PART. 5 CALON ISTRI EDWARD

1016 Kata
Bella sudah selesai di make over, saat seperti ini ia memang terlihat sangat mirip dengan dirinya sebagai Bella Rose, tapi karena rambutnya disemir hitam, dan diluruskan, jadi masih terlihat berbeda dari Bella Rose. Edward memilihkan beberapa pakaian untuk dipakai, saat nanti berada di tanah kelahiran orang tuanya. Mereka sudah tiba di tanah kelahiran Papa Edward, Mr.Rayhan Khastana, seorang keturunan bangsawan di negeri ini, seoarang pengusaha yang sangat disegani, dan dihormati di dunia bisnis, dan hal itu diturunkannya pada putranya. Ibu kandung Edward, merupakan keturunan bangsawan dari negeri di mana Edward tinggal, ibu Edward adalah istri pertama papanya. Ibu Edward meninggal, saat Edward berusia lima belas tahun, kemudian Mr.Rayhan menikah lagi dengan wanita yang satu tanah kelahiran dengannya, dan mempunyai dua orang putri. Mereka langsung menuju rumah sakit tempat di mana nenek Edward dirawat. Di sana sudah berkumpul papa Edward, Rayhan Khastana, mama tirinya, Nandina, dan kedua adik Edward, Nania, dan Rania . Keterkejutan terlihat nyata pada wajah mereka, saat melihat Edward datang bersana Bella. Tangan Edward erat menggenggam tangan Bella. "Ed, kau datang bersama siapa?" tanya nenek, yang masih terlihat cantik meski usianya sudah mendekati 80 tahun. "Ini Bella, Nek, calon istriku," jawab Edward. Edward berbicara dalam bahasa tanah kelahiran papanya. Semua mata tertuju ke arah Bella yang menganggukkan kepala. "Calon istrimu?" "Iya, Nek." "Hmm ... untuk jadi istrimu Edward, dia harus melewati beberapa ujian dariku dulu," kata nenek kepada Edward. "Nek, ujian apa lagi? Nenek ingin aku ke sini membawa calon istri, tapi masih saja Nenek ingin mengujinya," protes Edward masih dalam bahasa negara papanya. "Dengar ya, Ed, buat Nenek asal usul itu tidak penting, yang penting adalah bagaimana dia sekarang, pantas atau tidak, dia menjadi pendamping putra tunggal dari keturunan Khastana." "Lalu ujian apa yang ingin Nenek berikan?" "Dia harus pintar menyanyi, dan menari, sebagai bagian dari keluarga kita, dan pastinya juga ia harus pandai mengurus suami, Ed." "Nek, Bella tadinya adalah asisten pribadiku, tapi aku jatuh cinta kepadanya, karena itu aku berniat menikahinya, jadi mana bisa dia menari, dan menyanyi, Nenek." "Kalau dia pintar, dia pasti akan belajar dengan cepat, Ed. Aku tidak mau menantu dari keluarga Khastana tidak bisa apa-apa!" "Dia bisa banyak hal, Nenek, tapi tidak semua orang punya bakat untuk menyanyi, dan menari!" protes Edward. "Nenek benar, Ed, dia harus belajar untuk bisa, kau tahukan dalam keluarga kita semua harus bisa menyanyi, dan menari. Jika dia benar ingin jadi istrimu, pastinya dia akan berusaha untuk bisa." Papa Edward menimpali. Bella masih duduk diam di tempatnya dengan kepala menunduk, karena kedua adik Edward terus memandangnya, seakan mereka tengah berpikir keras pernah melihatnya di mana. Sedang Edward masih terus berdebat dengan nenek, dan papanya, mereka pikir Bella tidak mengerti bahasa yang mereka gunakan, tapi mereka salah. Bella sangat menyukai film, dan lagu serta tarian dari negeri ini. Bella bahkan menyempatkan diri belajar tarian, dan nyanyian, juga bahasanya. Jadi Bella tahu betul apa yang diperdebatkan Edward dengan nenek, dan papanya. Pada akhirnya, Edward mengalah dengan keinginan nenek, dan papanya. Hari itu juga, nenek diijinkan dokter untuk pulang ke rumah. Tiba di rumah orang tua Edward, Bella hanya bisa terperangah melihat rumah keluarga Khastana yang bisa disebut istana bukan sekadar rumah mewah. . Meski ia artis paling populer di dunia, tapi tetap saja ia merasa terkagum-kagum dengan keindahan, dan kemegahan kediaman keluarga Khastana yang bagai istana di negeri 1001 malam. Tapi tentu saja Bella tak ingin terlihat norak dengan memperlihatkan kekagumannya terlalu berlebihan. Baru saja mereka memasuki pintu besar, dan masuk ke dalam ruangan yang sangat besar, ketika seorang wanita cantik dengan pakaian menawan berlari kecil, dan langsung bergayut manja di lengan Edward. Edward berusaha melepaskan pegangan wanita itu. "Akhirnya Nenek bisa membuatnya pulang, apakah pernikahan kami akan segera dilaksanakan?" tanyanya riang. Edward melirik ke arah Bella yang berjalan diapit kedua adik perempuannya, sepertinya Bella terlihat cepat akrab dengan mereka. Pandangan mereka beradu. Edward pikir Bella tidak mengerti apa yang dikatakan wanita itu, tapi saat itu Bella justru berpikir kalau sudah ada wanita yang siap untuk dinikahi Edward, kenapa Edward minta bantuannya untuk jadi istri pura-puranya. "Hey, Malika, aku tidak pernah menjanjikan untuk menikahkan kamu dengan cucuku, kamu hanya mengambil kesimpulan sendiri!" Nenek menyahut dengan suara marah. "Nenek, tapi Nenekkan sudah janji," rajuknya manja tanpa mau melepaskan tangan Edward. "Hey, aku tidak pernah berjanji apapun padamu, Malika!" sergah Nenek. "Lepaskan tanganku, Malika," pinta Edward. Malika seorang wanita berusia dua puluh tiga tahun, ia keponakan dari ibu tiri Edward, sejak dulu ia sangat berharap bisa jadi istri Edward, tapi sayangnya Edward tak pernah menanggapinya. "Edward benar, lepaskan tangannya, Malika! Kalau kamu masih ingin jadi istri Edward, maka kamu harus tunjukan kalau kamu pantas jadi istrinya. Bukan bermanja seperti itu. Aku tidak suka wanita manja, kamu tahu itukan, Malika!" Nenek masih saja mengomeli Malika. Mereka sudah duduk di ruangan yang sangat luas, dan sangat indah dengan hiasan-hiasan yang luar biasa bagusnya. Ada guci-guci besar dengan hiasan lukisan indah di bagian luarnya. Ada lukisan-lukisan indah juga menggantung di dinding. Di tengah ruangan terdapat sofa-sofa besar, juga bantal-bantal besar yang dipakai untuk duduk. Sofa-sofa besar inilah yang mereka duduki saat ini. Sebelum mereka duduk tadi, Edward menarik lengan Bella, agar duduk di sampingnya, itu membuat Malika menampilkan wajah tak suka pada Bella. Beberapa orang datang, untuk mengucapkan selamat kepada Nenek, atas kepulangannya ke rumah, dan telah sehat kembali. Begitu banyak orang yang diperkenalkan oleh Nenek kepada Bella, membuat Bella sedikit susah mengingatnya satu persatu. Ada saudara kakek Edward, ada sepupu papa Edward, ada anak-anak sepupu papanya, belum lagi yang dari keluarga mama tiri Edward, sungguh sebuah keluarga besar yang belum pernah dijumpai Bella sebelumnya. Mereka sangat baik, hanya Malika, dan orang tuanya yang bermuka masam pada Bella. Mereka mengira, Bella tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, jadi para wanita yang ada disitu sangat bebas membicarakannya. Bella hanya diam saja, ia tetap berpura-pura tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Edward menggenggam telapak tangannya, seakan ia seorang pria yang ingin menguatkan hati kekasihnya, saat bertemu dengan keluarga besarnya. 'Huuhhh! Jaga hatimu, Bella, jangan biarkan cinta tumbuh di hatimu. angan biarkan Don Yuan itu masuk menguasai pikiran, dan perasaanmu. Karena cinta itu pasti akan menyakitimu,' batin Bella mengingatkan dirinya sendiri. *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN