3.Seasyik Itu

2699 Kata
Sarah POV. Astaga…sampai lupa cerita siapa aku, gara gara harus menceritakan sosok lelaki b******n yang sebenarnya asyik sekali untuk di jadikan teman atau malah sahabat cowok. Bukan aku tidak suka punya teman sesama perempuan, tapi kalo berteman dengan perempuan saja, obrolan kami seperti berputar di situ situ saja. Paling soal fashion yang sedang trend, cowok keceh di dekat kami, artis favorit kami, atau membicarakan orang lain. Lalu karena perbedaan umurku dengan anak anak perempuan teman papa tiriku, akhirnya buat aku seperti berjarak dengan mereka yang memang sudah akrab sejak mereka masih bayi. Ya tetap sih aku berteman juga, tapi tidak benaran bestie-an karena gap umur tadi. Lalu untuk aku berteman dengan perempuan di sekolah, kampus, atau yang aku temui di luar, rasanya kok tidak ada yang benar benar klik. Jadi kalo pun aku berteman dengan mereka, hanya sebatas kenal aja. Dan tidak sampai buat aku dekat sekali dengan mereka, sampai aku merasa perlu curhat atau jalan bareng ke sana ke mari setiap punya kesempatan. Tapi aku bingung harus mulai cerita dari mana?. Kalo cerita gimana aku kecil, atau anak anak, ingatanku hanya akan berkisar pada opa dan omaku saja. Loh kenapa tidak ingat soal mama dan papaku?. Ya karena saat aku bayi sampai umur 2 atau 3 tahun, saat akhirnya mamaku menikah dengan papa Roland, papa tiri yang tadi aku bilang tadi, aku tinggal dan di asuh oleh oma dan opaku yang orang kandung mamaku. Mamaku itu harus menyelesaikan kuliah lalu kerja untuk membiayai kehidupanku karena tidak mau membebani kedua orang tuanya. Lalu di mana papa kandungku?. Papa kandungku ternyata kabur dari tanggung jawab saat mamaku hamil aku saat mama masih SMA . Itu yang membuatku tidak mengenal papa kandungku, sampai aku hanya mengenal papaku itu papa Roland, yang sebelumnya aku panggil om sebelum menikahi mamaku. Namanya masih kecil, jadi aku tidak pernah berpikir soal hal lain, selain happy saja karena akhirnya aku punya sosok lelaki yang bersedia jadi papaku dan sangat menyayangi. Tidak perlu aku ceritakan gimana sayangnya papa Roland padaku. Dulu walaupun aku masih kecil, tentu aku ingat gimana paniknya papa Roland saat aku panas tinggi karena terserang campak lalu bersama mamaku membawaku ke rumah sakit. “Tolong putri saya dokter, lakukan apa pun supaya panasnya turun, atau malah saya yang nantinya mati karena rasa takut saya kehilangan putri saya” rengeknya pada dokter di UGD dan saat itu bahkan papa Roland belum menikah dengan mamaku. Dia juga yang bergadang menjagaku di rumah sakit dan terus menemaniku bicara karena aku tidak bisa tidur saat itu. “Sembuh ya sayang, nanti kita jalan jalan, kemana pun yang kamu mau” katanya setelah mendengar keluhanku yang merasa pusing dan panas. Mungkin itu yang akhirnya membuat mamaku setuju di nikahi lelaki yang di kenal b******n juga semasa bujangan. Dan harusnya membuat mama takut ya, kalo sebelumnya mamaku pernah di sakiti oleh lelaki yang ternyata papa kandungku. Tapi memang papa Roland itu bukan sekedar sayang yang pura pura padaku, begitu pun kedua orang tuanya yang aku panggil oma dan opa juga. Mereka sayang aku juga seperti cucu mereka sendiri, jadi aku tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang, sampai aku juga tidak pernah mempermasalahkan kalo aku anak di luar nikah dari semenjak aku kecil. Rumah tangga papa Roland dan mamaku juga semakin harmonis saat mama akhirnya hamil anak lelaki yang jadi adikku. Bahagia dong aku sampai aku beranjak remaja, di saat papa kandungku akhirnya datang dan menuntut pengakuan kalo dirinya adalah papa kandungku. Tentu mama marah dengan kelakuannya karena sempat memperburuk hubungannya rumah tangganya dengan papa Roland. Sampai aku ketakutan mamaku dan papa Roland berpisah, saat papa kandungku menuntut untuk di lakukan tes DNA lewat jalur hukum, supaya mendapatkan hak asuh atas diriku. Tapi luar biasa papa Roland tuh, kalo terus mendampingi mamaku melewati ini semua, dan di bantu orang orang yang jadi sahabatnya dan juga rekan bisnisnya. Ada setidaknya 5 pasang pasangan suami istriku, yang 8 orang di antaranya adalah sabahat papa Roland dari SMA. Ada 5 orang om, dan 3 orang tante yang jadi sabahat semasa SMA papa Roland, dan selalu ada untuk mendukung dan membantu papa Roland dalam kondisi apa pun. 2 orang tante yang lain yang jadi istri sabahat papa Roland juga sama, dan mereka sudah seperti keluarga. Mungkin itu juga yang akhirnya membuat papa Roland dan mamaku kuat menghadapi cobaan dalam pernikahan mereka, lalu mereka langgeng sampai saat ini. “Papa akan tetap jadi papamu, nak. Mau apa pun kenyataan yang terjadi saat ini. Jadi jangan pernah merasa takut, atau kamu merasa papa akan berhenti menyayangimu, karena sekarang papa kandungmu datang dan menuntut pengakuan kalo kamu anaknya. Kamu tetap anak papa, dari semenjak papa menikahi mamaku, dan kamu tetap akan jadi kakak Keanu, sekalipun nanti kamu harus tinggal berpisah dari kami” katanya dengan kelelehan air matanya setelah bukti tes DNA keluar dan papa kandungku merasa di atas angina untuk menang atas apa yang dia perjuangkan. Aku langsung menggeleng. “Aku gak mau kemana mana, aku mau sama papa trus sampai kapan pun” rengekku lalu memeluk lehernya karena dia jongkok di depan bangku rumah sakit tempat di lakukan tes DNA. Sudah pasti aku tidak mau tinggal dengan lelaki yang akhirnya datang dan mengaku sebagai papa kandungku. Kemana dia selama ini, saat aku sakit, saat aku butuh bantuannya sebagai seorang ayah. Kemana dia saat aku berharap dapat pujian karena aku pintar dan rangking di kelas?. Kemana dia saat aku di ganggu teman lelakiku di sekolah?. Atau kemana dia, saat aku panik karena dapat menstruasi pertamaku di sekolah, dan aku masih kelas 6 SD?. Gak ada, selain papa Roland. Jadi aku minta pada om Rengga yang dulu jadi pengacara papa Roland dan juga sahabatnya, supaya aku bisa bicara pada pak hakim kalo aku tidak mau pergi kemana mana selain dengan papa Roland, mamaku dan Keanu adikku. Dan karena waktu itu, umurku sudah 12 tahun jadi di mata hukum, pendapat dan kesaksianku sudah bisa di dengar, jadi membuat hakim memutuskan kalo hak asuh atas diriku berada di tangan papa Roland dan mamaku. “Sekalipun hakim dan pengadilan memutuskan kamu tidak akan kemana mana, selain tinggal bersama papa dan mama, juga Keanu. Tapi bukan lalu kamu bisa membenci papa kandungmu nak. Kamu harus tetap menghormati dan menghargai keberadaan papa kandungmu. Papa gakkan marah, atau iri kalo kamu akhirnya sayang pada papa kandungmu. Papa percaya padamu, kalo kamu bisa menilai dan memilih apa yang baik untuk dirimu, seperti kamu memutuskan dan meminta pada hakim di muka persidangan, dengan siapa kamu akan tinggal” katanya padaku. Segentleman itu lelaki yang menurut semua orang b******n waktu dia muda dan bujangan. Dan aku turuti dengan berdamai dengan kehadiran papa kandungku yang akhirnya suka menghubungiku dan menemuiku bersama istri dan kedua anak lekaki yang akhirnya jadi adikku juga. Walaupun tidak cukup sering karena mereka berada di Surabaya, tapi komunikasi papa kandungku denganku sampai saat ini tetap berjalan baik. “Terkadang, kita lebih baik berdamai dengan kenyataan walaupun rasanya tidak nyaman dan mungkin menimbulkan perih. Di banding kita berlari dari kenyataan itu, lalu sembunyi. Kalo mama akhirnya bisa memaafkan papa kandungmu, padahal mama begitu tersakiti, kenapa kamu tidak?. Lihat mama, Sar. Apa mama terlihat tidak baik baik saja?. Ternyata saat mama berani menghadapi kenyataan hidup mama akibat kesalahan mama sendiri, mama malah merasa, mama lebih kuat lagi menghadapi kenyataan hidup yang mungkin harus mama hadapi di masa depan. Jadi, berusahalah kamu jadi perempuan yang berani menghadapi kenyataan apa pun dalam hidupmu. Cukup percaya pada dirimu, kalo kamu mampu hadapi semua, pasti kamu bisa. Tapi kalo kamu tidak berani, selamanya kamu tidak akan pernah berani menghadapi apa pun yang akan terjadi dalam hidupmu” kata mamaku juga. Akhirnya aku belajar menghadapi semua, walaupun awalnya terasa canggung. Tapi lalu aku merasa baik baik saja, kalo papa Roland dan mamaku selalu bersikap biasa saja, dan cenderung mendukung setiap kali, papa kandungku meminta bertemu denganku di luar rumah. Kadang sendiri, atau bersama keluarganya. “Gimana kabar papamu?, sehat?” tanya papa Roland yang memang selalu mengantar atau menjemputku kalo bertemu papa kandungku. “Sehat….” jawabku awalnya enggan bercerita banyak. “Okey….semoga dia punya waktu lagi untuk ketemu kamu ya, nak” jawabnya sambil mengusap rambutku. Aku mengangguk saja. Sampai aku lalu kaget, waktu papa Roland dan mamaku malah mengundang papa kandungku dan keluarganya untuk makan malam di rumah kami. Tapi lalu dari situ aku yakin, kalo kami akan baik baik saja, dan ternyata benar. Pada akhirnya aku semakin banyak yang sayang. Dan aku tenang kalo baik papa Roland, mamaku, dan papa kandungku juga istrinya, tidak berusaha berebut perhatianku, atau berusaha menunjukkan kasih sayang mereka yang berlebihan. Semua mengalir saja, dan kami akrab dengan cara yang wajar. Sesantai dan seasyik itu sikap dan sifat mamaku dan papa Roland, sampai aku kemudian selalu berani mengungkapkan apa pun yang aku rasa, apa yang aku mau pada mereka, tanpa perlu takut mereka marah atau baper. Termasuk saat aku minta izin untuk tinggal di aparteman sendirian dengan alasan supaya dekat dengan kantor papa Roland, semenjak aku memutuskan bekerja untuk membantunya setelah aku lulus kuliah. “Ya sudah kalo kamu memang mau begitu, dan kamu sudah pikirkan baik dan buruknya untuk dirimu sendiri. Sudah dapat belum unit aparteman untuk kamu tinggal?” jawab papa Roland, dan mamaku santai saja mendengar jawaban dan keputusan papa Roland yang duduk di sebelahnya. “Ini serius pah?, mah?” tanyaku hampir tidak percaya. Padahal aku sudah mempersiapkan diri untuk adu argument seadainya baik papa Roland atau mamaku menolak keinginanmu. “Loh, kamu serius gak mau pindah dan tinggal di aparteman sendiri seperti yang kamu minta?” jawab mamaku. Tertawalah aku. “Papa dan mama gak niat drama dulu gitu dengan larang aku dulu dan bukan langsung setuju aja?. Aku udah siap loh dengan argumentasiku kalo kalian