Untuk Kedua Kalinya

1085 Kata
Beberapa hari kemudian, laporan KKN pun selesai. "Heum, Tha, loe aja yang anter ini ke ruang pak Raiden ya." Sekar meminta teman satu kelompoknya yang menyerahkan hasil laporannya pada sang Dosen. "Ish! Gimana sih? Kan elo ketua kelompoknya. Sekar mendengus pelan. Apa yang temannya katakan ada benarnya, tapi dia malas bertemu dengan dosennya itu. "Udah sana! Nanti pak Rai keburu pergi loh!" Thata mendorong punggung Sekar agar pergi menemui Raiden di ruangannya. Baru beberapa langkah, Sekar berbalik tapi apa yang teman-temannya lakukan? Mereka malah melotot ke arahnya dan mengibaskan tangan agar ketua team itu melanjutkan langkahnya pergi dari sana. "Sial! Punya teman gitu banget!" gerutu Sekar, kembali melangkah pergi dengan bibir mencebik. Mahasiswi tahap akhir itu membulatkan tekadnya, mau tidak mau dia harus berhadapan kembali dengan sang Dosen. Tibanya di lantai khusus ruangan dosen, Sekar mondar-mandir. Dia kembali ragu. Beberapa mahasiswa memperhatikan aksinya, mungkin dimata mereka Sekar terlihat konyol karena melakukan hal yang tidak wajar. Untuk apa hanya mondar-mandir sejak tadi hanya membuang waktu mungkin pikir mereka. Sekar merutuki dirinya yang seperti pecundang, "Masa sama pak Rai takut sih!", "Bukan takut tapi gua males ketemu dia lagi!" Wanita itu bermonolog sendiri. Akhirnya Sekar memberanikan diri mendekat pintu yang bertuliskan nama sang Dosen - Eiji Raiden Ryuzaki. Tapi tunggu, pintu itu tidak tertutup rapat. Sekar dapat mengintip dan mendengar percakapan Raiden dengan seorang mahasiswi tahap akhir juga. Keduanya membicarakan masalah skripsi yang sedang di bimbing oleh Raiden. "Gak usah lama-lama bimbingan dan banyak revisi ya, Pak," rayu mahasiswi itu dengan suara manjanya. Di luar ruangan bola mata Sekar berputar, dia malas mendengar rayuan seperti itu. "Boleh, asal ...." Kedua bola mata Sekar kini membola kala mendengar suara Raiden. Pria itu memberikan penawaran yang ... sialnya Sekar tidak dapat mendengar karena sepertinya Raiden berbisik pada mahasiswi di dalam sana. "Yang benar saja, Pak! Gak ada pilihan lain?" Mahasiswi itu tersentak mendengar penawaran yang Raiden ucapkan. Sekar geram, pikirannya pasti Raiden menawarkan hal yang tidak-tidak. Entah mengapa perasaan Sekar seketika menjadi gusar mengetahui Raiden berlama-lama dengan wanita lain di dalam sana. Tidak ingin mengganggu, mahasiswi berkacamata itu menunggu di depan ruang dosennya dengan bersandar ke tembok dan menggosok-gosokan sepatunya di lantai menghilangkan rasa jenuhnya menunggu. Beberapa saat kemudian mahasiswi itu keluar dan bergantian dengan Sekar. "Selamat sore, Pak," salam Sekar pelan. Raiden tersentak ketika melihat mahasiswi yang berikutnya masuk menemuinya. "Kamu?" gumamnya. "Duduk," titah Raiden berikutnya. Sekar mengangguk tipis dan duduk di kursi yang sudah tersedia. Raiden bangkit berdiri, menutup pintu dan menguncinya dari dalam kemudian dia mendekati kursi yang Sekar duduki. Tubuhnya bersandar di pinggir meja kerjanya, dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya menatap wanita yang selalu menghindarinya setelah kejadian gubuk itu. Sekar yang mendapat perhatian intent dari Raiden menjadi salah tingkah. Sesekali dia membetulkan posisi kacamatanya dan posisi duduknya. Serta tersenyum getir. "Pak, saya ke sini ingin memberikan laporan KKN team saya." Sekar memberanikan diri buka percakapan, memecah kecanggungannya sendiri. "Hanya itu?" Suara bariton itu begitu dalam. Sekar mengangguk. Padahal, Raiden berharap wanita itu mempunyai tujuan lainnya selain hanya menyerahkan laporan. Raiden menghela napas lalu dia mengambil laporan itu dari tangan Sekar dan membacanya. "Hampir satu bulan sejak kejadian itu, apa kamu tidak mau merubah pikiran kamu?" Pertanyaan di luar dari tema yang Raiden lontarkan. "Maksud, Bapak?" Sekar berpura-pura. Raiden menutup laporan itu dan menaruhnya di atas meja kerjanya. Kemudian dia membungkuk mendekati Sekar, mengukung wanita itu di kursi dengan kedua tangan di pegang kuat oleh Raiden. "Kamu tahu apa yang saya maksud, Sekar," cecar dosen pembimbing itu. "Jujur, setelah kejadian itu, perasaan saya sama kamu berubah. Saya -" "Tapi saya tidak, Pak," potong Sekar. "Ini penawaran terakhir saya -" "Apa Bapak akan menawarkan saya hal yang sama seperti mahasiswi sebelum saya?" Kembali Sekar memotong ucapan Raiden. Pria itu menyernyit dan tidak lama terkekeh melihat ekspresi wajah Sekar yang cemberut. "Kamu cemburu?" tebak Raiden. "Untuk apa saya cemburu?" tolak Sekar. "Iya ini, saat ini kamu sedang cemburu namanya, Sayang. Saya dan siapa tadi namanya ... Heum, Laras, ya dia itu tadi tidak mau bimbingan skripsi lama dan banyak revisi. Maka itu saya tawari dia agar mengulang skripsi tahun depan aja," terang pria yang kini sudah kembali berdiri dengan tangan melipat di d**a. "Kamu pikir saya kasih dia penawaran apa? Bercinta? Ngaco!" sambung Raiden di sertai kekehan kecil khasnya. Sekar yang sedang di beri penjelasan panjang lebar hanya menggedikan pundaknya, acuh. Karena tidak ingin berlama-lama, Sekar berdiri. Dia berniat pamit karena sudah melaksanakan tugasnya, menyerahkan laporan KKN pada dosen yang bertanggungjawab. Raiden mencekal tangan Sekar yang hendak pergi meninggalkannya. "Terserah kalau kamu gak percaya, tapi kamu harus tahu wanita yang saat ini dekat dengan saya -" "Banyak!" celetuk Sekar dengan tatapan mata tajam melirik sang Dosen bersamaan dengan tatapan Raiden. Mata keduanya bertemu saling pandang. "Hanya kamu, Sekar. Tidak ada yang lain," paparnya. Sekar mendengus kecil. Haruskah dia percaya bualan sang Dosen? Raiden mendekat dan merangkul pinggang Sekar mengikis jarak di antara mereka. Mengendus leher jenjang wanita itu, Raiden merindukan aromanya. "Setelah kejadian itu, saya tidak bisa melupakan kamu, Sekar. Kamu terus mengusik pikiran dan hati saya," bisik Raiden. Tubuh Sekar seketika menegang. Kalau Raiden mungkin tidak bisa melupakan kenikmatan itu tapi berbeda dengan Sekar. Dia mau menyingkirkan kenangan di gubuk itu. Raiden memberikan ciuman di pipi Sekar, berlanjut dengan mencium bibir ranum yang dia rindukan. Sayangnya mahasiswinya itu terpaku, tidak merespon. Pria itu terdiam karena merasa tidak terbalas. Raiden menarik dagu Sekar hingga bibir tipis berwarna alami merah muda itu terbuka dan indra pengecap Raiden menyusup ke dalam, melumat pelan. Perlahan Sekar membalas lumatan bibir Raiden. Tidak ada yang dapat bertahan lama dengan cumbuan sang Dosen. Akhirnya Sekar runtuh dan mengikuti kembali permainan pria berparas Asia itu hingga mengeluarkan suara decak penyatuan bibir. Menggiring Sekar sampai ke sofa tanpa melepas tautan bibirnya. Tangan Raiden dengan cepat sudah membuka kancing kemeja yang Sekar pakai, meremas kedua bukit kembar yang sudah terpampang dengan lembut, jemarinya menyusup kedalam dan memainkan puncaknya. "Ahhh ... Pak Rai!" rintih Sekar. Raiden menghisap kuat puncak bukit kembar milik Sekar dengan satu tangannya bergerilya di bagian bawah tubuhnya. Rok yang Sekar pakai sudah tersingkap ke atas dan kaki jenjangnya terbuka lebar memberi akses agar Raiden leluasa bermain di sana. Sekar kembali merutuki dirinya yang tidak dapat menolak permainan Raiden. Dia merasa seperti wanita jalang yang menyerahkan diri dengan mudahnya pada laki-laki. Kedua mata Sekar mendelik saat dia merasakan indra pengecap Raiden membasuh miliknya di bawah sana. Area sensitifnya berkedut ketika satu jari pria itu menyusup perlahan masuk ke dalam sana memberikan sensasi luar biasa nikmat. "Pak Rai ... please ...," mohon Sekar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN