"Den Miki, bangun yuk," ujar Ira sambil mengguncang badan Miki dengan lembut.
"Masih ngantuk Bi." Miki malah menarik selimut dan menutupi wajahnya.
"Eh, jangan tidur lagi Den. Ayo mandi, kan mau ke sekolah."
"Nggak mau sekolah!" seru Miki.
Ira menghela napas menghadapi sikap majikan kecilnya. Selalu seperti ini sejak Miki masuk SD.
"Eh, nggak boleh gitu Den. Kalo nggak sekolah nanti mana bisa pinter," bujuk Ira.
"Buat apa sekolah? Kan Miki udah bisa baca, nulis, sama ngitung."
"Memangnya Aden nggak mau makin pinter? Emang Aden nggak kepingin kuliah gitu?"
"Nggak!"
"Bibi bilang sama papanya Aden ya," ujar Ira dengan sedikit mengancam.
Miki yang mendengar papanya disebut, menjadi semakin kesal.
"SEBEL!" Miki berteriak marah pada Ira. "Miki sebel sama Bibi! Selalu ngancem mau ngasih tau Papa! Miki nggak suka!"
"Aden, masa pagi-pagi udah marah-marah sih. Nggak baik Den," ujar Ira sabar.
"Biarin! Lagian kenapa Bibi maksa terus?!"
"Aden kenapa sih? Bibi jadi sedih kalo Aden begini terus."
Dengan marah, Miki melemparkan selimutnya dan turun dari tempat tidur.
"Minggir!" Miki mendorong Ira ke samping.
"Aden mau ke mana?" tanya Ira panik.
"Mandi! Tadi kan Bibi yang nyuruh Miki mandi!" jawab Miki ketus.
Miki berjalan ke kamar mandi yang menyatu dengan kamarnya.
"Dar, sana temenin Den Miki mandi," ujar Ira pada Darsih, pengasuh pribadi Miki.
"Bibi aja deh, aku nggak berani," bisik Darsih takut-takut.
"Ih, kamu ini. Tugas kamu kan urus semua keperluan Tuan muda."
"Tapi aku beneran takut sama Den Miki, Bi. Dan kayaknya Den Miki nggak suka sama aku," ujar Darsih kecut.
"Suka nggak suka, mau nggak mau, ya harus kamu kerjakan Dar. Den Miki itu tanggung jawab kamu."
"Iya Bi."
Dengan langkah terpaksa, Darsih berjalan ke lemari baju, mengambil pakaian seragam Miki yang sudah dia gantung semalam di pintu lemari.
Darsih membawa baju tersebut ke kamar mandi. Niatnya ingin meletakkan di kamar mandi supaya Miki dengan mudah memakainya. Namun, baru saja Darsih berdiri di depan pintu kamar mandi, Mini melihat dirinya.
"Ngapain kamu di sini?!" sentak Miki saat melihat Darsih sedang meletakkan baju seragam untuk dirinya.
"Mau bantuin Aden pake baju seragam," ujar Darsih.
"Miki bisa pake sendiri. Taruh aja di situ. Sana keluar!" Miki mengusir Darsih.
"Baik Den." Tanpa menunggu lama, Darsih bergegas keluar dari kamar Miki.
Miki memakai baju seragam sendiri. Selesai menyisir, Miki mengambil tas sekolahnya, dan berjalan keluar kamar menuju ruang makan.
"Den, ayo sarapan dulu," ujar Ira pada Miki yang baru tiba di ruang makan.
"Nggak mau."
"Masa pergi sekolah dengan perut kosong? Nanti sakit." Ira dengan sabar meladeni kekesalan Miki.
"Biarin aja. Kalo sakit kan nggak perlu sekolah."
"Ada apa pagi-pagi udah ribut?!" Terdengar suara berat Jericho yang datang ke ruang makan.
"Anu Tuan, saya lagi ajak Den Miki sarapan sebelum berangkat sekolah," jawab Ira.
