Kalang Kabut - 13

730 Kata
"Makasih ya, Lulu. Udah bayarin minuman Bekti trus bayarin makan siang, hehehe jadi gak enak," Bekti cengengesan sambil menggaruk-garuk kepalanya. Setelah bicara dengan Lulu, Bekti baru sadar bahwa wanita itu adalah wanita cerdas yang manis. Pantas saja dulu Danar sangat menggilai Lulu, mungkin sampai sekarangpun Danar masih mencintai wanita itu walau dia tak pernah mengatakannya. "Gak perlu makasih makasih segala, santai aja. Kita kan teman," balas Lulu sambil tersenyum. Byur! tiba-tiba sebuah siraman air mendarat ke wajah Bekti. Buk, buk, buk, Bekti juga mendapat lemparan telur berkali-kali. "Kalian ini apa-apaan!" Lulu merasa marah saat melihat Bekti yang berantakan karena lemparan telur. Namun sang pelempar, Maya dan gengnya tidak menghiraukan Lulu. "Eh ganjen, gua denger lu janda ye, pantesan kegatelan banget lu deketin cowo cowo disini," ucap Maya sambil melempari Bekti dengan tepung. "Kalian ini stres ya? ngapain ngelempar orang kayak gini!" Lulu berteriak. Namun, teriakannya teredam olehbpara mahasiswa yang dibawa Maya untuk membully Bekti. "Kalian berhenti, gak!" teriak Lulu lagi, namun beberapa telur terus mendarat ke arah Bekti. Lulu berusaha menghalangi mereka, dan tiba-tiba satu telur mengenai Lulu. Suasana hening. Mereka yang tadinya sibuk melempar Bekti langsung terdiam, karena salah satu telur tersebut mengenai Lulu, yang tak lain adalah anak rektor kampus. Hal itu membuat nyali mereka ciut. "Br3ngsek! kalian cari mati?!" Danar berteriak dari kejauhan. Dia baru saja tiba dan langsung berlari ke arah Lulu, dia reflek membersihkan wajah Lulu yang terkenal telur. "Mampus gua, gua salah sasaran. May, yok kabur bahaya nih kita ngenain si Lulu," bisik Rika kepada Maya yang masih menatap Bekti dengan wajah kesal. "Sîalan!" Maya mau tak mau pergi dari tempat kejadian diikuti mahasiswa lainnya. "Kamu gak papa?" tanya Danar, dia merasakan cemas saat melihat keadaan Lulu. "Aku baik baik aja. Urus Bekti dulu, kayaknya dia shock," Danar kemudian memeriksa Bekti, "Bekti, kamu baik-baik aja?" tanya Danar kemudian. "Hmm," ucap Bekti. Dia menahan diri untuk tidak menangis. "Wuaaa! Nces, Astaghfirullah jahat banget mereka ngelemparin lu kayak gini, gua doahin gigi mereka sakit semua," Lastri yang baru saja tiba kaget luar biasa melihat keadaan Bekti. "Mending Bekti bersihin diri dulu. Lastri, kamu bawa baju ganti?" tanya Danar kemudian. "Ada sih, Say. Baju olahraga." Danar dan Lastri sibuk mengurusi Bekti. Lulu tersenyum, lalu perlahan pergi meninggalkan mereka. Sepuluh menit kemudian, Lulu duduk di taman sambil membersihkan wajahnya dengan tangan. Sebenarnya dia bisa saja langsung pulang ke rumah, namun dia enggan beranjak. Hatinya terasa berat, namun dia masih saja tersenyum. Setelah beberapa detik, Danar tiba di tempat Lulu berada, lalu melemparkan sekotak tisu. Lulu menoleh. Dia terdiam sejenak, tak menyangka bahwa Danar akan datang menemuinya. "Danar, kenapa disini? Bekti gimana?" tanya Lulu kemudian. "Lagi diurusin Lastri," ucap Danar lalu menatap wajah Lulu lekat. Dia kemudian menghela nafas, lalu mengambil tisu dan mengelap wajah Lulu dengan lembut. "Kenapa kamu ngotorin tangan kamu? ini telur," Lulu menghidu dirinya sendiri, "Mmm, baunya minta ampun. Biar aku sendiri aja, nanti kamu ikutan bau," Lulu tersenyum. Senyuman itu yang membuat Danar tak bisa melupakan Lulu, walau dia berusaha untuk membenci wanita itu. "Kamu ... jangan terlalu baik. Kalau kamu begini, aku jadi gak bisa ngebenci kamu," Danar menatap Lulu dengan serius. luku tersenyum sekali lahi, lalu berdiri hendak beranjak meninggi Danar. Tiba-tiba Danar menangkap tangan Lulu, "Kenapa waktu itu kamu pergi? kenapa kamu ninggalin aku?" Danar menggenggam tangan Lulu erat. Matanya bergetar menahan diri untuk tidak memeluk Lulu saat ini. Bagaimanapun, gosip yang beredar di seluruh kampus memang benar. Danar sangat mencintai Lulu dan sampai sekarang masih belum bisa move on sepenuhnya. Lulu menatap Danar lekat, dia kemudian melepaskan genggaman Danar dari tangannya, lalu mejauh selangkah, "Aku juga gak tau kenapa aku pergi. Mungkin ... karena aku terlalu percaya diri?" Lulu tersenyum sekali lagi, lalu pergi meninggalkan Danar. *** Cahyo yang baru saja mendengar kabar mengenai Bekti, langsung berlari mencari Maya untuk mendapat kejelasan. Dia ngos-ngosan hampir kehabisan nafas. Dia menemukan Maya tengah duduk bersama gengnya di kantin kampus sambil tertawa terbahak-bahak. "Maya! hah," Cahyo membungkuk memegangi lututnya karena sesak nafas. "Mas Cahyo, kenapa lari-lari gitu, kayak dikejar sètan aja," "A-Apa yang lu lakuin ke Bekti!" "Elu? kok manggil gitu sih? nyebelin banget dengernya," "Maya ..." "Si Ganjen itu? gak Maya apa-apain, kok. Cuman dilemparin air, telur ama tepung doank. Aku kasih dia pelajaran, ternyata dia janda, Mas. Pantesan ganjen banget, kan?" "Yaaa!" Cahyo berteriak frustasi, lalu lari ninggalin Maya. "Ya ampon, Mas Cahyo kenapa sih, treak-treak gitu, anjirrrlah," To be Continue
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN