Chapter 12 : Kabar Gembira
Mendengar cerita Cherry, wajah Chris menjadi tidak enak hati. Rasa bersalah kembali meliputi hatinya. Dia bertekat tidak akan melakukan hal buruk itu lagi.
Berulang kali Chris mencium wajah Cherry, seakan meminta Maaf. Dia kembali teringat bagaimana dia mendapatkan makanan tadi.
Pagi itu Chris memutuskan untuk meninggalkan Cherry yang masih tertidur di pos penjaga Paddys Market. Chris berjalan tidak tentu arah, hingga dia berjumpa dengan seorang wanita tua yang kesusahan membawa banyak barang. Beberapa buahnya terjatuh, Chris membantu wanita tua itu memunguti satu demi satu buah itu dan memberikannya pada si nenek.
Chris telah menolongnya akan tetapi wanita tua itu hanya memberikan ucapan terima kasih tidak lebih. Di saat seperti ini, ucapan terima kasih tidak membuat Chris kenyang. Tanpa sengaja Chris melihat dompet si nenek di keranjang belanjanya. Ia mengambil dompet itu tanpa nenek itu sadari. Membawa pergi setelah basa basi antara Chris dan nenek tersebut usai.
Ya, Chris menjadi copet. Pencuri dompet milik orang lain untuk membeli makanan yang telah dia makan bersama dengan Cherry pagi tadi.
Mata Chris berkaca-kaca saat ingat kejadian itu. Namun dalam hatinya sangat kesal juga bila mengingatnya. Bukankah wanita tua itu bisa memberikan sedikit saja buah serta sayur yang dia bawa. Mungkin sebuah apel yang jatuh tersebut.
"Ayah, kenapa?" Cherry melihat wajah sang Ayah yang terlihat murung. Gadis cilik itu membelai wajah Chris dengan lembut.
"Tidak, sayang. Mata ayah terkena debu," sangkal Chris. Ia mengucek matanya, untuk menghilangkan siluet yang ada di matanya.
"Nanti malam kita tidur di pos penjaga lagi?" tanya Cherry dengan polosnya.
"Entahlah sayang, Ayah belum tahu. Apa Ayah bisa meminta bantuanmu?" Chris menatap pada sang anak dengan intens.
Dia harus melakukan hal lain agar dia mereka memiliki tempat berteduh nanti malam. Sebelum malam merayap datang.
"Apa itu Ayah? Cherry akan bantu Ayah. Ayah tahu kan Cherry suka membantu," papar Cherry dengan riang. Sungguh gadis itu adalah obat pelepas lelah dan dahaga bagi Chris.
"Ayah akan berkeliling mencari distrik yang murah, agar nanti malam kita bisa tinggal di sana. Sementara Cherry bantu Ayah, untuk menjaga toko. Cherry bisa?" tutur sang ayah dengan lembut. Sebisanya Chris berbicara dati hati ke hati. Meskipun kekalutan menerpa pikirannya.
"Ok, Ayah. Anda bisa mengandalkan aku Sir." Cherry menyatukan jari telunjuknya dengan jempol hingga membentuk huruf "o" dan dengan tiga jari berdiri tegap.
Chris mengelus rambut Cherry, kemudian menciumnya dan berlalu pergi. Sebenarnya dia tidak tega, tetapi dia harus melakukannya, jika tidak maka nanti malam nasib mereka berdua akan persis seperti gelandangan, yang bersiap di angkut oleh petugas keamanan dan kebersihan kota.
Chris, telah keluar dari Paddys Market, dia berjalan, pertama dia berjalan ke arah Utara. Berharap langkah awalnya membuahkan hasil dan tanpa mencari ke penjuru lain. Chris bertanya pada siapapun yang berpapasan dengan dirinya. Namun mereka menjawab dengan jawaban yang sama, bahwa rata-rata biaya sewa distrik di street itu adalah sekitar seratus sembilan puluh sembilan dollar.
Sungguh angka yang fantastis untuk Chris, dan bahkan dia tidak memiliki uang sebanyak itu saat ini. Tunggu, uang? Dari mana dia mendapatkan uang? Tentu saja hasil sisa dia mencuri uang wanita tua pagi tadi. Uangnya hanya tersisa lima puluh dollar saja.
Oh– Glory, rasanya aku menyerah, andai aku yang pergi. Sudah pasti aku tidak akan kerepotan seperti ini, batin Chris dengan jengkel. Ia menendang dedaunan yang membuat pemandangan jalan itu semakin indah. Meski sebagian orang menganggapnya kotor.
Chris terus berjalan, tanpa henti dan tanpa berhenti bertanya pada siapapun yang ia jumpai, hingga jarum jam telah tertuju di angka tiga waktu setempat. Artinya tiga jam lagi Paddys Market akan segera tutup.
Chris mempercepat langkahnya dan dia berjumpa seorang lelaki penebar brosur. Chris tadinya enggan untuk bertanya, tetapi di akhirnya mencobanya. Dalam hatinya mengatakan bahwa, siapa tahu dia mengetahui tempat yang aku cari.
Chris mendekati pria itu dan menepuk bahu si pria yang terlihat jauh lebih muda dari dirinya lima tahunan.
"Hei, boy," sapa Chris, wajahnya yang lelah serta tenggorokan yang mulai mengering membuat suaranya tersendat. Pria itu memutar tubuhnya dan menatap Chris dengan iba.
"Ya, Paman?" sahut si pria. Lelaki itu mengulurkan sebotol air mineral pada Chris, dan tanpa menunggu Chris meneguk air itu hingga habis. Pria itu hanya menatap dan berdiam diri.
"Maafkan aku, airmu habis," sesal Chris. Ia duduk di dinding pembatas jalan, yang di atasnya ada tanaman yang berjejer rapi.
"Tidak masalah Paman, hanya air." Paul menyunggingkan senyum manis dan tulis pada Chris.
"Apa Paman tersesat?" tanyanya kembali.
"Tida, boy. Aku sedang mencari tempat untuk aku dan anakku tidur nanti malam. Namun kau tahu sendiri di kota ini biaya sewanya sangat mahal," keluh Chris. Wajahnya berubah menjadi sendu.
"Ah– kebetulan paman bertanya padaku. Paman jangan khawatir, di tempatku ada sisa satu kamar Paman. Anda bersama anak Anda bisa ke sana. Tiga jam lagi waktu kerja saya usai, kita bisa berangkat ke sana bersama. Lalu di mana anak paman?" tanya Paul antusias.
"Benarkah boy? Ah– ini sungguh kabar yang gembira. Anak? Yah, anak saya masih menjaga kios boy, aku harus menjemputnya. Tunggulah di sini boy. Tiga jam lagi Paddys Market akan tutup." Saking bahagianya Chris berlompatan dan berjalan menjauh untuk segera menjemput Cherry. Ia berteriak pada Paul, memintanya untuk menunggu. Lelaki itu pun ikut senang dan tersenyum sumringah. Rasanya bisa membantu sesama adalah hal yang menyenangkan, apa lagi pada orang yang tepat.
Satu jam setelah itu, Chris tiba di Paddys Market. Ia tidak sabar untuk memberi tahukan pada Cherry bahwa dia berhasil mendapatkan sebuah tempat yang bisa mereka tiduri nanti malam.
"Cherry– Cherry ...." Chris memeluk Cherry dengan tiba-tiba, menggendongnya dan membawanya berputar-putar.
"Akh– ha– Ayah, ha ... ha ...." Tawa Cherry seakan menggema di seluruh Paddys Market. Kebahagiaan itu seakan melupakan kesulitan di hari esok. Ya, bukankah kita memang tidak seharusnya ketakutan dengan hari esok, tugas kita hanya berusaha bukan?
"Ayah! Cherry takut!" teriak Cherry, meski takut tetapi gadis cilik itu tertawa dengan lepas. Chris pun ikut senang melihat tawa Cherry yang sudah beberapa hari tidak selepas saat ini.
Chris menghentikan putarannya dan menurunkan Cherry, memangku gadis itu. Napasnya memburu, dan terengah-engah.
Namun senyum mereka tidak pudar.
"Ayah, sudah menemukan tempat Cherry. Tempat untuk kita istirahat nanti malam," tutur Chris.
"Benarkah?–"