larang, aku pindah dan tinggal sendiri di aparteman” kataku. Tertawalah mamaku dan papa Roland geleng geleng. “Dari semenjak kamu kuliah dan bantu kerjaan papa di kantor, kamu sudah terbiasa pergi keluar kota sendirian karena pekerjaan dari papa tadi. Dan saat kamu pergi dengan papa, papa sudah cukup percaya, kamu bisa menjaga dirimu sendiri. Jadi tidak ada alasan untuk papa larang kamu. Lagipula lingkungan pergaulan yang akan kamu jalani, hampir orang orangnya papa kenal, jadi papa bisa minta tolong mereka untuk mengawasi kamu” jawab papa Roland. Aku tertawa lagi. “Gak takut apa kalo aku undang lelaki masuk ke apartemantku?. Aku masih perawan loh pah, mah” gurauku. Mamaku yang geleng geleng sekarang, dan papa Roland yang tertawa. “Jangan naïve Sar. Sekalipun kamu tinggal dengan papa dan mama, kalo kamu memang berharap bisa tidur dengan lelaki mana pun, kamu bisa check in bukan?. Tidak harus kamu tinggal di aparteman dulu sendirian. Atau malah kamu yang bisa datang ke apartemant lelaki itu” jawab mamaku. Aku langsung cengar cengir. “Tapi bukan lalu kami akan membiarkan kamu jadi perempuan tidak baik dan tidak tau aturan. Tapi karena kami percaya kalo kamu bisa menjaga dirimu. Kalo pun nanti ternyata kamu tidak bisa menjaga dirimu, kami yakin, kamu tau gimana caranya bertanggung jawab atas apa yang kamu lakukan” kata papa Roland. Aku diam kali ini. “Kamu sudah tau, apa yang sudah kami jalanin selama ini. Sudah tau gimana kami berdua saat kami masih semuda kamu saat ini. Tidak ada yang pernah kami tutupi. Percuma soalnya. Anak anak selalu punya cara untuk membantah apa pun perkataan orang tua, apalagi kalo sudah tau orang tuanya seperti apa di masa lalu. Atau kebiasaan yang di lakukan orang tuanya. Jadi bukan tidak mungkin kamu akan membantah perkataan kami dengan bilang, ah papa aja begitu, atau mama aja begitu. Jadi baik papa atau mama lebih memilih berusaha percaya, kalo kamu semakin tau mana yang baik atau tidak sesuai apa yang kamu pelajari selama ini sampai kamu seumur kamu sekarang” kata papa Roland. Aku bertahan diam. “Mama dan papa hanya berharap kamu semakin tau resiko apa yang akan kamu jalani kalo kamu menjalani hidup dengan cara tidak baik. Kalo akhirnya kamu memilih sebodoh mama karena salah mengenali mana lelaki baik dan tidak, sampai mama hamil kamu, tentu kamu harus siap menjalani kehidupan seperti mama nantinya, di mana mama harus berjuang sendiri mengandung dan melahirkan kamu. Papa dan mama nantinya hanya bisa membantumu mengurus anakmu kelak, dan kami tidak perlu merasa malu, kalo kamu sendiri saja tidak merasa malu. Sudah tau mama aja berat menjalani kehidupan mama di masa lalu, lalu kenapa malah kamu tiru. Apa tidak bodoh namanya?” kata mama lagi. Aku langsung meringis mendengarnya. “Lalu kamu ternyata kamu hamil, dan ada lelaki yang bersedia tanggung jawab, ya tinggal papa dan mama urus pernikahan kalian. Sisanya tetap kamu yang harus jalani. Papa sering bilang padamu bukan?. Jangan pernah percaya pada lelaki mana pun, sekalipun dia baik, dia mau melakukan apa pun untukmu. Tapi kalo dia tidak pernah berani menghadapi orang tuamu, lalu melamarmu. Itu artinya lelaki itu tidak atau belum berniat serius padamu. Kata sayang dan cinta gampang di ucapkan Sar, apalagi saat orang sedang jatuh cinta. Tapi untuk berkomitmen, tentu sulit karena sebuah bentuk tanggung jawab tidak hanya untuk si lelaki tapi untuk si perempuan” kata papa Roland sekarang. Aku mengangguk kali ini. “Jadi papa tidak akan pernah menganggap kamu atau lelaki yang dekat denganmu serius, sebelum kalian berani bicara dengan papa dan mama, dan kedua orang tua si lelaki juga, kalo kalian berhubungan. Papa dan mama hanya akan menganggap kamu sedang berteman dengan lelaki itu dan sedang melakukan penjajakan. Kamu pasti akan ada di fase ini, fase di mana kamu berusaha mencari lelaki yang cocok denganmu, menghargai dirimu, dan menerima segala kekuranganmu. Kalo kelebihanmu tentu mudah di terima. Tapi kekuranganmu, belum tentu mudah untuk di terima. Kamu butuh lelaki yang tidak akan mempertanyakan lagi kenapa dia bertahan di sampingmu, sekalipun kamu menyebalkan, merepotkan, dan sering membuatnya kesal. Karena cinta yang sesungguhnya, tak butuh jawaban atas pertanyaan apa pun. Ya udah cinta aja, that it’s” kata papa Roland lagi sebelum akhirnya aku pindah dari rumah dan tinggal di apartemant dekat kantor seorang diri. Bukan aku berniat punya kebebasan karena jauh dari orang tua. Tapi karena aku mau konsen bekerja, dan jam kerjaku terkadang jam kerjanya tidak jelas. Terkadang sampai aku harus bertahan di lokasi suatu acara, dan tidak pulang ke rumah, tapi pulang dan tidur di kantor. Itu saja sih. Papa Roland dulu juga sering begitu. Lalu perkataan papa Roland yang tidak akan pernah menganggap aku punya pacar, sebelum aku dan lelaki mana pun yang dekat denganku bilang padanya kalo kami menjalani hubungan, membuatku hanya sekilas mengenalkan lelaki mana pun yang sempat jadi pacarku. Terkadang aku menerima ajakan pacaran seorang lelaki hanya untuk memanfaatkannya antar jemput aku kerja atau jadi temanku nongkrong. Selebihnya tidak ada. Ya paling cipak cipok dikit, setelah itu aku tau kapan harus berhenti. Rugi amat kalo lebih dari sekedar ciuman, menang banyak amat tuh laki. Baru jadi supirku doang atau pengawalku saat aku nongkrong lalu bisa nidurin aku. Gak deh, rugi bandar. Lama lama juga aku akan bosan, kalo tuh laki mulai protes karena aku sibuk, dan mulai protes saat sadar hanya aku manfaatkan. Ya sudah tinggal putus hubungan aja. Memannya laki doang yang bisa santai ninggalin cewek cewek?. Kenapa cewek cewek gak bisa?. “Anjir, player elo sih Sar. Parah lo jadi cewek. Tuh laki udah mauan aja jadi kacung elo, terus elo santai dia mutusin elo?. Elo gak ngerasa kehilangan?” protes Iyel kalo tau aku sudah putus lagi dengan lelaki yang dia kenal sebagai pacarku. “Trus gue mesti mewek mewek?. NO WAYS!!!. Dia cuma gue bagi cipokan doang kalo gue lagi mood, apa pas gue lagi h***y. Gak sampai ngemek ngemek tete gue juga apalagi nidurin gue, jadi lebay banget kalo gue mesti sampai mewek mewek. Bujang di luar sana masih banyak yang minat jadi kacung gue brothers!!!!” jawabku. Ngakak dong nih laki sialan. “BAGUS!!!. Jadi cewek jangan bego” pujinya. Tapi kadang ribet juga kalo aku akhirnya punya pacar lain dan dia bilang tuh laki b******n. Ribet pokoknya, seperti tidak yakin kalo aku bisa menjaga diriku sendiri. Nantilah aku cerita lagi. Mesti kerjakan dulu proyek yang papanya berikan. Seru soalnya kalo cerita gimana aku, Iyel dan Ello akhirnya berteman baik dan belajar bangor di mulai saat kami SMA sampai kami lulus kuliah. Nanti aku tidak kerja kerja, bisa ngamuk papa Roland, lalu ceramah soal tanggung jawab pada pekerjaan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN