Waktu makin berlalu, tak ada tanda-tanda Jordan kembali. Roger juga tidak mempermasalahkan itu semua. Lagi pula dia lebih nyaman sendiri. Kalau dirinya bersama orang malah tida merasa lelauasa. Beda cerita kalau Anna yang ada bersamanya, dia pasti senang sekali. Tapi tidak juga kalau istrinya menunggui dan berakhir tertidur di sofa sementara Roger yakin seratus persen kalau istrinya ini pasti tidak pernah dibiarkan tidur tanpa alas sedikitpun.
Jadilah dia berupaya tidur saja daripada tidak bisa tidur sama sekali. Semakin keadaannya lebih baik, semakin cepat pula dirinya tidak menjadi beban pikiran Anna sampai sakit seperti ini. Sayangnya, baru saja matanya terpejam, mungkin baru ada lima menit, Roger mendengar jejak langkah mendekat. Di alam bawah sadarnya, Roger langsung membuka matanya. Dan begitu melihat sosok di depannya, lelaki itu automatis menyandarkan diri susah payah.
Roger pikir, dia sedang mengalami apa itu yang dinamakan sakaratul maut. Dadanya berdebar kencang melihat sosok berjubah hitam tengah berdiri tak jauh dari tempatnya tidur. Sebagai orang waras manapun, yang terkejut pasti langsung lari menjauh karena terkejut. Atau minimal berteriak atau memekik saking kagetnya dengan keadaan sekitar. Sayangnya, Roger sendiri tak punya cukup tenaga bahkan sekadar untuk melirih pelan sekalipun.
Dalam hati, Roger sudah berpikir yang tidak-tidak. Bagaimana kalau orang yang ada di depannya ini penjahat? Bagaimana kalau sosok berjubah hitam di depannya ini memang benar malaikat pencabut nyawa? Roger bahkan tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Dia hanya menatap sosok di depannya ini dalam diam, terkesan pasrah sekali dengan apa yang akan terjadi pada dirinya setelahnya.
“Aku menganggagu ya, Kak?”
“Anna?!” Roger memekik meski tidak terlalu keras. Lelaki itu menggelengkan kepalanya pelan melihat kelakuan random istrinya ini. Maksudnya untuk apa Anna datang memakai jubah hitam? Mau membuat Roger kaget, lantas Roger akan jantungan, mati dan Anna akan menikah lagi?
“Kenapa memakai pakaian seperti itu?” tanya Roger beralih pelan saat melihat Anna sampai berjengit terkejut juga. “Aku terkejut, Na.”
Anna yang tadi membuka jubahnya langsung berjalan mendekat setelah meletakkan jubahnya di sofa. “Kalau tidak menyamar seperti ini, nanti papa tahu aku pergi diam-diam.”
Dengan cepat Roger menarik tangan Anna, membawa tangan dingin perempuan itu ke atas dadanya. “Jordan bilang kau sedang sakit. Kenapa malah pergi ke sini? Istirahat saja, kembali ke rumah. Ini malam, Na? Dengan siapa kau pergi malam-malam begini? Ini bahaya. Kau tahu, itu?”
Perempuan degan warna kulit putih s**u ini hanya tersenyum tipis mendengar omelan suaminya. Dia tahu kalau Roger memang suka heboh jika menyangkut dirinya. Pasti ada saja yang menjadi tambahan Roger menjadi khawatir. Bahkan yang tidak seharusnya dia pikirkan sekalipun, jadinya dia pikirkan juga. Entah kenapa selama di sini, Roger jadi overthingking dengan banyak hal.
“Aku tidak sakit, hanya sedikit lelah, Kak. Makanya diminta istirahat. Aku tidak apa-apa,” Anna mengusap d**a suaminya ini pelan. “Maaf sudah membuat khawatir.”
“Astaga bagaimana tidak khawatir? Aku yang kecelakaan malah kau yang sakit. Ayo tidur.” Tangan Roger yang memang menggenggam tangan kanan Anna sedari tadi langsung menariknya pelan agar mendekat. “Naik saja ke ranjang.”
Anna tidak ada kuasa untuk menolak, dia langsung naik ke ranjang orang sakit itu, meringkuk kea rah Roger karena memang kedua lengan suaminya ini sakit apabila jika digunakan sebagai tumpuan.
“Kakak tidur.” Tangan Anna naik, mengusap puncak kepala Roger sayang, kemudian turun untuk mendekap tubuh suaminya ini meski tidak terlalu erat.
“Badanmu hangat, Na?” Roger agak sedikit menjauhkan wajahnya untuk melihat wajah Anna betul-betul. Namun wajah istrinya ini seperti biasanya. Terlihat pucat, mungkin memang benar efek kecapaian. “Kenapa keras kepala sekali sampai pergi menyusul ke sini? Istirahat saja, aku akan memanggul ajudan, biar mengantarmu pulang.”
“Aku tidak mau.” Anna langsung merapatkan tubuhnya, memeluk Roger lebih erat dari sebelumnya. Matanya sengaja langsung dipejamkan agar Roger tidak memaksanya pergi lagi.
“Kalau tidak sedang sakit, aku tidak akan melarangmu, Na. Pulang saja, ya?” Roger bertanya pelan sekali lagi yang kali ini tidak mendapat jawaban melainkan embusan nafas teratur dari sang istri. “Tidurmu mudah sekali, Na…Na…”
Tawa di sudut bibir lelaki itu lantas lenyap. Tangannya yang bebas mengusap tanagn Anna yang melingkari perutnya. Dia merasa adil saja setelah dibuat bahagia, sekarang mendapat musibah lagi. Namun, bukankah itu artinya Tuhan masih sayang dengan dirinya? Kalau tidak, Tuhan pasti akan memberikannya jalan yang selalu lurus hingga Roger akan lupa berdoa dan meminta pada Tuhan-nya.
Soal kecelakaan itu, Roger tidak perlu menceritakan karena Barack Abraham sudah tahu masalah yang sebenarnya. Yang menyebakan kecelakaan itu terpantau sejauh ini adalah orang yang sama yang memang dibalik p*********n Anna selama ini. Sayangya, Roger tidah tahu begitupun dengan Anna. Yang Anna tahu, Roger kecelakaan karena memang tidak kelalaian oleh pengendara di depannya hingga bisa terjadi tabrakan beruntun yang mengakibatkan lima mobil rusak.
Daripada memikirkan hal itu terus-menerus dan membuat Roger pusing sendiri, dia mengusap tangan Anna sekali lagi dan berupaya untuk tidur. Tidak tega dengan Anna yang harus bersempit-sempit ria tidur di ranjang rumah sakit yang tidak terlalu luas. “Tidur yang nyenyak sayang.”
Roger menatap nanar wajah istrinya yang sayu. Dia tidak pernah bermaksud membuat Anna kesusahan seperti ini.
Niat hati ingin membuat Anna bahagia, keteledorannya ternyata membuat Anna menangis. Roger sudah berjanji pada dirinya sendiri. Dia akan berusaha menjadi lebih baik lagi mulai sekarang. Lebih hati-hati dalam banyak hal karena ternyata bukan hanya Anna dan keluarganya yang diincar, Roger pun ikut terjebak di dalamnya.
"Kak?"
Roger gelagapan saat Anna tiba-tiba memanggil namanya. Bukannya khawatir yang lain, Roger malah khawatir kalau Anna tidak bisa tertidur lagi. Dia takut kalau Anna terjaga sepanjang malam karena semakin bersama Anna, dia mulai tahu seluk-beluk kebiasaan istrinya ini seperti apa.
Entah yang memang baik, buruk, atau yang absurd sekalipun. Roger sangat menyayangi istri mungilnya ini. Jika Tuhan mengizinkan, Roger akan meminta kalau Anna yang akan mendampinginya sampai akhir. Dari dunia, hingga ke akhirat-Nya kelak.
"Hmmm?"
Roger tertawa saat istrinya ini hanya mengingau. Lelaki yang wajahnya bengkak parah ini tidak pernah bosan melakukan apapun yang ada kaitannya dengan Anna.
"Bisa-bisanya, Na. Damai sekali waktu tidur." usapan pelan yang Roger berikan seakan menjadi lagu pengantar tidur untuk Anna. Perempuan itu kini tertidur kian lelap seakan hidupmu tanpa beban, tanpa masalah yang berarti.
***