“Kalian hanya berdua?” “Iya, Ma.” Raga menjawab. Mama Raga menatap bertanya sang putra. Lidahnya sudah akan bergerak untuk mengutarakan pertanyaan kenapa Mara tidak ikut bersama mereka, saat suara Nadia sudah lebih dulu terdengar. “Memangnya Mama—” Nadia mengedip. Dia tidak melanjutkan kalimatnya, ketika bisa menebak siapa yang mungkin sedang ditunggu oleh mertuanya--selain mereka berdua. Yang jelas bukan mamanya, karena Raga jelas mengatakan. “Mama mengundang kita makan malam di rumah malam ini.” Nadia merasakan napasnya tertarik berat. Mara. Pasti Mara yang ditanyakan oleh wanita yang melahirkan suaminya ini. Wanita itu menelan ludah susah payah. “Ah … bagaimana kondisimu, Sayang?” Menyadari sesuatu yang janggal pada menantunya, mama Raga langsung melangkah kemudian memeluk tubuh