roger terdengar begitu lesu dan memelas juga. Anna menoleh, melihat ke arah Roger tanpa ekspresi. "Aku ingin memelukmu." Mendengar itu, Anna kembali mengalihkan pandangannya. Dia tidak ingin seperti ini. Hanya saja, hanya ini yang bisa Anna lakukan untuk Roger agar tidak menyesal di kemudian hari. Waktu berlalu, Roger masih diam berdiri, menunggu Anna mau berdiri dan mendapat pelukan darinya. Dan syukurnya, perempuan itu mau berdiri. Dia berdiri yang langsung membuat Roger mendekat dan memberinya dekapan erat tapi tidak sampai menyakiti. Roger hanya diam. Dia tidak mengatakan apa-apa. Di sisi lain, Anna juga sama terdiamnya. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Bahkan sekadar membalas dekapan Roger saja tidak. Dia terus saja diam hingga matanya terpejam rapat saat Roger membisikkan kata-kata di telinganya. "Semoga bahagia dengan pilihanmu, Anna. Doaku menyertaimu." Belum selesai, Roger masih mengharap Anna berubah pikiran atau apapun itu. Dis sungguh tidak ingin kalau semuanya berakhir seperti ini. Kembaliannya tidak ada artinya sama sekali saat dituju tidak mau berakhir bersamanya meski apapun yang terjadi. "Apa sesulit itu untuk menerimaku? Sepertinya aku tampan." Kata Roger lagi. Anna tersenyum. "Memang. Mudah bagimu mendapatkan perempuan yang kau inginkan, Kak." "Buktinya aku ditolak oleh perempuan yang kuinginkan. Itu artinya aku kurang tampan." "Aku tidak mencari orang yang tanpan luarnya saja, Kak. Lagi pula siapa yang mau menikah denganku, kan?" "Kau tahu apa yang paling aku tidak suka darimu, Na?" Anna hanya diam. "Kau terlalu baik pada orang lain dan keras pada diri sendiri. Come on, itu tidak adil." "Mungkin mimpiku terlalu tinggi untuk bisa bersandi denganmu. Tapi, bukankah orangnya tidak tegaan? Lalu, kenapa tidak mau menerimaku? Haruskah aku berlutut di depan kakimu dulu baru kau mau menikah denganku?" Anna mundur yang langsung membuat dekapan Roger terlepas. Dia menatap mata Roger dalam. Dan di sana, Anna melihat keinginan besar Roger untuk memilikinya. "Kakak ingin sekali menikah denganku?" "Iya." Jawab Roger mantap. "Tidak akan menyesal setelah tahu aku akan sulit untuk memberikanmu keturunan?" "Iya." Jawab Roger semakin mantap. "Aku kembali ke sini karena memang ingin menemuimu, Na. Ingin mengatakan banyak hal yang belum sempat aku katakan karena harus pergi. Maaf sudah meninggalkanmu terlalu lama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN