Shane Osvaldo Hamilton

1080 Kata
Aaahhh...Shaaaneee...terus Shane...aku sebentar lagi keluar...ayoo darling..." desah Divana sembari meremas rambut Shane yang masih berpacu di atas tubuhnya. "Owwwhhhhh......kau sungguh luar biasa..." Teriakan Divana membuat Shane tersenyum tipis. Teriakan jalang sekretarisnya itu paling mampu membuat kekesalan hatinya berkurang. Setelah terkapar di sisi ranjang, akhirnya Shane mengusap keringat di dahinya. "Diva...aku harus pulang. Karena aku ada jadwal makan malam untuk press conference. Besok kita sambung lagi..." ucap Shane sembari berdiri dan membuang kondomnya dengan kasar seolah jijik dengan barang tersebut. Shane memiliki sosok misterius. Meski dirinya bercinta dengan berbagai wanita, tapi dia akan merasa jijik jika mengingat adegan demi adegan yant dia lakukan. Dirinya juga sudah menjalani teraphy dari psikiater mengenai keanehan yang dia alami. Dan hasilnya masih belum memuaskan. Dia masih tetap saja merasa jijik jika terbayang telah bercinta dengan seorang wanita. "Bukankah kau tidak mencintai dan menginginkan istrimu? Kau menikahinya karena taruhan bukan? Lantas kenapa kau menjadi serius, Shane? Pakai acara makan malam segala? Kau telah memenangkan taruhan jutaan dolar. Apalagi yang kau inginkan dari wanita itu? Biarkan saja dia malu di depan media..." ucap Diva dengan kesal sembari bangkit berdiri dan menuju kamar mandi ruangan kantor. "Ya, karena aku tidak mencintainya makanya actingku harus terlihat sempurna. Dengan begitu dia akan terhanyut dalam suasana. Dan aku akan mudah mempermainkannya, sehinga menghilangkan kesombongannya..." jawab Shane dengan senyum sinis dan penuh kebencian membayangkan wanita yang baru di nikahinya di masa lalu dengan segala kesombongan dan keangkuhannya. Diva hanya mengeluh dengan tekad dari sang kekasih. "Tapi, aku berharap kau tak terlalu mesra dengannya. Aku tidak suka itu, tolong jangan membuatku marah, Shane..." ucap Divana lagi merasa tidak senang sehingga dia mempercepat mandinya agar bisa segera menyampaikan uneg-uneg di hatinya. Terlihat Diva telah mengenakan kembali baju kerja yant tadi telah berserakan di lantai. Dan kini tengah mengeringkan rambutnya. "Tenanglah, Sayang. Apakah kau masih meragukanku selama ini? Aku selalu berusaha maksimal untukmu Diva. Pernikahan itu hany status apa juga ruginya bagimu. Toh kau mendapatkan segalanya dariku. Ayolah...jangan memperkeruh keadaan. Kau juga yang menginginkan kemenangan atas taruhan itu. Kalau aku menginginkan wanita itu, pasti aku sudah membawanya bulan madu. Kau tahu bukan, pernikahan kami baru berlalu kemarin dan ini hari senin aku sudah ke kantor hanya untuk menemuimu. Jadi apa yang salah dengan pers conference?" jawab Shane lagi membuat Divana mendekat kearah pria itu dan memeluknya erat. "Aku hanya kawatir saja, kau berubah. Aku takut kehilanganmu, Shane..." isak Divana membuat Shane menghela nafas pnjang. "Tolong pahami aku, Diva. Aku tak suka dengan gayamu yang seperti ini. Aku tidak suka wanita manja. Kalau kau menyayangkan pernikahanku, kenapa kau menolak ketika aku memintamu menikah denganku, sebelum kami meminta restu kepada kelurgaku kemarin? Setelah mendapat restu dari keluargaku, maka hal yang mustahil untuk berpisah dengannya. Karena aku tidak mungkin melawan sesuatu yang di putuskan Orlando Hamilton. Menantang sesuatu yang sudah ayahku sama saja aku menantang maut. Dan aku masih belum ingin mati sebelum aku berhasil merebut kembali semua hak milikku! Jadi, tolong. Jangan membuatku juga muak terhadapmu..." ketusnya sembari melangkah keluar dan mengibaskan tangan Divana yang masih terisak. Begitulah Shane Osvaldo Hamilton, pria dingin yang egois. Dia tidak pernah mau peduli dengan sekitar terlebih sesuatu itu merugikan dirinya. "Sial!" gerutu Divana lalu meraih ponselnya dan terlihat jemari lentiknya mengetik sebuah kalimat dan di kirimkannya kepada seseorang. "Jangan sampai Shane lolos dari genggamanku. Bisa menyesal seumur hidup aku." geramnya lalu kembali ke meja kerjanya dan melempar semua kertas yang ada di meja. Arrggkhhh!! "Jangan sampai Shane jatuh cinta pada Stella. Wanita itu berbahaya dengan ciri khas tersendirinya..." gumam Divana lagi. Tanpa sadar tangannya telah menekan pena dan membuat jemarinya berdarah. Hingga dirinya meringis karena perih. "Awas saja, kau Shane. Kalau kau berani bertingkah dan menjauh dariku. Kalau kau berani melakukan itu, aku akan bertindak di luar nalar demi mendapatkan dirimu kembali. Kehilangan dirimu sama dengan kehilangan kemewahan di dunia ini!" geramnya dengan mata melirik menatap layar ponsel. Melihatvpesan masuk balasan dari pesan yang telah dia kirim tadi. Seketika raut wajah masamnya berubah menjadi senyum lega setelah membaca pesan singkat yang baru saja masuk ke dalam ponselnya. Sementara Shane terlihat memasuki mobil dimana sopir pribadi dan sejumlah pengawal telah bersiap menunggunya. Mobil melaju melintasi jalanan dan menyibak keramaian ibukota. Shane terlihat terdiam sembari matanya di sibukkan melihat iPad yang ada di genggamannya, mulutnya sesekali komat-kamit. Seolah dirinya tengah menghafalkan naskah. "Sial! Kenapa sulit sekali menghafal jawaban ini..." keluhnya, sembari melempar iPad ke sembarang tempat di dalam mobil. Lalu dia menatap tajam ke depan dimana asisten pribadinya berada. "Adrian. Bisakah wawancara ekslussive nanti mereka rubah pertanyaannya dan di buat se-singkat mungkin? Kau pikir aku ini apa menghafal sebanyak itu?" tanya Shane lagi kesal karena harus menghafal beberapa kebiasaan wanita yang baru dia nikahi. "Coba kau hubungi wanita itu, apakah dia sudah bersiap. Jangan sampai kita menunggu. Kau tahu bukan, jika aku tidak suka menunggu?" tanyanya lagi membuat Adiran langsung menjawab cepat. "Nyonya sudah bersiap dan menunggu sepuluh menit yang lalu, Tuan. Bahkan tadi Nyonya meminta ingin pergi sendiri ke hotel menggunakan taxi. Tapi, saya meminta untuk menunggu sampai Tuan menjemput..." jawab Adrian membuat Shane mendengkus kesal. "b******k! Dia pikir dia siapa? Sudah jelas-jelas dia bergantung padaku, masih juga sombong. Jangan izinkan dia keluar rumah sedikitpun mulai saat ini. Dia hanya boleh melihat dunia luar jika bersamaku dan atas izinku. Segala kegiatan keartisannya semua batalkan!" suara Shane sangat keras hingga nafasnya terlihat tidak teratur. Terlebih ketika mobil memasuki gerbang kokoh mansion tempatnya tinggal. Dan tak lama kemudian terlihat wanita berkulit putih, dengan riasan make up tipis dan berpakaian rapi, meski mengenakan balutan pakaian sederhana terlihat jelas keanggunan dalam dirinya. Dia memasuki mobil dan duduk di samping Shane, pria yang baru dia nikahi dengan balutan pernikahan megah. "Lama sekali kau berjalan. Tidak usah sok anggun di hadapanku! Paham?" hardik Shane dengan tajam. Stella tidak merespon sedikitpun, justru dirinya dengan santai menyelipkan hansfree kedua telinganya lalu perlahan mengangguk-anggukkan kepala dan mata terpejam. Sesekali dia menghela nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Kau!! Ingin melawanku?! Sialan!!" teriak Shane ketika melihat Stella tidak menggubris omongannya, dan memilih menyibukkan diri dengan aktivitasnya sendiri. Tangannya dengan sigap menarik handsfree yang ada di telinga sang istri, hingga merusak riasan rambut sang istri sedikit berserak. Meski begitu, Stella tidak sedikitpun menoleh kearah Shane sang suami. Dia masih tetap duduk tegak dengan keanggunan khas modelnya. Terkesan angkuh, hingga membuat Shane semakin panas. "Kau lihat saja. Mulai hari ini, kau akan merasakan bagaimana rasanya hidup dalam neraka!" geram Shane dengan mengepalkan tangan. Stella hanya menoleh sembari meraih handsfree dari tangan sang saumi dengan santai, lalu tersenyum tipis, perlahan senyum itu di tariknya kembali.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN