Chapter 11: Makan Enak

1008 Kata
Senyum kebahagian begitu terlihat di wajah Cherry, seperti sebelumnya. Seperti saat sang ibu masih berada di sisinya. Ia bersenandung riang, dan berjalan sembari sesekali melompat. Hatinya sangat bahagia karena ia busa mendapatkan banyak makanan enak, yang bahkan ia tidak bayangkan sebelumnya. Benar sekali, pria itu memberi Cherry, banyak uang. Cukup untuk makan bersama sang Ayah selama tiga hari kedepan. Tidak hanya itu pria misterius itu juga membelikan Cherry makanan untuk bisa di makan sampai makan malam tiba nanti. Rasanya Cherry sudah tidak sabar ingin memakannya. Gadis itu berjalan dengan cepat, menuju ke Paddys Market, berharap sang Ayah sudah ada di sana. Cherry mempercepat langkahnya, di tangan kanan dan kirinya memegang dengan erat kantong berisi makanan. ---- Chris baru saja tiba di pos penjagaan, tetapi dia tidak menemukan sang anak di sana. Wajahnya panik dan takut. Ia bertanya pada si penjaga. Namun penjaga itu tidak tahu siapa yang di maksud oleh Chris. Karena, shif penjagaan telah berganti, siang dan malamnya. "Ke mana kamu Cherry? Ayah bawa makanan untuk kamu," lirih Chris, ia frustasi. Matanya berkaca-kaca, ia tidak bisa kehilangan Cherry. Ia tidak bisa jauh dari anak kecil yang membuat hari-harinya memiliki tujuan dan juang untuk bertahan hidup. "Cherry," gumam Chris, hingga terdengar suara lengking yang membuat hatinya tenang. "Ayah! Ayah!" teriak Cherry yang berada tidak jauh dari Chris. Gadis itu berlari. Rambutnya tertiup angin, kantong berisi makanan itu terpontang panting. Senyum Cherry membawa keceriaan bagi Chris. Pria itu merentangkan tangannya dan menangkap tubuh mungil Cherry, dan memeluk erat seperti telah lama tidak bertemu. Berulang kali, Chris mencium rambut Cherry, dan mengelus rambut panjang berwarna pirang milik Cherry. "Ayah, aku mendapatkan makanan," seru Cherry, dalam dekapan Chris. "Benarkah? Ayah juga mendapatkannya sayang," jawab Chris, ia melerai pelukannya dan menatap wajah Cherry. "Wah! Kita makan banyak, asik." Gadis itu berlompatan, dan berputar. Chris terenyuh melihat pemandangan itu. Begitulah kebahagiaan datang. Tidak ada tolak ukurnya, bahkan hanya dengan makanan mereka bisa tertawa lepas. Seakan-akan hari ini, mereka berhasil melewati masa sulit. Chris dan Cherry bergandengan tangan berjalan menuju kios mereka. Senyum di wajah Cherry tidak pernah pudar. Membuat Chris ikut berbahagia dan menemukan kembali semangatnya. Chris membuka rolling door, dan Cherry memasuki kios. Mereka duduk di atas lantai beralaskan karpet. Cherry membuka semua makanan satu persatu. Dia begitu bersemangat hingga lupa mencuci tangannya. "Cherry, cuci tanganmu dan jangan membuka semua makanan ini, tidak baik," tutur Chris, sembari mengelus rambut Cherry. Chris, berkata dengan nada selembut mungkin. Agar gadis itu mengerti apa yang di ucapkan oleh sang Ayah. "Baik, Ayah. Maafkan Cherry," sesal gadis cilik tersebut. Chris tersenyum, dan mencium kedua pipi Cherry. Gadis itu berdiri dan menuju ke tempat cuci tangan, lumayan jauh tetapi tidak menyurutkan semangat gadis itu untuk bersiap memakan santapan yang berhasil dia bawa. Baik Chris dan juga Cherry, makan dengan diam, hanya sesekali berbicara, menyerukan bahwa makanan itu sangat lezat. Cherry bersendawa, dan berhasil membuat Chris tertawa, begitu pun Cherry, gadis itu menutup mulutnya malu. "Baik, kamu sudah kenyang bukan?" tanya Chris. "Iya ayah, makanan ini sangat enak, dan aku tidak bisa berhenti memakannya." Cherry berseri-seri menatap masih ada banyak sekali makanan di hadapannya. "Kau lupa apa yang Ayah katakan? Tidak baik makan berlebihan Cherry. Kita akan menyimpan makanan ini untuk makan malam nanti, sekarang kita harus berhemat. Maafkan Ayah, Cherry," ucap Chris dengan pelan. Ada penyesalan dalam hatinya, karena membatasi makan sang anak. Namun, tidak, makan berlebihan juga tidak baik untuk Cherry. Tidak hanya Cherry, tetapi untuk semua makhluk hidup. Agar supaya Cherry lebih menghargai makanan, dan juga dia ingat betul bahwa kemarin adalah hari tersulit yang mereka lewati. Chris kembali duduk di bagian depan toko, sembari menunggu seseorang untuk mampir ke kios miliknya. Satu, dua orang telah membeli apa yang Chris jual, senyum itu terukir. Namun harus hilang ketika dia ingat, kini bukan masalah makanan. Tetapi di mana dia akan tidur nanti malam. Bahkan sejak kemarin mereka tidak mengganti pakaian mereka. "Ayah, ayah tidak ingin bertanya dari mana aku mendapatkan makanan?" tukas Cherry, menyadarkan Chris dari lamunannya. "Apa kau mau bercerita dengan Ayah? Baik, dari mana anak Ayah yang cantik mendapatkan makanan?" Chris membawa tubuh mungil Cherry dan duduk di pangkuannya. Cherry mulai bercerita pada Chris, sembari sesekali membuat mainan rambut Chris yang mulai memanjang. Chris mendengar dengan baik apa yang di ceritakan oleh Cherry, gadis berusia sepuluh tahun tersebut. ---- ( Beberapa jam sebelum makan siang ) Cherry melihat seorang laki-laki yang menabur bunga di tempat Papu. Cherry penasaran dengan apa yang pria itu lakukan. Gadis itu mendekatinya dan bertanya. Namun bukan jawaban yang ia dapatkan justru cerita yang melenceng jauh dari apa yang ingin dia dengar. "Maaf, Tuan. Saya bertanya kenapa Anda menabur bunga di sini, bukan siapa kakek yang ada di sini," ucap Cherry. dia kesal pada pria paruh baya tersebut. "Ouh– maafkan aku baby, kau sangat lucu. Tidak ada yang berani protes dengan apa yang aku katakan. Kau yang pertama, jadi–?" pria itu menggantung kata-katanya. "Iya, Tuan. Saya ingin tahu, kenapa anda menabur bunga. Lalu kenapa di sini? Dan apakah anda kenal dengan kakek Papu? Ah tidak, abaikan pertanyaan terkahir saya, Tuan." Cherry berbicara bak orang dewasa. Laki-laki yang ada di hadapannya, jadi ingat anak gadisnya, yang seusia dengan bocah cerewet ini. "Kau sangat lucu baby. Kau mengingatkanku pada anakku, mungkin dia seusiamu," titah pria itu. Namanya Eadric, laki-laki yang bisa di bilang mapan di usia muda. Jauh berbeda dengan Chris, usia boleh sama. Namun usaha dan keberuntungan setiap orang berbeda-beda. Eadric adalah salah satu dari sekian banyak orang yang beruntung. Memiliki warisan yang melimpah, serta usahanya sendiri yang berkembang dengan pesat. "Ouh God– apakah Tuan, ini tidak tahu apa yang aku katakan?" Cherry menatap ke langit, seakan ia mengadu pada sang pencipta. Kikihan Eadric terdengar begitu bahagia, dan dia memegang pipi Cherry. Mengelus rambut yang kusut milik Cherry. Ada rasa iba dalam diri Eadric, karena penampilan Cherry justru jauh dari anak yang di bicarakan Eadric pada Cherry. "Baiklah, baik. Kita mulai dongeng ini. Tetapi, apa kau tega melihat aku bersedih? Karena ini adalah cerita yang begitu pilu baby," ujar Eadric. Sejenak Cherry terdiam, ia nampak berpikir –
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN