BAB 4

956 Kata
Arum mengikat rambutnya seperti ekor kuda. Sementara Emir memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya, mungkin laki-laki itu sedang mandi. Arum mulai menyusun bahan-bahan makanan di chiler. Arum memang sudah terbiasa dengan alat-alat dapur seperti ini, karena di apartemenya dulu ia sering memasak sendiri. Arum mulai membuka daging, dari bungkusan sterofoam. Kali ini Arum memutuskan membuat soup daging saja. Mengingat Emir terlihat sangat lelah, soup pilihan tepat mengembalikan stamina laki-laki itu. Setelah beberapa menit kemudian, Emir keluar dari kamarnya. Emir menatap Arum, wanita itu membalas tatapannya, dan tersenyum. Arum membawa mangkuk yang menggelembung asap. Ditaruhnya diatas meja, serta buah yang sudah diiris rapi di atas meja. Emir melangkah mendekat ke arah meja makan. Emir lalu duduk ia kembali menatap Arum, wajah itu masih terlihat cantik, walau sehabis masak seperti ini. "Ini soup daging sapi, dan saya tidak tahu kamu biasa makan apa. Kentang atau nasi, jadi saya masak keduanya" ucap Arum. "Saya terbiasa makan kentang, nasi. Saya sudah lama tidak memakannya" ucap Emir, lalu mulai mencicipi soup buatan Arum. Rasanya gurih, cukup enak untuk dimakan. Bibi Sarah sangat tepat memberinya asisten pintar memasak seperti Arum. Emir makan dalam diam, akhirnya ia selesai makan. Dan kembali menatap Arum, Arum tersenyum menatapnya. "Sepertinya kamu lapar sekali" ucap Arum. "Ya, tadi seharian kerja, saya tidak sempat makan". Emir menyandarkan punggungnya di kursi, ia melipat tanganya didada. Ditatapnya wajah Arum, wajah itu terlihat sangat terawat. "Kamu pernah ke London sebelumnya?" Tanya Emir. "Belum pernah" dusta Arum lalu menggemaskan mangkuk serta piring kotor itu. "Selamat datang di London kalau begitu". "Iya, sama-sama. Terima kasih sudah menerima saya kerja disini" ucap Arum, lalu berjalan menuju wastafel. ******** Sudah beberapa hari, Arum mulai melakukan aktivitasnya seperti biasa. Mengemaskan rumah, mengepel, menyapu, serta mengerjakan semua pekerjaan rumah. Emir? Entahlah ia sudah lama tidak melihatnya, ia hanya berpapasan saja ketika bertemu di pagi hari. Arum jarang sekali bertemu Emir akhir-akhir ini. Ia selalu pulang tengah malam, ketika Arum terlelap. Tapi ini adalah hari Minggu, Arum putuskan untuk membuat brownis. Emir belum bangun dari tidurnya, padahal ini jam sudah menunjukan pukul 08.30. Arum mulai menyiapkan, telur, tepung, coklat mentega, dan gula. Arum mulai mengocok bahan bahan itu dengan mixer. Setelah proses selesai, ia mulai memanggang kue brownies itu. Aroma brownis tercium diseluruh ruangan. Arum sengaja membuat dua cetak. Satu cetak untuk bibi Sarah. Emir menatap Arum dari kejauhan, wanita itu asik dengan aktifitasnya. Seketika ia menyadari kehadirannya, dan Arum tersenyum. Emir membalas senyuman itu. Senyum itu begitu menenangkan hati. Emir melangkahkan kakinya mendekati Arum. "Kamu buat apa?" Tanya Emir. "Buat brownies, kamu mau?". "Kelihatannya enak" ucap Emir, lalu memasukan brownies kedalam mulutnya. "Enak" gumam Emir. "Bolehkah saya ijin keluar sebentar?" Ucap Arum. "Kemana?" Tanya Emir. "Ke rumah, bibi Sarah. Saya membuatkan brownies untuknya. Semoga saja dia suka, saya hanya ingin berterima kasih kepadanya". Emir kembali berpikir, padahal ia ingin seharian dirumah. "Yasudah, kalau begitu. Pergi bersama saya" ucap Emir sekenanya. "Saya bisa pergi sendiri, kamu tidak perlu mengantar saya". Emir mengerutkan dahi, "kebetulan saya sudah lama tidak mengunjungi bibi Sarah". "Bersiap-siap lah" ucap Emir lalu melangkah menjauhi Arum yang tengah menatapnya. Beberapa menit kemudian, Emir menatap penampilan Arum. Dress hitam sederhana menjadi pilihannya, dress itu sangat pas di tubuhnya. Rambut panjangnya ia ikat sedemikian rupa, Arum terlihat sangat rapi dan tetap cantik. Arum telah siap dengan kotak kue yang telah ia siapkan. Emir lalu melangkahkan kakinya ke pintu utama, di ikuti oleh Arum dibelakangnya. Sedangkan Arum menutup pintu utama itu. "Emir, mau kemana?" Ucap wanita separuh baya, wanita itu adalah Mrs. Lucy. "Kerumah keluarga saya" ucap Emir sekenanya. "Kekasih kamu rajin, saya suka sekali melihatnya. Dia selalu merawat tanaman kamu sore hari. Apakah kalian tinggal bersama?" Tanya Lucy. Emir melirik Arum, yang sedang mengunci pintu utama, Emir tersenyum. "Ya, kami tinggal bersama". "Saya suka sekali dengan pilihan wanita kamu yang sekarang. Wanita Asia memang rajin sekali. Selamat, semoga kalian bahagia". "Terima kasih Mrs. Lucy". Arum melangkah mendekat dan langkahnya terhenti. Emir menatapnya, lalu berucap "Arum, perkenalkan dia Mrs. Lucy, tetangga kita". "Hey, Mrs. Lucy, senang berkanalan dengan anda" ucap Arum. Emir lalu membuka pintu mobil untuk Arum. Arum lalu duduk di depan kemudi, "saya pergi dulu, Mrs. Lucy" ucap Arum lagi. "Iya, hati-hati, semoga hari kalian menyenangkan" sahut Lucu. Sedetik kemudian, Emir meninggalkan area rumahnya. Sepanjang perjalanan terasa hening, hanya hembusan nafas terdengar. Arum menatap kearah jendela, London menjadi tempat pelariannya saat ini. Kota ini begitu bersih dan bebas dari macet menurutnya. Karena warga London lebih menikmati fasilitas umum dari pada mobil pribadi. Beberapa menit kemudian, ia telah tiba dirumah Sarah. Arum melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Arum melirik Emir, ia suka sekali, karena Emir selalu terlihat rapi dengan hem hitam yang dikenakannya. Arum menekan bell itu, dan sedetik kemudian, pintu itu terbuka. Sarah terlihat antusias atas kehadirannya. "Arum, Emir, saya tidak menyangka kalian datang menemui saya hari ini". Arum lalu memeluk Sarah ia lalu melepaskan pelukkanya lagi. "Ayo masuk" ucap Sarah. Arum dan Emir lalu masuk melangkah menuju ruang keluarga. Arum lalu duduk di sofa, diikuti oleh Emir. "Saya tadi membuat brownies untuk kamu, bibi Sarah". "Terima kasih Arum, saya jadi terharu, ternyata kamu pandai membuat kue. Saya suka sekali brownies". "Iya sama-sama bibi Sarah". Sarah menatap Emir, yang duduk disamping Arum. "Kamu tidak merasa, wanita disamping kamu itu begitu cantik?" Ucap Sarah. Sarah sengaja menggunakan bahasa, agar Arum tidak bisa mengerti apa yang diucapkannya. Emir tertawa, dan ia kembali melirik Arum, "Ya, dia memang cantik bibi Sarah". "Oiya, tadi ada teman kamu ada menitipkan undangan ini, Zaenal" ucap Sarah lalu berdiri mengambil undangan di nakas dan menyerahkan kepada Emir. "Zaenal? Mungkin nanti, jika melihat orangnya saya pasti mengenalnya". Zaenal, ia lupa orangnya yang mana. Mungkin nanti jika orangnya ada, Emir pasti mengenalnya. Karena ia sudah lama sekali tidak berkumpul dengan perkumpulan Turkey di London. *******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN