Part 1. Aron Akan Pergi Jauh

1309 Kata
Aron mendengar suara pintu kamarnya yang di ketuk dari luar. Tapi kemudian hilang lagi, pria itu kembali terlena. Dia membantu Sean tadi malam di markas empat yang membuatnya harus pulang lewat. Tiba tiba selimut yang menutupi kepalanya di tarik, Aron kaget. " Mommy.." " Kamu bangun, ada Kimberly di bawa menunggu kamu.." Natalie menampar p****t Aron yang hanya memakai boxer. " Mommy.." kata Aron sedikit kesal, pria berusia lima belas tahun itu bangun sambil menggaru kepala. " Cepat ya.. kalian berangkat sekolah bersama.." " Iya, Mommy cepat sana.." gerutu Aron sambil menutup bahagian bawanya. Dia mencapai ponselnya sambil mengucek mata, dia masih mengantuk. " Sean kenapa belum transfer ya.." Gumam Aron, masih tidak ada notifikasi yang di hantar padanya. " Aku hubungi dia saja.." Aron mencari nama Sean di contact nya. " Ini dia.." Aron tersenyum lebar, tapi belum sempat dia menghubungi Sean, tiba tiba ada pesan masuk dari Sean. Sebentar lagi aku transfer — Sean. Aron terus tersenyum, dia menaruh ponselnya di atas meja sebelah ranjang. Lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi, dia tak mau Kimberly terlalu lama menunggunya. " Aron mana, Sayang.." tanya Aaron ketika duduk di depan meja makan. " Masih di kamar.." Aaron melihat Kimberly yang ikut sarapan dengan mereka, gadis itu memang biasa ikut sarapan dengan mereka. " Hey Uncle.." Kimberly menyapa Uncle Aaron dengan canggung. " Tidak seharusnya kamu sering ke sini, Kimmy.." " Tidak apa apa.. Aku malah suka Kimmy sering kesini, biar bertambah akrab dengan Aron.." Kimberly terus tersipu mendengar support dari Aunty Nata. Aaron menatap gadis itu bergantian pada istrinya, pria itu tak mengatakan apa apa lagi. " Selamat pagi semua.." kata Aron, pria itu baru memakai kaosnya ketika sampai di dapur. Gadis berusia sembilan tahun itu terus tertunduk malu melihat Aron ke ruang makan tanpa baju. " Tidak sekolah kamu, Aron.." tanya Natalie melihat Aron tak memakai baju sekolah. " Aku tidak sihat Mommy.." jawab Aron sambil memeluk Mommynya. " Jadi hari ini aku tidak sekolah ya Mommyku sayang.." Aron masih membujuk. " Baiklah.." jawab Natalie menyentuh dahi Aron. " Kamu hantar Kimmy saja ke sekolah.." " Ya baiklah.." Aron melihat kearah Daddynya sambil mencium Mommynya. " Cemburu ya.." Natalie baru sadar tatapan tak suka dari suaminya setelah di ledek oleh Aron. " Lepaskan Aron.." Aron bertambah memeluk Mommynya untuk memanasi hati Daddynya.. " Sudahlah,Aera.. let's go.." kata Aron setelah puas melihat wajah kesan Daddynya. " Kamu tidak sarapan dulu.." tanya Natalie.. " Aku sudah kenyang melihat wajah kesal Daddy.." jawab Aron sambil membantu Kimberly membawa tas sekolahnya. " Ayo.." " Okay.." Kimberly beranjak dari duduknya, dan berpamitan pada orang tua Aron. " Bocah itu setiap hari membuatku marah.." kata Aaron dengan kesal. Natalie mengangguk. " Ayo sarapan lagi Sayang.." Aaron memuncungkan bibirnya, tapi pria itu tak mengatakan apapun. " Suamiku.."Natalie berpindah di sebelah suaminya. " Jangan marah dong.." " Aku berangkat kerja dulu.." Aaron yang masih kesal beranjak dari duduknya.. " Masa sama anak sendiri kamu cemburu.." Natalie tertawa sambil memeluk lengan suaminya.. " Aron bukan anak kecil lagi mau memeluk kamu, aku kesal sekali melihat wajah anak itu.." " Tapi dia anak kamu juga.." Aaron menghela nafas kesal, dia tahu itu makanya setiap Aron bermanja dengan istrinya dia hanya diam saja. " Ya baiklah.." jawab Aaron mengalah, dia tersenyum pada Natalie " Kamu mau ikut aku tidak.." " Nanti aku menyusul kamu.." *** " Terima kasih, kak Aron.." kata Kimberly ketika sudah sampai di depan sekolah. " Iya sama sama Aera.." jawab Aron, tapi mata pria itu sibuk mencari keberadaan kakak sepupunya, Sean. " Aku turun dulu kak.." Kimberly mencium pipi Aron lalu turun dari dalam mobil. " Iya.." Aron tak begitu di cium gadis itu, dia sudah melihat Sean. " Bye.." " Bye.." Aron melihat kearah Kimberly yang sudah keluar dari dalam mobil. Aron menghubungi Sean, tapi sepertinya Sean tak membawa ponsel.. Tak lama kemudian terlihat Rayyan dan Darren menghampiri Sean. " Aduh.. kebiasaan mereka terlalu alim bawa handphone ke sekolah.." gerutu Aron. Dia sudah menghubungi ketiga