"Terus?!"
"Den Miki belum bilang mau sarapan apa." Ira berusaha membela Miki.
"Kamu mau sarapan apa Mik?" tanya Jericho datar.
"Minum s**u aja Pa." Miki menjawab dengan segan.
"Kamu mau sakit?!" tangga Jericho.
"Nggak Pa."
"Makan nasi atau roti. Setelah itu minum s**u!" Jericho memberi perintah pada Miki.
Dengan wajah ditekuk, Miki menerima roti panggang yang diolesi pasta cokelat tang diletakkan Ira di hadapannya.
Miki makan pelan-pelan, karena Jericho terus memperhatikannya. Setelah roti habis, Miki meminum s**u yang disediakan oleh Darsih.
***
Miki pergi sekolah diantar oleh Beno, supir pribadi khusus untuk Miki. Sepanjang perjalanan, Miki diam dengan wajah yang cemberut.
"Den Miki kenapa cemberut? tanya Beno.
"Miki kesel Pak."
"Kesel sama siapa Den?"
"Kesel sama Papa, Bi Ira, sama Mbak Dar!"
"Ke Bapak?" tanya Beno.
"Nggak."
"Kenapa sama Bapak nggak kesel?" tanya Beno penasaran.
"Karena Bapak baik sama Miki."
"Kan Bi Ira juga baik sama Aden."
"Bi Ira suka ngancem Miki, bilang mau lapor ke Papa. Miki nggak suka."
"Nanti Bapak bilangin ke Bi Ira ya, biar nggak ngomong gitu lagi."
Beno dan Ira adalah sepasang suami istri yang sudah bekerja dengan Jericho sejak pria itu masih kecil.
"Iya," jawab Miki singkat.
Tidak lama kemudian, mobil yang dikendarai Beno tiba di depan sekolah Miki yang baru.
"Den, sudah mau sampai. Mau Bapak anter ke dalam atau nggak?"
"Mau Pak."
"Kalo gitu, Bapak parkir mobil dulu ya."
"Mobilnya jangan diparkir di dalam Pak."
"Lho kenapa? Terus parkir di mana?"
"Pokoknya Miki nggak mau mobil sampe parkir di dalam."
"Ya udah. Bapak parkir di sana dulu ya." Beno menunjuk ke arah seberang sekolah di mana ada mobil-mobil yang juga diparkir.
"Iya."
"Aden mau turun sendiri atau sama Bapak?" tanya Beno.
"Sama Bapak. Tapi anterin Miki sampai ke kelas ya Pak."
Beno trenyuh melihat majikan kecilnya. Anak-anak lain diantar oleh orang tua mereka. Namun, tidak dengan Miki. Hanya dirinya yang tidak lain hanyalah seorang supir yang menemani.
"Iya Den."
Beno menemani Miki masuk ke dalam sekolah sambil membawakan tas sekolah Miki.
"Kelas Aden yang mana?" tanya Beno sambil celingukan mencari kelas Miki.
"Nggak tau Pak. Kata Papa waktu itu liat aja di kertas yang ditempel di pintu kelas."
Beno membantu Miki mencari-cari nama Michael Kang. Hingga mereka tiba di kelas 2B.
"Ini kelas Aden," ujar Pak Beno sambil menunjuk selembar kertas berisi nama-nama murid yang tertempel di pintu.
Bukannya masuk, Miki hanya berdiri diam menatap kelas dengan pandangan takut.
"Bapak antar sampe ke dalam yuk."
Miki meraih tangan Beno dan menggenggamnya erat-erat, dan masuk ke dalam kelas dengan langkah terpaksa.
"Aden duduk di sini," ujar Beno sambil menunjuk sebuah meja yang ditempeli kertas kecil bertuliskan nama Miki.
Beno meletakkan tas Miki di meja, tapi tidak melepaskan genggaman tangannya pada anak itu. Dia dapat merasakan ketakutan Miki.
"Aden gapapa kalo Bapak tinggal?"
"Gapapa Pak," ujar Mimi pelan.
"Bener gapapa?" tanya Beno sangsi.
"Bener Pak."
"Kalo gitu, Bapak keluar dulu ya."
"Pak," panggil Miki perlahan.
"Iya Den?"
"Bapak nggak akan pergi kan?"
"Nggak Den. Bapak bakal nungguin Aden di depan."
Beno keluar dari kelas dan berjalan meninggalkan area kelas-kelas yang berderet. Beno menunggu di pelataran sekolah.
Bel masuk berbunyi, dan anak-anak berhamburan masuk ke dalam kelas, serta duduk di kursi masing-masing menunggu kedatangan guru mereka.
"Eh, ada anak baru tuh," bisik beberapa anak pada teman mereka.
"Iya, tapi keliatan sombong," celetuk seorang anak perempuan.
"Siapa ya yang jadi guru kita?" ujar salah seorang anak lainnya.
"Semoga gurunya baik," jawab salah seorang anak lainnya.
Anak-anak langsung berhenti berbicara ketika melihat Anne memasuki kelas.
"Selamat pagi anak-anak. Selamat datang di kelas 2B. Saya Miss Anne, wali kelas kalian." Anne memperkenalkan dirinya di depan kelas.
"Selamat pagi Miss Anne," jawab anak-anak serempak.
"Mari kita awali kelas dengan berdoa terlebih dahulu."
Selesai doa, Anne berjalan ke meja dan duduk di kursi.
"Oke, sekarang Miss akan memanggil nama kalian satu per satu sesuai absen, dan nama yang dipanggil silakan memperkenalkan diri."
Anne memanggil anak-anak sesuai urutan absen. Dan masing-masing dari mereka menyebutkan namanya.
"Michael Kang," panggil Anne.
Anne memperhatikan sekeliling hingga matanya menemukan sosok baru di kelas.
"Michael Kang?" ulang Anne.
Perlahan Miki berdiri, dan seisi kelas langsung mengamati dirinya.
"Kamu Michael Kang?" tanya Anne memastikan.
Namun, Miki hanya dia sambil menundukkan wajahnya.
"Michael Kang?!" Kali ini Anne memanggil Miki dengan penekanan pada nada suaranya.
"Saya Miss." Miki menjawab pelan panggilan Anne.
"Baiklah. Anak-anak, kenalkan ini teman baru kalian, namanya Michael Kang. Miss harap kalian akan saling berteman dan saling membantu satu dengan yang lainnya."
""Iya miss," jawab anak-anak serempak.
"Oke. Michael, silakan duduk."
Miki duduk dengan perasaan sangat malu. Dia paling tidak suka jika ada orang lain yang menatap dirinya. Miki merasa semua orang tidak menyukai dirinya.
Bel istirahat berbunyi. Anak-anak berlarian keluar kelas. Ada yang bermain di lapangan, ada juga yang pergi ke kantin.
Miki duduk diam di kelas. Tidak menghiraukan suasana riuh di kelas. Seorang anak perempuan menghampiri dirinya.
"Hei, kenapa diam aja di kelas?"
Miki tidak menjawab pertanyaan gadis kecil itu. Namun, gadis itu tidak menyerah.
"Kenalin, nama aku Aurel."
Miki tetap diam dan tidak menjawab. Dia hanya memandangi Aurel dengan tatapan kosong.
Di belakang Aurel, tiga orang anak laki-laki menghampiri.
"Eh, liat tuh. Diajak ngomong malah nggak jawab. Jangan-jangan dia bisu," ujar seorang anak laki-laki yang badannya paling besar dia antara yang dua lainnya.
"Nggak mungkin bisu Rio. Tadi kan dia jawab pertanyaan Miss Anne," ujar Jordan.
"Dasar anak aneh!" ledek Rio.
"HEI! Nggak sopan tau ngomong kayak gitu!" Aurel membentak Rio.
"EH, jangan belagu lo!" Rio balas membentak Aurel.
"Kalian semua bisa diem nggak?!" Miki berkata dengan suara datar yang membuat keempat anak di depannya terdiam.
"Jangan ganggu saya!"
Sambil bersungut-sungut, Rio dan kedua kawannya meninggalkan Miki. Namun, tidak demikian dengan Aurel. Gadis kecil itu malah dengan sengaja duduk di kursi yang berda di depan meja Miki.
"Kenapa kamu nggak mau pergi?" tanya Miki.
"Karena aku pengen jadi temen kamu," jawab Aurel sambil tersenyum manis.
Miki tidak menjawab perkataan Aurel, malah dengan sengaja mengeluarkan buku gambar dari dalam tasnya.
Miki sibuk menggambar dan tidak mengacuhkan Aurel hingga bel masuk berbunyi.
Miki juga tidak memedulikan keadaan di kelas sampai bel pulang berbunyi. Setelah merapikan tas, Miki bergegas keluar kelas dan berjalan ke depan untuk mencari Beno.
Miki melihat Beno berdiri di antara kerumunan orang tua yang sedang menunggu anak-anak yang lain keluar. Miki berjalan menghampiri Beno dengan perasaan yang sangat sedih. Dia juga ingin merasakan diantar dan dijemput oleh orang tua.
Namun, sampai saat ini hal itu belum pernah terjadi. Jericho yang selalu sibuk bekerja, dan tidak adanya sosok ibu di rumah.
"Aden mau pulang sekarang?" tanya Beno.
"Iya Pak." Miki bergegas meninggalkan Beno setelah memberikan tasnya.
"Tadi di kelas menyenangkan Den? Udah dapet temen baru?"
"Belum Pak."
"Gurunya baik? Cantik apa ganteng?"
"Nggak tau," jawab Miki singkat.
Miki berpura-pura tidur supaya Beno tidak menanyakan apapun lagi padanya sampai mereka tiba di rumah.
Setelah mobil berhenti di depan undakan batu depan rumah, Miki bergegas masuk dan tidak menghiraukan Darsih yang sudah menunggunya di ruang utama.
"Aden mau makan sekarang?" tanya Darsih.
"Nggak."
"Mana Den Miki Dar?"
"Langsung masuk ke kamar Bi," jawab Darsih.
"Kenapa nggak disuruh makan?"
"Nggak mau katanya Bi."
"Aduh kamu ini Dar. Mbok ya lebih cerewet gitu sama Den Miki. Kamu ini gimana sih?!" Ira mengomeli keponakannya itu.
Ira yang mengambil alih tugas Darsih yang baru seminggu bekerja di rumah ini. Ira berjalan menuju kamar Mimi.
"Den," panggil Ira sambil mengetuk pintu kamar Miki.
"Bibi masuk ya."
Tidak ada jawaban dari kamar. Ira membuka pintu dan masuk ke dalam kamar.
"Lho, Den Miki kenapa belum ganti baju? Mau Bibi gantiin?" tanya Ira yang melihat Miki sedang berdiri di jendela besar menatap ke arah kolam renang.
Ira menggelengkan kepala melihat tingkah Miki. Dia berjalan menuju lemari pakaian dan mengambilkan pakaian ganti untuk Miki.
"Sini sama Bibi ganti bajunya."
"Sekarang Aden makan dulu ya. Ini udah lewat waktu makan siang."
Kembali Miki diam dan tidak menjawab perkataan Ira.
"Makanan nya Bibi bawain ke sini ya."
Tanpa menghiraukan aksi diam Miki, Ira membawakan makan siang untuk Miki. Namun, setibanya di kamar, Ira dibuat harus menghela napas kembali karena Miki sudah tertidur dengan lelap di tempat tidur.