Sarah POV.
“SAR!!!”.
Mati aku!!!. Ternyata papa Roland sudah berdiri di hadapanku lalu melempar map ke meja kerjaku di kantor tentunya. Di mana lagi aku bertemu papaku, semenjak aku memutuskan tinggal di aparteman sendirian. Aku soalnya jarang juga pulang ke rumah. Kadang karena sudah terlalu cape kerja atau sibuk main dengan teman temanku. Dan belakangan, setelah adik tiriku Keanu bergabung juga di perusahaan papa Roland, dia jadi cukup jarang ke kantor. Seperti berusaha memberikan aku dan Keanu kepercayaan untuk menjalankan perusahaan. Dan kalo sampai papa Roland datang ke kantor, itu artinya ada hal penting atau terjadi sesuatu lalu dia berniat menegur atau membereskan kekacauan atau kesalahan yang mungkin terjadi. Dan karena ingat kejadian di Bandung kemarin, aku langsung meringis menatap papa Roland di hadapanku.
“Papa gak berharap kejadian kemarin terulang. Kok ya kamu tidak punya back up untuk talent?. Mau kamu alasan karena proyek low bugjet lalu kamu menekan dana DP pada talent yang di siapkan jadi back up, tetap papa tidak akan menerima. Kan bisa saat kamu mengontak talent yang kamu pilih untuk jadi back up dengan perjanjian akan kita pakai di next project. Gimana sih kamu?. Kok ya seperti baru aja bantu papa di sini?” omelnya.
“Maaf pah…” rengekku dan biasanya berhasil menurunkan tensi emosi papa Roland.
Lalu dia menghela nafas sebelum akhirnya duduk di kursi di hadapan meja kerjaku.
“Pah…” rengekku karena papa Roland malah diam.
Sampai aku bangkit berdiri lalu mendekat padanya memeluk lehernya dari belakang, dan bagusnya papa Roland tidak menolaknya.
“Maafin aku….” rengekku lagi lalu mencium pipinya.
Ganteng banget papa Roland tuh. Sekalipun sudah berumur. Mudanya ganteng banget sih.
“Okey…fine, papa maafkan. Tapi jangan ulangi” jawabnya menyerah juga.
Bersoraklah aku lalu berkali kali menciumi pipinya lagi.
“Semakin dewasa, semakin kamu mirip mamamu. Pinter sekali rayu papa” protesnya.
Baru aku lepas pelukanku lalu tertawa sambil bergerak duduk di kursi kerjaku lagi dan di hadapan papa Roland.
“Aku putrinya. Dan putri papa juga, jadi aku tau gimana baiknya papaku” jawabku lalu memberikan ciuman jauh pada papa Roland.
Dia lalu tertawa menanggapi. Aman sepertinya, toh beres juga acaranya.
“Papa selalu ingatkan kamu. Setiap orang yang jadi klien kita, sudah mempercayakan pada kita, untuk kita mengatur acara yang mereka adakan. Jadi kerjakan sebaik yang kita bisa sesuai apa yang sudah jadi kesepakatan bersama. Mau gimana pun keadaannya. Dan itu yang membuat perusahaan papa bisa bertahan sampai saat ini. Bukan hanya soal kepercayaan Sar, tapi kredibilitas, profesionalisme, dan tanggung jawab” katanya lagi.
Aku mengangguk mengerti.
“Kalo memang kamu mulai keteteran urus ini itu, kamu kan bisa share pada Keanu. Jangan sok kamu tangani semuanya sendiri. Kasih kepercayaan adikmu untuk bantu. Kamu pun bisa ada di posisimu sekarang, karena papa percaya kamu mampu. Jadi berusahalah untuk percaya pada adikmu atau orang lain yang sebenarnya bisa membantumu. Bukan tidak bagus kamu berusaha bertanggung jawab pada semua hal yang papa percayakan padamu. Tapi ini kerja tim. Kalo kamu yang tetap harus tangani sendiri, ya ujungnya kamu cape sendiri. Dulu papa share juga dengan mamamu. Kenapa kamu tidak share pada Keanu adikmu. Dia toh sudah lulus kuliah” kata papa Roland lagi.
Aku berdecak menanggapi.
“Sibuk terus gitu sama pacarnya” keluhku.
Papa gantian berdecak.
“Pacarnya yang mana?. Tidak ada satu gadis pun yang adikmu kenalkan pada papa. Dan itu perjanjian antara kita. Sepanjang tidak di kenalkan pada papa dan mama, papa dan mama hanya akan menganggap kamu atau adikmu hanya berteman dengan siapa pun yang jadi orang terdekat kalian saat itu” jawab papa Roland.
Ya memang sih. Masalahnya Keanu belum mau mengenalkan pacarnya pada papa dan mama, karena dia bilang aku belum punya pacar yang serius. Jadi dia tidak mau melangkahiku dulu. Padahal aku tidak ambil pusing soal itu.
“Iya pah” jawabku mencari aman.
“So….gimana proyek dari om Marco?” tanya papa Roland mengalihkan pembicaraan.
“Aman pah, Aris udah buat konsepnya dan menurutku om Marco akan setuju. Tapi aku akan tetap tanya Iyel dulu, sebelum Aris nanti presentasi depan om Marco” jawabku.
“Bukan kamu?” tanya papa.
“Papa bilang aku mesti percaya sama orang lain. Dan Aris itu kepala tim kreatif yang baru. Jadi kalo om Marco udah okey, aku tinggal mengawasi eksekusinya di lapangan setelah make sure semua vendor aman untuk acara itu” jawabku.
Papa manggut manggut. Aris itu memang kepala tim kreatif yang baru dan kakak kelas Keanu di kampus, dan dia juga yang rekomendasikan. Jadi aku coba percaya hasil penilaian adikku. Sudah aku ajak ngobrol juga dan menurutku adikku benar. Cukup pintar juga untuk orang yang baru mulai karier sebagai orang kreatif. Masih semangat juga untuk mencari pengalaman kerja, jadi bersedia lembur tanpa perlu aku pinta. Lama lama soalnya aku cape juga, kalo harus atur ini itu sendiri saat mempersiapkan sebuah project baru. Memangnya gak ribet bekerja di bidang EO atau WO?. Banyak sekali hal yang mesti di persiapkan. Dari mulai catering, lokasi acara, tema acara, talent pengisi acara. Sampai hal receh yang dia minta klien. Dan itu artinya aku harus bekerja sama dengan vendor atau perusahaan yang akan terlibat dalam suatu acara. Harus membangun komunikasi, tawar menawar harga, sampai dealing juga.
“Ya sudah, tinggal temui Iyel kan?. Tunggu apa lagi, kalo seperti biasanya saat dapat project dari papanya, kamu mesti sekali diskusi dengan Iyel. Kamu seperti tidak PD dengan kemampuanmu sendiri dan tim, kalo harus dapat ACC dulu dari Iyel?. Apa ini bentuk solidaritas antara kalian?, atau malah dukungan antar kalian?” ejek papa Roland.
Aku tertawa menanggapi.
“Gak gitu pah. Yakan aku udah bilang alasannya ke papa. Aku PD kok dengan kerjaku dan tim kita. Justru karena takut, om Marco segan complen ini itu ke aku, karena CS an sama papa, lebih baik tanya anaknya dulu, yang sedikit banyak mengerti dan faham apa yang di suka papanya dan mana yang tidak di sukai papanya. Kan jadi maksimal juga, kalo ternyata masih ada yang harus di koreksi sebelum aku maju presentasi, atau Aris maju presentasi, karena aku mau dia yang maju. Kan kalo dia bisa aku andalkan nantinya, dengan Keanu juga. Aku tinggal kerja macam papa, yang complen ini itu ke tim, trus marah marah kalo ada yang menurut papa salah. Aku mau jugalah jadi bos, dan bukan anak buah papa terus” jawabku.
Sontak papa terbahak dan aku tertawa juga.
“Boleh juga” komennya kemudian lalu bangkit.
“Mau kemana pah?” jedaku pada langkahnya.
“Pulang. Dan papa tinggal tunggu berita dari kamu soal project ini setelah kamu menemui Iyel” jawabnya.
“Papa gak kangen aku?” tanyaku mencari tau.
Dia berdecak kali ini.
“Apa kalo papa atau mama bilang kangen kamu, lalu kamu akan sering pulang ke rumah?. Setidaknya seminggu sekali saat weekend. Gak jugakan kamu akan sering pulang, kecuali kamu mulai bosan dengan teman temanmu atau cape kerja trus. Jadi kamu pulang minta di manja papa atau mamamu” jawabnya.
Tertawalah aku.
“Papa ngambek atau baper nih?” ejekku.
Papa menggeleng pelan dan tertawa pelan.
“No darling. Untuk apa papa atau mama baper apalagi ngambek. Kalo dengan sibuknya kamu dan adikmu di luar dengan teman teman kalian atau pekerjaan kalian, justru memberikan kesempatan papa dan mama lebih sering menghabiskan waktu berdua, setelah dulu mamamu cukup bersabar karena harus papa tinggal kerja trus, bahkan sampai berminggu minggu” jawabnya.
Tertawalah aku.
“Enak dong pah?” ledekku.
“Tentu, kami bisa kencan lagi, berlibur, saling manja manjaan, dan bercinta” jawab papa sambil mengedipkan sebelah matanya ke arahku.
Terbahaklah aku. Mamaku tuh memang selalu anteng, tidak pernah juga ribut macam emak emak lain yang anaknya tinggal terpisah dan sendirian pula, karena belum nikah. Paling tanya kabar aku, karena kalo Keanu masih tinggal bersama. Bukan berarti tidak sayang atau kangen, hanya lebih tidak baperan aja mamaku.
“Papa dan mama ngerti kalo baik kamu dan Keanu memang sedang ada di fase sedang happy berada di luar rumah. Kalian berdua masih muda. Yang penting kalian happy, baik baik saja dan aman. Pada akhirnya toh orang tua akan di tinggal anak anaknya juga, apalagi setelah menikah. Anggap kami sedang latihan untuk itu. Tapi tetap, sebagai orang tua, kami tetap menunggu kamu atau Keanu pulang, setelah kalian lelah bersenang senang di luar. Setelah kalian akhirnya rindu rumah. Atau saat kalian butuh dukungan dan perhatian. Untuk hal itu, papa dan mama siap menyambutmu atau Keanu pulang” kata papa Roland lagi.
Aku langsung tersenyum menatap papa Roland. Kerenkan papa mamaku??.
“Itu sih mesti banget minta Iyel cepuin aku, pah” protesku ingat soal ini.
Tertawalah papa Roland.
“Yang papa kasih tugas itu laki b******n. Harusnya papa khawatir, bukan malah setenang ini” protesku lagi.
Terbahaklah papa Roland.
“Gara gara satu guru, satu ilmu ya papa sama Iyel?” jedaku pada tawa terbahak papa Roland.
“Bukan karena itu. Tapi papa tau, yang bisa menjinakkanmu memang hanya Iyel, seperti halnya om Marco yang tau, yang bisa menjinakkan bujangnya yang b******n itu, cuma kamu” jawabnya.
“Masa sih?” komenku.
“Yes” jawabnya lagi.
“Alasannya?” tanyaku lagi.
Papa Roland lalu menghela nafas.
“Kalian sering saling debat mulut, tapi ujungnya saling dukung. Baik saling dukung dalam hal baik, atau hal buruk. Contoh hal baiknya, seperti di Bandung kemarin, dia datangkan nolong kamu?. Walaupun untuk membereskan kesalahanmu. Jadi hal baik karena urusannya dengan pekerjaan. Contoh hal buruknya bentuk saling dukung kalian berdua, apalagi kalo bukan saling menutupi kebangoran kalian di luar rumah?. Jangan kamu pikir papa atau om Marco tidak tau. Jangan kamu berpikir juga kalo kadal bisa mengakali buaya. Kalian belum lahir pun, papa dan om Marco sudah melakuan dosa besar” jawabnya lagi.
Terbahaklah aku.
“Tapi dampak baik dari saling dukungnya kalian untuk setiap hal baik atau buruk yang kalian lakukan di belakang orang tua, akhirnya kalian saling mengiatkan, saling jaga, dan saling mengkoreksi kesalahan. Itu kenapa papa dan om Marco akhirnya percaya pada kalian berdua, dan yakin kalo kalian bisa saling mengendalikan satu sama lain. Nyatanya baik papa atau om Marco, sampai saat ini, tidak harus turun tangan untuk setiap kesalahan yang kalian masing masing buat. Kecuali untuk kesalahan yang kalian buat berdua. Pasti papa dan om Marco harus turun tangan” jawab papa Roland.
“Contohnya?” tanyaku.
“Kalo kalian kerja sama bunuh orang atau bersama sama pakai narkoba. Tentu jadi tidak ada yang mengingatkan, saling jaga dan saling mengkoreksi kesalahan masing masing, kalo keduanya berbuat salah” jawab papa Roland.
Benar juga.
“Okey pah. Aman itu gak bakalan. Masa iya aku dan Iyel bunuh orang atau pakai narkoba bareng” jawabku.
“Good” komennya.
Aku tersenyum menanggapi.
“Ya sudah temui Iyel. Kerja sama lagi kamu dengan Iyel. Ajak Aris kalo memang di perlukan” kata papa Roland mengakhiri percakapan kami.
Dan aku turuti perintahnya karena memang aku mau urusan pekerjaan dari om Marco selesai. Aku telpon dong sekalian mengajaknya makan malam setelah aku abaikan trus panggilan dan chatnya. Aku sibuk juga. Kalo aku tanggapi, ujungnya paling ngajak aku nongkrong. Lah dia memang tidak pernah merasa cape, kalo aku tentu merasa lelah kerja trus tuh. Aku kan cewek. Dan aku ajak Aris sekalian, supaya kenalan juga maksudnya.