temannya tapi mereka tak mengangkat panggilan. " Itu mobil Aron.." kata Darren sambil menoleh ke belakang. " Kenapa dia tidak turun.." kata Sean sambil melihat mobil Aron masih di luar, tak masuk dalam area sekolah. Aron mengeluarkan kepalanya dan memanggil ketiga temannya. " Dia tidak memakai seragam sekolah.." kata Rayyan melihat lengan baju Aron berwarna merah. Sean terus mendekati mobil Aron. " Kau tidak sekolah.." " Aku tidak sihat.." jawab Aron sambil tercengir. " Clubbing.." " Katanya tidak sihat.." kata Rayyan menyindir Aron. Aron tertawa, yang menurut teman temannya sama sekali tidak lucu. " Aku memang tidak berapa sehat, lihatlah mataku.." kata Aron sambil membulatkan mata. " Pintar sekali kau mencari alasan.." kata Sean dengan kesal. " Hey hey.." Aron keluar dari dalam mobil, pria itu tertawa tak jelas.. " Bagaimana kalau hari ini kalian bolos saja.. kalian kan sudah pintar.." " Pintar sekali kau.." kata Sean ikut tertawa paksa lalu memukul kepala Aron. " Argh, sakit sialan.." Aron meringis kesaktian. " Sudah ayo.." kata Rayyan yang sudah berjalan masuk duluan ke dalam sekolah.. " Hey hey.." Aron menggerutu karena semua temannya sudah kembali masuk sekolah. " Sok pintar sekali mereka.." Aron memakai kaca matanya lagi lalu masuk ke dalam mobil. " Aku ke mana ya hari ini.." Gumam Aron sambil menyandarkan tubuhnya di jok mobil. Dia mengalihkan pandangan kearah ponselnya, ada yang menghubunginya. " Ada apa, Daddy.. aku minta maaf untuk tadi.." kata Aron sebelum Daddynya berbicara. " Kamu bisa ke markas satu sekarang.. Uncle Lan ingin mengatakan sesuatu pada kamu.." jawab Aaron tak peduli dengan kata Aron.. " Ingin mengatakan apa, Daddy.." " Datang saja, Aron.. tanpa bertanya terlalu banyak.." Aron melihat layar ponselnya, Daddynya sudah mematikan talian. " Orang tua bawel." *** Rayyan terhenti di depan kelas Aron, lalu merogoh sebuah kertas dalam saku celana sekolahnya. Pria itu tersenyum kecil, tapi ketika melihat seorang gadis keluar dari kelas itu. Rayyan terus bergegas pergi. " My darling Rayyan.." panggil Chacha, sambil mengejar langkah Rayyan.. Tapi pria itu sudah menghilang bagaikan hantu. " Cepat sekali dia menghilang.." " Kau kenapa ke kelas Aron, kau kan tahu sendiri hantu berkeliaran dalam kelas itu.." kata Darren yang berhasil membawa Rayyan bersembunyi. " Aku hanya kebetulan lewat saja.." jawab Rayyan sambil memasukkan kertas tersebut ke dalam saku celananya.. " Apa itu.." tanya Darren sambil tersenyum jail. " Sean mana?" " Alah... pintar sekali kau mengalihkan bicara.." kata Darren sambil tertawa kecil. " Aron ingin bertemu kita.." kata Sean sambil menghampiri Rayyan dan Darren.. " Sudahlah biarkan kau seperti tidak tahu saja Aron bagaimana.." kata Darren. " Sebaiknya kita pergi ke pantai saja, besok kan kita juga libur.." kata Rayyan memberi idea. " Lalu Aron.." rnaha Sean. " Aron lagi, biarkan saja dia, sudah dewasa juga.." jawab Darren. Sean sebenarnya keberatan kalau Aron tak ikut dengan mereka, tapi ya sudahlah. *** Aron sudah menunggu ketiga temannya di sebuah restaurant, dia melihat arloji di pergelangan tangannya. Seharusnya mereka sudah pulang dari sekolah. Aron beranjak dari duduknya, restaurant sudah mulai sepi. Dia melihat kearah seorang gadis cantik mendekatinya.. " Aron, sudah mau di tutup, teman kamu belum sampai.." " Masih di jalan kali.." jawab Aron sambil melihat keluar restaurant.. " Kamu sudah menunggu mereka dari siang sekarang sudah malam, yakin masih mau menungg mereka.." Aron menatap gadis itu, benar juga.. apa Sean lupa, tapi tidak mungkin. " Terima kasih Aron untuk hadiah yang kamu berikan untukku, apa ini tidak terlalu berlebihan.." " Tidak.." jawab Aron cepat. " Aku ingin pergi jauh, dan aku ingin memberikan sesuatu yang special untuk temanku di hari pentingnya.." " Terima kasih ya.." " Sama sama.." Aron mengelus rambut gadis itu, tak lama kemudian dia berpamitan. " Mereka ke mana sebenarnya.." Aron melihat arloji di pergelangan tangannya. Dia memutar sesuatu di arloji tersebut, pria itu menggerutu melihat posisi ketiga temannya itu berada di suatu tempat. " Baiklah.. kalian boleh pergi tanpaku, aku juga boleh pergi tanpa pamit, teman sialan.."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN