"Please apa, Sayang? Kamu menginginkan lebih? Heum?" tanya Raiden, Serak. "Memohonlah padaku," tambahnya menggoda.
Kepala Sekar menggeleng tidak karuan dan pinggulnya terangkat, bahasa tubuh wanita itu dapat Raiden tangkap. Dia hampir sampai pada puncaknya dan ya ... Tidak lama sesuatu yang hangat meleleh dari dalam membasahi area bawahnya dan juga jari Raiden.
Rasa bangga menyelimuti hati Raiden ketika dia melihat ekspresi Sekar yang baru saja merasakan kenikmatan puncaknya, dan semua itu karena dirinya.
Raiden membuka celana kerjanya berwarna hitam, adik kecilnya sudah besar sekarang dan siap untuk memasuki tempat yang seharusnya dia bersarang.
Sekar merintih tertahan ketika Raiden menghentakan miliknya menerobos masuk ke dalam. Padahal pria itu sudah selembut mungkin melakukannya akan tetapi tetap saja Sekar masih merasa sakit dan tidak nyaman.
's**t! She's so good!' gumam Raiden dalam hatinya. Bagaimana tidak nikmat, baru dua kali lubang itu di masuki dan itu juga hanya Raiden pria pertama masuk ke dalam dan mungkin yang terakhir.
Lambat laun rintihan itu berubah menjadi desahan yang terdengar sangat seksi di telinga sang Dosen. Rasa tubuh Sekar membuat Raiden lepas kendali dan menggila. Naluri lelakinya menjajah tubuh Sekar tampa ampun, kedua bukit kembarnya menjadi sasaran empuknya untuk membuat jejak kepemilikan di sana.
Raiden membungkam bibir Sekar dengan melumatnya agar wanita itu tidak berteriak ketika sampai pada puncaknya yang sebentar lagi keduanya rasakan.
"RAIII ...." Sekar menjerit frustasi, tanpa embel-embel sebutan 'Pak' lagi pada Raiden. Jemarinya mencengkram pundak kokohnya hingga meninggalkan bekas kuku.
Si pemilik nama menyeringai mendengar namanya di sebut, dia tidak merasa perih di pundak karena rasa nikmat kedutan milik Sekar di bawah sana mengalihkannya. Raiden mengabaikan teriakan Sekar yang menandakan dia sudah sampai pada puncaknya untuk kedua kalinya, tapi dia belum. Maka dari itu Raiden mempercepat temponya dan akhirnya tubuh dia mengejang bersamaan dengan cairan kental itu meledak di dalam.
"Ohhh! Sekar ...," pekik Raiden, puas.
"Saya tidak akan melepaskan kamu, Sekar! Kamu milik saya sekarang!" lanjut Raiden masih dengan napas terengah.
Sekar yang masih terbang tinggi di langit ketujuh mengabaikan ucapan Raiden, menikmati sisa-sisa pelepasan lebih penting saat ini.
Seusai napas mereka kembali normal, Raiden memakai kembali pakaiannya. Dia juga membetulkan pakaian Sekar. Tapi tangannya ditempis oleh wanita itu.
"Aku bisa sendiri," ucapnya ketus.
"Saya bisa lihat itu," singgung Raiden, dia memaksa, tidak terima penolakan hingga kancing kemeja Sekar semuanya terpasang. Saat di bagian d**a, Raiden mengulum senyumnya karena melihat tanda kepilikan di sana hasil karyanya.
"Dengar, Sekar! Saya akan menemui mama kamu," tutur Raiden.
"Untuk apa?" tanya Sekar seraya merapihkan rambutnya.
"Bertanggungjawab." Singkat jelas padat.
Dasar, Pria keras kepala!
"Tidak perlu, Pak!"
Rahang Raiden mengeras karena Sekar kembali ke mode semula, memanggil dia dengan sebutan 'Pak'.
Sekar buru-buru merapihkan diri dan keluar dari ruang dosen itu tanpa pamit.
Karena terburu-buru ketika keluar dari sana dia hampir saja menabrak seorang wanita. Sekar tersenyum kikuk padanya dan sedikit menundukan kepala sebagai kata ganti menghormati dan meminta maaf pada sosok yang hampir saja dia tabrak itu, kemudian Sekar melanjutkan langkahnya.
Kening wanita yang usianya lebih tua dari Sekar itu menyernyit dalam, tatapan tidak lepas dari Sekar yang sedang menunggu lift dan tidak lama mahasiswi itu masuk ke dalam lift barulah pemimpin universitas itu kembali pada tujuannya, menemui adik kandungnya.
"Rai."
Si pemilik nama tersentak ketika pintu ruangannya tiba-tiba terbuka dan kakak kandungnya menyapa.
"Kak Aiko, kebiasaan deh gak ketok pintu dulu! Ini kampus, Kak. Bukan rumah!" protes Raiden pada sang kakak.
Aiko mengabaikan protesan adiknya, "Mahasiswi yang tadi -"
"Dia ngasih laporan hasil KKN, kenapa kakak ke sini? Biasanya juga telpon," potong Raiden sekaligus mengalihkan pembicaraan.
"Aku sudah coba telpon kamu berulang kali tapi apa, heum? Kamu gak jawab!"
Raiden nyengir ketika dia memeriksa ponselnya, benar saja, karena dalam mode senyap jadi banyak panggilan tak terjawab dari sang kakak.
"See!" Aiko menggedikan dagunya, memastikan kalau ucapannya benar.
"Iya, maaf. Tadi banyak mahasiswa yang bimbingan." Raiden berkelit, nyatanya kesibukan dia yang lain adalah bercinta bersama salah satu mahasiswinya di ruangan itu.
"Ada berita yang penting kah?" sambungnya.
"Heum, Omah Zea sakit, kita semua di minta ke sana secepatnya."
"Jepang?"
Aiko berdecak, "Ya iyalah!"
***
Sebulan berlalu, selama itu Raiden tidak terlihat batang hidungnya. Sekar mulai gelisah, bukan hanya karena janji pria itu yang katanya mau bertanggungjawab dengan menemui mamanya tapi selama ini juga dia tidak datang bulan. Entah itu benih unggul Raiden saat di gubuk atau di ruangannya, Sekar hanya melakukan dua kali dengan pria yang sama dan ... tanpa pengaman. Bisa dipastikan jika dia hamil berarti itu adalah anaknya sang Dosen.
"Sekar, pengajuan judul skripsi lo dah jadi?"
Pertanyaan dan Thata membuyarkan lamunan Sekar seketika. Wanita itu tersentak.
"Heum? Judul?"
"Ish! Lo mah ngelamun terus sih. Gue perhatiin beberapa hari ini lo banyak ngelamun deh! Kenapa sih? Ada masalah?" selidik sang sahabat.
"Mikirin judul skripsi," kelit Sekar.
"Buset! Sampe segitunya sih!" timpal seorang lagi.
"Sorry ya, Bestie. Gue duluan, gue lupa tadi mamaku minta beli bahan kue di TBK," pamit Sekar.
Selain ingin ke toko bahan kue, dia juga berencana mampir ke apotek yang ada di sebelahnya, membeli sebuah alat yang bisa mengecek kehamilan lewat urine.
Tidak jauh dari kampusnya dan rumahnya, tapi ketika memasuki apotek wajah Sekar terlihat gusar, dia takut ada tetangga yang melihatnya dan memergokinya. Kalau ke toko bahan kue dia sudah biasa karena ibunya tukang kue. Tapi kalau ke apotek? Selain obat apa yang dia beli di sana?
"Mba ada testpack gak?" tanya Sekar pelan.
"Mau yang sekali pakai atau yang bisa berulang kak? Di ganti dalamnya saja gitu."
Alis Sekar bertaut, dia tidak menyangka ada banyak merk dan model.
"Apa aja, asal akurat," pintanya.
Sang penjaga apotek itu memberi Sekar alat yang harganya lumayan mahal, berbentuk panjang dan agak tebal.
Sekilas Sekar membaca panduan pemakaiannya yang ada di bungkus alat tersebut.
"Ya sudah ini aja," ucapnya seraya membayar.
"Makasih ya, Kak." Penjaga apotek itu memberikan uang kembalian pada Sekar.
Buru-buru Sekar memasukan alat itu ke dalam tas-nya dan pergi dari sana. Aman.
***
Informasinya urine pertama di pagi hari yang paling bagus di pakai untuk memeriksa kehamilan di alat tersebut, urine masih dalam kondisi pekat akan menghasilkan keterangan lebih akurat.
Sebelum Arumi bangun, subuh-subuh sekali Sekar sudah bangun. Dia buru-buru mengambil alat tersebut dan masuk ke dalam kamar mandi.
Sekar menatap nanar alat tes uji kehamilan itu yang ada di tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang air urine yang sudah dia tampung.