“Kenalin Yel, ini Aris, dia….”.
“Pacar lo?” jedanya dengan wajah tidak bersahabat.
Tertawalah aku sekalipun Aris meringis menatapku dan dia tentunya.
“Kepo lo!!. Tinggal kenalan aja” jawabku.
“Kalo gue gak mau?” jawabnya galak.
Aku masih tertawa. Pikirku nantilah kalo kami selesai makan, baru aku jelaskan siapa Aris. Kayanya dia mode suntuk, karena lama menungguku datang karena aku terjebak macet, atau bisa jadi kelaparan. Soalnya aku perhatian, laki tuh dimana mana kalo lapar atau suntuk, tingkat emosinya jadi meningkat.
“Hei, gak usah sombong” tegurku karena tidak enak dengan Aris.
Aku bilang juga kalo kita akan menemui anak yang jadi klien kami, om Marco, big boss perusahaan merk sepeda motor terkenal. Tapi kok malah kelakuannya gak sopan gini. Lupa aku kalo dia anak monyet ya?. Mana tau sopan santun.
“Serah guelah mau sama siapa gue kenalan dan berteman” sanggahnya.
Masih aku tertawa untuk meredam kecanggungan Aris.
“Iya udah serah elo. Ayo makan dulu deh, baru kita ngobrol soal project dari babeh lo” ajakku lalu mempersilahkan Aris duduk di sebelahku.
Dia duduk juga kok, walaupun wajahnya masih kesal. Nanti kalo perutnya kenyang juga adem lagi. Udah biasa aku hadapi moodnya yang jelek. Lebih baik aku abaikan nanti juga baik sendiri.
“Mau makan apa?” tegurku padanya.
“Gue bisa pesan sendiri, gak usah ribet” tolaknya.
Astaga…nih anak monyet. Lagi lagi Aris sampai melirikku. Jadi kasihan sama bujang di sebelahku. Semoga gak kena mental karena kelakuan nih anak monyet. Ya udah deh, mending aku diam aja. Ternyata jadi diam yang panjang dan wajah nih anak monyet malah semakin suntuk. Malesin banget. Tadi aku telpon kok ya girang aja. Apa karena aku ajak Aris ya, terus aku gak bilang?. Biasanya juga santai kok kalo aku ajak teman lelakiku bergabung. Kenapa malah kesal gini nih anak monyet?. Jadi seperti sibuk makan sendiri kalo dia sambil main handphone sampai akhirnya dia selesai makan duluan.
“Lanjut deh elo berdua, gue mau pulang. Tenang…. gue yang traktir” kok malah pamit pulang.
“HEI!!” jedaku mencekal tangannya.
“Apaan lagi sih Sar?” omelnya.
“Loh kitakan mau bahas soal kerjaan dari babeh elo” kataku mengingatkan.
“Besok besok bisa. Gue cape, suntuk juga kena macet. Udah ya” jawabnya lalu melepaskan cekalan tanganku dan beranjak pergi.
Aku jadi bingung sendiri.
“Kok kaya marah sih mba Sarah?” tanya Aris menjeda tatapanku pada punggungnya yang bergerak menjauh.
Aku buru buru menggeleng lalu duduk lagi.
“Gak, cape beneran kali. Apa suntuk beneran kena macet. Anak sultan namanya juga, jadi emosian. Wajarlah” jawabku.
“Apa karena gue ikut mba?” tanyanya lagi.
Aku tertawa menanggapi.
“Emang kenapa elo ikut?” jawabku.
“Ya kali aja, sebenarnya mau berduaan sama mba Sarah. Kejar deh, biar gue balik. Jadi gak enak gue mba” jawabnya.
Aku tertawa lagi.
“Elo jadi laki baper amat?. Gak usah di pikirin tuh laki tadi. Tar juga baik lagi” jawabku lagi.
“Terus kerjaan kita?” tanyanya lagi dan lagi.
“Gampanglah, nanti gue yang urus besok sama tuh laki. Tenang aja, tar gue jelasin kalo memang ada yang kurang” jawabku.
“Okey…” jawab Aris.
Masih bingung sih aku dengan sikap si anak monyet. Gak jelas banget. Tapi rata rata anak sultan memang gak jelas kok. Gantian aku hubungin terus selama dua hari weekend, dan seperti balas dendam karena aku abaikan sebelumnya, dia tidak juga angkat atau balas pesanku. Sampai mesti aku susul ke kantornya. Dan ternyata salah faham. Tapi tetap aja mesti aku rayu dengan apalagi yang buat dia happy, kalo bukan aku cium. Lama lama aku jadi nyesel karena pernah minta dia cium aku. Memang anak monyet. Bisa banget memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.