"Kamu menolakku, Bella! Sekeras apapun hati, dan pikiranmu menolak, tapi aku tahu dengan pasti, tubuhmu menginginkannya, Bella!" Mata Edward menatap sayu ke bola mata Bella yang menantang tatapannya.
Kali ini, dengan satu tangan dipinggang Bella, dan tangan lainnya di dagu Bella, Edward tidak membiarkan Bella menolak ciumannya.
Bibirnya mencium dengan kasar bibir Bella, digigitnya bibir bawah Bella agar Bella membuka mulutnya, dan Edward bisa memagut lidah Bella.
Bella masih berusaha berontak, tapi ia kalah kuat dari Edward.
Kini seperti biasa, lututnya gemetar, kakinya lemas, dan ia tak berdaya dibawah kendali Edward.
Mata Bella terpejam, tubuhnya sudah pasrah pada keinginan Edward.
Dan Bella tidak tahu, sejak kapan tubuhnya terbaring di atas ranjang Edward. Pakaiannya tak lagi lengkap, hanya tinggal bra, dan celana dalam yang melekat di tubuhnya.
Sedang Edward masih dengan kaos oblong, dan celana pendek, tengah menciumi lehernya.
Selama ini Bella selalu menganggap bodoh wanita yang mau takluk pada Edward, tapi lihatlah sekarang, ia mendesah dengan suara tertahan, disaat Edward mengecupi leher, dan bahunya. Tubuhnya benar-benar tak sejalan dengan pikirannya.
Bibir Bella mendesah, dan mengerang tanpa bisa ditahan, saat bibir Edward menyentuh ujung buah dadanya yang tidak terlindung bra lagi, Bella tidak tahu kapan Edward melepas branya.
Bella merasa malu, juga merasa sakit, karena dengan mudah Edward menaklukan tubuhnya.
Air mata Bella turun di pipinya.
"Ed, aku mohon berhenti," mohon Bella, diantara isakannya.
Edward mengangkat kepala dari dadanya Bella.
Matanya menyiratkan keterkejutan, saat melihat air mata yang membasahi sudut mata Bella.
Edward duduk di dekat kaki Bella.
"Kamu menangis, Bella?" Edward menghapus air mata Bella.
Bella meraih bantal di bawah kepala, untuk menutupi tubuhnya yang hampir telanjang.
"Kamu belum pernah melakukan ini, Bella?" tanya Edward gamang.
Bella mengangguk.
Edward terperangah dengan mulut menganga.
"Tapi usiamu sudah dua puluh empat tahun, Bella!"
"Ada apa dengan usia dua puluh empat tahun!" sengit Bella, ia segera duduk, dan meraih selimut untuk membungkus tubuhnya.
"Jadi ... kamu masih perawan?" suara Edward terdengar mengambang.
"Apa salahnya masih perawan diusia dua puluh empat tahun? Apa kamu belum pernah meniduri perawan eeh?" suara Bella semakin tinggi.
Bella pikir tidak mungkin Edward belum pernah meniduri perawan, jika melihat reputasinya.
Tapi Edward menggeleng.
"Tidak, aku memang belum pernah mengoyak keperawanan," jawab Edward pelan.
Mata Bella membulat besar, Bella tidak menyangka jawaban Edward akan seperti itu.
"Kenapa?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Bella, dan sungguh ia menyesalinya. Bella menatap langsung ke dalam bola mata Edward.
"Aku lebih suka wanita berpengalaman, yang tidak perlu diajari bagaimana cara untuk bisa memuaskan aku di atas ranjang. Apa yang bisa aku harapkan dari seorang perawan, selain hanya kenikmatan sesaat dari keperawanannya, Bella. Aku bukan orang yang sabar dalam mengarahkan orang. Aku tidak tertarik pada perawan yang tidak berpengalaman. Lagi pula, aku tidak mau dituntut pertanggung jawaban, hanya karena mengambil keperawanan seorang wanita," jawab Edward panjang lebar.
"Huh! Aku semakin tidak mengerti dengan jalan pikiranmu. Aku pikir, mungkin kamu takut tidak bisa memuaskan hasrat seorang perawan, Edward. Kamu takut tidak mampu memuaskan mereka, atau kamu takut jatuh cinta. Kamu ... aww, Ed! Hentikan Ed!"
Edward merenggut selimut yang membungkus tubuh Bella, lalu merenggut celana dalam Bella, hingga Bella telanjang seutuhnya.
Edward tidak memberikan kesempatan Bella untuk protes, baik dengan mulutnya, ataupun anggota tubuhnya yang lain.
Bibir Edward membungkam mulut Bella, satu tangannya menyentuh dadanya Bella. Tangan Edward turun ke perut lalu, ciumannya turun ke dadanya Bella.
Bella mengerang halus, kedua tangannya mencengkram seprai.
