Hari Pertama

1825 Kata
Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi dan pagi ini untuk pertama kalinya Yumna hidup sendiri. Benar-benar sendiri, karena ia jauh dari keluarga. Tidak ada Rania, tidak ada Adam, tidak ada Yusuf, tidak ada Danie, tidak ada siapa pun. Bahkan tidak ada Nadia dan Harun. Yumna benar-benar sebatang kara saat ini. Yumna kembali menatap wajahnya di balik pantulan kaca. Cantik, itulah kesan yang bisa terlihat di sana. Mengenakan jilbab segi empat yang ia lilit sedemikian rupa, membuat wajahnya semakin tirus dan manis. Ini pertama kalinya Yumna mengenakan hijab, sebab sebelumnya ia tidak menutupi rambutnya itu sama sekali. Bahkan waktu di rumah Harun pun, ia belum mengenakan hijab sama sekali. Cuma Yumna mulai merasa risih karena melihat anak-anak Nadya yang menutupi auratnya dengan sempurna. Yumna tersenyum tipis. Entah apa arti senyumannya itu. Apakah ia bangga dengan kecantikannya, ataukah Yumna tersenyum meratapi hidupnya yang menyedihkan. Hanya sesaat, lalu Yumna pun keluar dari kamarnya. Ia bersiap untuk pergi ke tempat kerjanya, salah satu ekspedisi ternama yang memiliki kantor cabang di kota Padang. Yumna sudah memesan taksi online, sebab ia belum tahu angkutan umum yang bisa membawanya ke tempat ia bekerja. Kota Padang cukup asing baginya, sebab ia hanya pulang kampung sesekali saja. Berbeda dengan Batam yang seluk beluknya sudah ia kuasai sebab ia lahir dan besar di sana. “Sesuai aplikasi, Kak?” tanya sang driver ojek online. “Iya, Bang,” balas Yumna. Sang driver ojek tersenyum. Ia berikan sebuah helm berwarna kuning pada Yumna, lalu pria yang mengenakan jaket kuning itu pun melajukan kendaraannya menuju lokasi yang dimaksud. Hanya sepuluh menit saja, Yumna pun sudah sampai di depan kantor ekspedisi tempatnya bekerja. Yumna mengeluarkan selembar uang sepuluh ribu rupiah. Ongkos yang harus ia bayarkan sebenarnya hanyalah sebesar delapan ribu saja, namun Yumna tetap tidak mengambil kembalian uang itu. “Terima kasih, Kak,” ucap sang driver ojek. “Sama-sama, Bang,” balas Yumna seraya tersenyum. Setelah sang driver ojek pergi, Yumna pun melangkah masuk ke kantor ekspedisi tempatnya bekerja. “Assalamu’alaikum …,” sapa Yumna pasa seorang wanita yang tampak menyapu-nyapu di sana. Kantor itu masih terlihat sepi, hanya wanita itu saja yang saat ini dilihat oleh Yumna. “Wa’alaikumussalam … Maaf, adeknya mau apa ya? Kalau mau ambil paket atau mau ngirim paket, kantornya belum buka. Bukanya nanti jam delapan, Dek. Sekarang masih jam delapan kurang seperempat,” balas wanita itu. Yumna tersenyum, “Maaf, Kak. Saya ini karyawan baru di sini. Baru hari ini masuk kerja. Baru saja diterima dan diperintahkan untuk masuk hari ini,” balas Yumna, ramah. “Oh begitu … Pantas saja, sebab kakak belum pernah melihat adeknya di sini. Kalau begitu tunggu saja dulu. Biasanya lima menit lagi karyawan di sini sudah berdatangan. Nah, itu si Meta sudah datang. Meta memang biasanya datang lebih awal dari karyawan yang lain sebab rumahnya jauh,” balas sang cleaning service. “Iya, Kak. Saya duduk di sini saja, boleh ya?” tanya Yumna. “Tentu saja boleh, Dek. Oiya, kakak lanjut bersih-bersih dulu ya. Sebentar lagi karyawan akan berdatangan. Kakak bisa kena protes kalau belum beres menyapu dan membersihkan kantor ini.” “Iya, Kak. Lanjutkan saja.” Sang wanita tersenyum lalu mengangguk. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya sementara sudah ada dua orang karyawan berseragam ekspedisi tersebut yang dang dan memarkirkan motor mereka di tempat yang sudah disediakan. “Pagi, Kak Santi …,” sapa seorang wanita dan seorang pria yang baru saja datang. Mereka langsung menuju alat absen sidik jari yang tertempel ke dinding. “Pagi, Meta, Dhani … Tumben nih datang bersamaan?” Sapa wanita yang bernama Santi yang bertugas sebagai tenaga kebersihan di kantor itu. “Kebetulan aja, Kak. Ini bang Dhani tumben-tumbenan datang cepat. Biasanya selalu terlambat,” balas Meta. Setelah jari mereka ke alat yang dimaksud, Meta dan Dhani pun menoleh ke arah Yumna. Dhani cukup tertegun waktu pertama kali melihat gadis itu. Wajahnya manis dengan pipi tirus sempurna. Kulitnya kuning langsat bersih dan mulus. Bibirnya manis ditambah lagi saat ini ia mengenakan lipstick berwarna pink lembut, membuat bibir Yumna semakin manis dan merona. Tubuhnya yang saat ini dibalut kemeja dan celana kantor panjang, tampak langsing dan sempurna. Yumna benar-benar sangat cantik. Melihat ada dua orang karyawan berseragam menatapnya dengan heran, Yumna pun berdiri seraya tersenyum. Ia ulurkan tangannya ke arah dua orang itu. “Saya Yumna. Saya karyawan baru di sini.” Dhani langsung membalas, “Saya Dhani. Saya sudah tiga tahun bekerja di sini,” ucap pria itu. Yumna tersenyum, lalu dengan cepat melepaskan tangannya dari genggaman Dhani. Ia segera mengalihkan tangannya ke arah Meta. Meta membalas, “Saya Meta. Saya sudah dua tahun di sini. Kebetulan saya bagian admin di sini. Senang berkenalan dengan kamu,” ucap Meta. “Saya juga senang berkenalan dengan kak Meta,” ucap Yumna seraya melepaskan tangannya. “Maaf, saya nggak tahu kalau kamu itu karyawan baru. Kemarin saya nggak masuk karena cuti. Kamu bisa tunggu dulu sebentar ya. Sebentar lagi bang Rahmat akan datang. Beliau adalah HRD di sini dan biasanya karyawan baru sebelum mulai bekerja harus menemui beliau dulu. Beliau nanti yang akan menjelaskan apa pekerjaan kamu di sini,” ucap Meta. “Baik, Kak. Saya akan tunggu.” “Oke … Maaf kalau saya harus tinggal ya. Biasanya jam delapan itu sudah ada yang datang. Entah itu menanyakan paket mereka, atau ingin mengirim paket. Jadi saya harus siap-siap.” “Iya, Kak. Silahkan. Saya akan tunggu di sana saja,” balas Yumna seraya menunjuk kursi tunggu tempat tadi ia duduk. Meta mengangguk, “Saya tinggal dulu ya.” “Iya, Kak.” Meta pun berlalu ke meja resepsionis. Meja panjang pertama yang akan ditemui oleh siapa saja yang masuk ke dalam ruang kantor itu. Meta duduk di kursinya dan mulai menghidupkan komputer yang ada di hadapanya. Sementara satu persatu karyawan lain mulai berdatangan. Termasuk juga Rahmat, HRD yang dimaksud oleh Meta. Setelah menempelkan jarinya pada alat absen, Rahmat langsung mendekati Yumna. Yumna langsung berdiri ketika melihat Rahmat mendekatinya, “Selamat pagi, Pak,” ucap Yumna. Ia sudah kenal dengan Rahmat sebab pria itu yang kemarin sudah mewawancara dirinya. “Selamat pagi … Yumna’kan?” tanya Rahmat lagi untuk memastikan. “Iya, Pak. Saya Yumna.” “Oke … Bisa ikut ke ruangan saya. Saya akan jelaskan apa saja pekerjaan kamu di sini.” “Baik, Pak.” Yumna mengangguk ramah. Ia pun mengikuti langkah kaki Rahmat, masuk ke dalam kantor ekspedisi yang sudah banyak dengan barang-barang paketan. Ia dibawa ke sebuah ruangan tempat ia di wawancara kemarin dan Rahmat pun mepersilahkan Yumna masuk. Yumna mengangguk. Ia masuk lalu duduk di salah satu kursi yang tepat berada di depan kursi Rahmat. “Yumna, selamat bergabung dengan kami di sini. Seperti yang sudah saya jelaskan kemarin, di sini kamu bekerja sebagai tenaga admin di meja resepsionis. Di sana nanti kamu akan melayani konsumen kita. Ada di antara mereka yang hanya ingin menanyakan paketannya atau ada juga yang ingin memgirimkan paket. Kamu juga akan mendata dan mencatat paketan masuk yang dibawa kurir ekspedisi yang sudah jemput paket ke rumah konsumen. Intinya, tugas kamu adalah mendata semua paket yang masuk dan melayani setiap konsumen yang datang. Kamu tidak akan bekerja sendiri, melainkan berdua dengan Meta. Sudah ketemu dengan Meta’kan?” “Iya, Pak. Saya mengerti.” “Kemarin saya juga sudah jelaskan secara singkat hak dan kewajiban kamu selama di sini. Saya sudah siapkan kontrak kerja, nanti sekitar jam sebelas, saya akan panggil kamu untuk membaca dan menanda tanganinya. Tiga bulan pertama adalah masa percobaan. Jadi kamu hanya akan menerima gaji sebesar tujuh puluh persen dari gaji yang tercantum dalam kontrak. Nilainya sudah saya jelaskan kemarin dan sudah kita sepakati bersama.” “Iya, Pak,” jawab Yumna.” “Masuk kerja pukul delapan pagi dan pulangnya pukul lima sore. Biasanya kalau paketan banyak atau pas ada event-event tertentu, biasanya pulang lebih lama lagi. Overtime itu akan dihitung lembur dan nilainya bisa dilihat nanti di papan besar yang ada di ruang tengah atau gudang. Baik karyawan baru atau karyawan lama memiliki hak nilai uang lembur yang sama. Kantor sendiri biasanya akan tutup pukul sembilan malam sampai pukul sepuluh malam. Biasanya Dhani atau Angga yang akan menggantikan tugas kamu dan Meta di meja resepsionis karena mereka berdua jam kerjanya paling lama dan paling loyal juga di sini.” “Iya, Pak,” balas Yumna, singkat. “Hhmm … Tapi tidak tertutup kemungkinan kalau kamu atau Meta yang tetap menjaga kalau paketan sedang banyak. Tapi kamu jangan khawatir, seperti yang sudah saya jelaskan tadi jika ada overtime yang memang atas perintah kantor, itu akan dihitung lembur.” “Iya, Pak. Insyaa Allah saya sudah paham.” “Oke … berarti sudah paham ya … Kayaknya kamu memang cerdas dan akan cepat paham dan menyesuaikan diri di sini. Sekarang mari ikut saya, kamu akan daya daftarkan untuk absen sidik jari.” Yumna tersenyum seraya mengangguk. Lagi-lagi, senyumannya mampu membuat siapa saja terpukau dan terpana. Termasuk juga pria yang kini duduk di hadapannya. Beruntung, Rahmat sudah berkeluarga dan tipe pria yang setia. Jadi ia tidak tergoda dengan senyuman manis karyawan barunya itu. Hanya sebatas kagum melihat wanita cantik dan segar, itu sudah biasa. Yumna dan Rahmat pun keluar dari ruangan. Ternyata di luar sudah ramai dengan karyawan yang sudah berdatangan. Waktu pun sudah menunjukkan pukul delapan lewat, harusnya semua karyawan sudah datang karena mereka akan dapat sanksi pemotongan uang gaji kalau terlambat lebih dari lima belas menit. Yumna tersenyum untuk menyapa para karyawan yang rata-rata adalah kurir ekspedisi, di sana. Semuanya pun membalas senyuman Yumna dengan seyuman yang lebar lagi. Semua menatap Yumna dengan penuh kekaguman. “Silahkan tempelkan jempol kamu di sini,” ucap Rahmat setelah mengisi data di alat itu. Yumna mengangguk. Ia tempelkan jari jempol kanannya di sana. Lalu telunjuk kanan, kemudian semua jari tangan Yumna baik kanan dan kiri untuk mendata sidik jari wanita itu. “Oke, sudah selesai. Jadi nanti sebelum pulang, kamu isi abesn dulu,” jelas Rahmat. “Baik, Pak,” balas Yumna. Rahmat pun menuntun Yumna ke sebuah meja. Meja panjang di mana saat ini Meta sudah memainkan jari jemarinya di atas keyboard komputer untuk menuntaskan pekerjaanya. “Yumna, kursi kamu di sini. Ini komputer untuk kamu bekerja. Ini ada lembar panduan yang bisa kamu pelajari untuk menuntaskan pekerjaan kamu. Jika ada pertanyaan atau hal yang kamu ragukan, kamu bisa bertanya pada kak Meta atau bertanya pada saya langsung.” “Iya, Pak. Insyaa Allah saya akan pelajari dan pahami secepatnya.” “Baguslah … Silahkan mulai bekerja. Meta, tolong bimbing Yumna. Saya harap, kalian berdua bisa bekerja sama dengan baik.” “Baik, Bang,” balas Meta. Meta menoleh ke arah Yumna, ia tersenyum. “Kamu baca saja dulu panduannya. Kalau ada yang ingin kamu tanyakan, tanyakan saja. Maaf kalau saya tetap bekerja. Nanti kalau sudah agak santai, kita akan mengobrol,” ucap Meta, ramah. “Baik, Kak,” balas Yumna. Gadis itu pun mulai menyalakan komputer yang ada di hadapannya dan mulai mengikuti langkah demi langkah yang ada dalam kertas panduan yang baru saja diberikan oleh Rahmat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN