"Bagaimana kalau nanti siang kita periksakan kaki kamu ke Rumah Sakit? Saya akan menjemput kamu jam makan siang," ucap Bagus. "Tapi apa kamu gak sibuk, Mas? Kamu 'kan kerja," sahut Tiara dengan wajah datar. "Pergi ke Rumah Sakit gak akan lama, syukur-syukur kalau gips kamu sudah bisa di lepas." Tiara diam seribu bahasa seraya menggigit ujung kuku jari jempolnya. Dia benar-benar merasa cemas, selain mengkhawatirkan kesehatan sang ayah yang sudah berusia lanjut, dia pun mengkhawatirkan suaminya. Sudah dapat di pastikan, Bagus akan disalahkan dan dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. "Kenapa kamu diam saja, Tiara? Apa kamu takut saya akan disalahkan?" tanya Bagus seolah dapat membaca apa yang sedang dipikirkan oleh istrinya. "Pasti itu, Mas. Aku takut kamu di marahi. Padahal aku seperti i