Ciuman Edward semakin turun ke bawah. Erangan Bella semakin nyaring, ia bisa melihat dengan jelas dari cermin yang menjadi dinding kamar di depannya, bagaimana Edward berlutut di sisi ranjang, dan menahan kedua pahanya agar terbuka lebar. Kepala Edward ada diantara dua pahanya.
Bella bangun dan menahan tubuh dengan kedua tangan, yang diletakan di kedua sisi tubuhnya di atas ranjang. Bella melakukan itu untuk menopang tubuh agar tidak jatuh ke belakang.
"Ed." Bella bergumam.
Bella bisa merasakan bukan hanya bibir dan lidah Edward yang bekerja mencumbunya, tapi juga jari-jari tangannya.
Bella merasa tubuh dan perasaannya diterjang sesuatu yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
Kepala Bella mendongak berulang kali. Pinggulnya terangkat tinggi dan terhempas beberapa kali.
Erangan dan desahan terus keluar dari sela bibirnya.
Bella hilang kontrol atas dirinya. Sesekali Bella tersadar dan memohon agar Edward berhenti, tapi Edward tetap bertahan dengan bibir dan lidah masih berada di sana.
Bella merasa jengah, sangat malu akan respon tubuhnya terhadap sentuhan Edward.
Tiba-tiba Edward menindihnya tanpa melepaskan pakaiannya sendiri.
"Lihat, Bella, kita tidak perlu cinta untuk berbagi kenikmatan, cinta itu tidak ada, yang ada hanya nafsu, Bella. Nafsu, kau dengar!" Mata Edward menatapnya seperti mengejek.
Tubuh Bella yang tadinya terasa panas, langsung berubah dingin seperti baru disiram air es, saat mendengar ucapan Edward.
Dengan sekuat tenaga Bella mendorong tubuh Edward hingga Edward berguling jatuh ke samping tubuhnya.
Bella segera berlari kembali ke kamarnya lewat teras yang menghubungkan kamar mereka.
Bella tidak peduli dengan ketelanjangannya, ia tidak peduli dengan pakaiannya yang tertinggal dan berserakan di lantai kamar Edward, ia tidak peduli pandangan mengejek dari mata Edward yang sudah merobek hatinya, menyakiti perasaannya, menggoyahkan keyakinannya pada cinta.
Setelah ditinggalkan Bella, Edward langsung duduk dari rebahnya. Edward mengusap wajahnya pelan.
Edward tidak tahu apa nama perasaan yang ada di dalam hatinya sekarang ini. Edward tidak tahu, tak ingin tahu, dan ingin segera menyingkirkan perasaan itu.
Edward memungut pakaian Bella yang berserakan di atas lantai kamarnya. Tanpa sengaja mata Edward menatap cermin yang jadi dinding kamarnya.
Bayangan tubuh telanjang Bella seperti tertinggal di sana.
Sorot mata Bella yang seperti orang kesakitan saat ia mengejeknya terbayang di pelupuk mata Edward.
Edward tidak tahu mengapa yang terjadi baru saja bersama Bella sangat mengganggu pikirannya. Padahal ia sering melakukan hal seperti ini, bahkan lebih liar dari ini bersama wanita lain.
Edward menghela nafas, lalu masuk ke dalam kamar mandi. Edward memasukan pakaian Bella ke dalam keranjang cucian yang ada di sana.
Setelah itu ia melucuti pakaiannya dan berendam untuk menetralkan suhu tubuhnya. Edward ingin mengusir bayangan Bella dari benaknya.
'Suhu tubuhku harus dinormalkan, begitu juga dengan pikiran dan perasaanku, tak akan aku biarkan cinta mengintimidasi ku.
Cinta pria dan wanita hanya perasaan semu, hanya tameng dari nafsu manusia semata,' gumam Edward di dalam benaknya.
Sementara Edward berendam di kamar mandinya, begitu pula Bella di kamar sebelah.
Sedikitpun tak terbayangkan sebelumnya, saat ia memulai semua ini beberapa bulan lalu, kalau hal seperti ini akan terjadi.
Bella berpikir ia hanya akan bekerja seperti orang pada umumnya, menambah teman dan pengalaman.
Tak terpikirkan kalau ia akan terjebak pada situasi seperti ini. Terjebak bersama Edward Khastana, pria peraih poling tertinggi dari survey yang dilakukan oleh majalah paling ternama di seantero dunia, sebagai pria paling dipuja dan didamba wanita di dunia.
Bella menyandarkan punggung di dinding bathtub, kepalanya direbahkan di tepinya.
Matanya terpejam, apa yang terjadi di kamar Edward tadi membuatnya merasa sangat lelah. Bella ingin rileks sejenak untuk menghalau pikiran buruk yang membuat lelah lahir dan batinnya.
*