Tak Kenal

793 Kata
Pagi ini aku telah bersiap dengan kemeja panjang warna biru muda dengan celana panjang dan blazer  hitam. Seperti biasa aku mengikat rambutku dengan gaya ekor kuda, kaca mata minus dan make up tebalku. Aku tengah mematut diri di depan kaca saat Rani mengetuk pintu kamarku. "Kenapa berdandan seperti itu lagi, Cha!" protes Rani. "Kamu lebih cantik dengan penampilan yang kemarin, make upnya gak usah setebal itu, cukup tipis saja, kacamatanya ganti lensa kontak saja," "Aku belum pede dengan dandanan itu, masih nyaman begini seperti biasanya," Aku tersenyum, Sebenarnya aku ingin tahu apakah apakah Mika akan mengenaliku sebagai Chacha dengan dandanan begini? "Eh, Cha. Aku lihat waktu itu Mika sepertinya naksir kamu. Bukankah dia bos di tempat kamu bekerja? Kamu pernah bertemu dia di kantor?" tanya Rani penasaran. "Iya, aku lihat dia beberapa kali," "Lalu?" tanyanya antusias "Gak ada lalu!" aku tertawa, aku mesti bergegas agar dia tak banyak tanya. "Aku pergi dulu, Ran!" Tanpa menunggu jawaban dari Rani, aku segera keluar dari unit milik Rani dan memasuki lift, sampai di parkiran, aku segera menuju sepedaku, sesetelah memanasi sepeda motor maticku aku segera menaikinya dan mulai meluncur menuju ke tempat kerjaku. Aku mengerjapkan mataku saat melihat sebuah mobil hitam berjalan pelan di apartemen. Itu mobil Mika! Mau apa dia kemari? Tiba-tiba darahku berdesir, apa dia hendak menjemput Chacha? Setahuku rumah Mika tidak berada di kawasan ini dan tidak melewati tempat ini jika harus ke kantor. Tatapan kami sempat bertemu saat kami sama-sama berhenti di bawah lampu merah. Aku berhenti tepat di sebelah mobil Mika dan aku berada di samping jendela pengemudi. Aku segera tersenyum dan mengangguk ke arahnya, Mika tampak terkejut melihatku tapi hanya sekilas karena  dalam sekejap wajahnya menjadi datar. Aku segera melarikan motorku begitu lampu lalu lintas berubah jadi hijau, aku melarikannya dengan cepat sambil berkelit di antara mobil-mobil yang berlalu lalang sehingga dalam setengah jam aku sudah sampai di kantor.  Saat memarkir motorku, aku bertemu Boy yang baru saja memarkir mobilnya. Boy tampak berdiri seperti menunggu seseorang. "Hai, Boy," sapaku saat aku sudah berada di dekatnya. "Nat, tunggu. Kamu itu ditungguin malah ninggal." teriak Boy saat aku melewatinya. "Lah, kirain kamu nunggu siapa?" aku tertawa. "Ya nunggu kamu, emangnya kamu gak ngerasa?!" Tawa kami berderai. "Bagaimana rasanya jadi asisten Bos? aku lihat kamu betah jadi asisten dia padahal yang lain gak ada yang betah menjadi asisten dia," tanya Boy serius "Aku betah-betahin, habis aku bingung kalau dipecat mau kerja apa? Lagi pula aku bingung mau kerja apa? Kami kembali tertawa, saat itu kami melewati sekelompok karyawati yang juga hendak menuju lift, mereka tampak menatap tak suka kepadaku tapi begitu ramah terhadap Boy. Saat memasuki lift, mereka mendesakku memisahkan aku dari Boy hingga Boy sampai di lantainya dia langsung pamit padaku sebelum keluar dari lift. Sepeninggal Boy para karyawati itu menatapku sengit tapi mereka  hanya punya waktu sebentar karena mereka segera sampai di lantai mereka masing-masing, Aku menarik nafas lega setelah hanya tinggal aku di dalam lift. Akhirnya aku sampai di lantai teratas, aku segera  segera keluar dari lift dan  menuju mejaku. Aku meletakkan tas ke dalam loker dan menghidupkan komputer kemudian aku bergegas menuju pantry untuk membuatkan kopi untuk Mika. Kadang ketika membuat kopi untuk Mika membuatku emosi jiwa mengingat  bagaiman dulu aku mesti bolak balik untuk membuat kopi yang pas untuk Mika saat hari pertama menjadi asistennya. Aku baru saja meletakkan kopi di mejanya saat Mika memasuki ruangan. Aroma harum Mika yang menguar mengingatkanku saat pada pertemuan kami semalam. "Pagi, Pak," sapaku dengan d**a bergetar, aku tak tahu kenapa dia jadi kelihatan  begitu menarik padahal sebelumnya dia selalu terlihat arogan dan menyebalkan. Wajahnya tampak cerah dan segar, melihat wajah mulus Mika aku menyadari sepertinya dia habis bercukur. Seperti biasa dia hanya menatapku sekilas dan segera berlalu  ke mejanya. Aku segera membacakan agenda Mika hari ini setelah dia duduk, dia hanya manggut-manggut tapi sepertinya tak memperhatikan ucapanku. Dengan sebal aku kemb ali ke mejaku meninggalkan Mika yang sedang senyam-senyum sendiri. Apa yang sedang dipikirkannya? Apakah dia sedang mengingat kebersamaan kami semalam? Memikirkan hal itu membuat wajahku memerah dan dadaku berdebar kencang, aku segera menundukkan wajahku dan menyibukkan diri dengan komputerku. Sepertinya dia dia tidak tahu kalau aku adalah Chacha! Tiba-tiba aku merasa hapeku bergetar, aku segera mengeluarkan hapeku dari dalam saku dan terkejut saat saat melihat nama Mika ada di sana,  wajahku langsung memanas. Aku segera berdiri dan keluar dari ruangan saat itu, sampai di luar aku baru aku mengangkat panggilan dari Mika. "Halo?" "Cha, kamu lagi apa?"  tanya Mika lembut. "Kerja," "Aku ganggu, ya?" "Iya! Bosku galak dan juga menyebalkan jadi dia tak suka aku ngobrol saat bekerja," kataku dengan d**a bergetar, Mika marah gak ya, aku ngomong gitu? "Oke, berarti nanti saja aku telepon kamu lagi," "Baiklah, aku tutup sekarang, ya?" Aku segera menutup telepon dengan d**a berdebar keras, aku segera memasuki ruangan kembali dan duduk di kursiku dan menatap Mika sekilas, dia tampak sedang memutar-mutar hapenya di udara. Jadi dia sama sekali tak mengenalku saat aku berdandan ala Nat? ***AlanyLove
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN