Part 7

1506 Kata
Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Usai makan malam Muti dan Icha langsung menuju kamar. Sebelum tidur Muti selalu membacakan dongeng untuknya. Dongeng apapun sangat disukai gadis cilik bertubuh montok itu. Apalagi tentang princess. "Dongengnya sudah tamat sekarang Icha bobo ya. Besok kan harus sekolah." Muti menutup buku cerita yang baru selesai dibacakannya. Wanita muda itu selalu sabar dalam menghadapi Icha yang selalu minta dibacakan cerita dongeng yang sama. Orang dewasa pasti akan merasa bosan. Muti sendiri sampai hafal kata demi kata yang ada di dalam tulisan. "Semua teman Icha kalau berangkat ke sekolah selalu diantar Mamanya, Icha sedih kenapa Icha ga punya Mama seperti mereka?" Seperti yang sudah-sudah Icha sering tiba-tiba bertanya tentang ibu kandungnya yang tak ada di sampingnya. "Sayang, Icha juga punya Mama. Kata Papa, Mama Icha lagi pergi jauh untuk sekolah. Nanti juga akan pulang." Lagi-lagi Mutiara harus berbohong. Sebenarnya ia sudah bosan menuruti perintah Alfin. Bukankah itu memberikan harapan yang tak pasti. "Icha ingin ketemu Mama, tapi dimana Mama Icha?" Gadis cilik berumur 5 tahun itu menatap Muti. "Mama Icha juga pasti ingin bertemu Icha, sabar ya sayang. Icha harus banyak berdoa supaya Icha bisa ketemu Mama," ucap Muti. Jauh dari lubuk hatinya ia khawatir, bagaimana jika ibu kandung Icha kembali dan membawa Icha pergi. Ia pasti akan sangat kehilangan. Baginya Icha adalah hal terindah yang pernah dimilikinya. Ia sudah menganggapnya sebagai anaknya. Ia sangat menyayanginya. "Iya Tante." Icha mengangguk pertanda mengerti. "Icha kangen sama Mama," ucapnya lagi dengan nada sedih. Setiap saat ia selalu berharap bisa bertemu ibunya yang entah ada dimana. "Mama Icha juga kangen sama Icha." Muti berusaha menenangkan Icha. Jauh dari lubuk hatinya ia merasa sakit. Bagaimana tidak, sejak lahir anak kecil di hadapannya itu tak pernah bertemu ibu kandungnya. "Tapi Mama ga pernah nelpon Icha, Padahal kalau lagi jauh Papa suka nelpon Icha kok, apa mungkin di sana ga ada sinyal ya?" ucapnya polos. Tak pernah ada pembahasan rinci tentang ibunya. Tema Mama Icha selalu dengan segera dialihkan oleh keluarganya. Muti membelai rambut gadis kecil itu menahan sesak di dadanya. Sungguh rumit kisah hidup Icha. Beruntung orang-orang di sekitarnya begitu menyayangi dan mencintainya. Muti pun menyesal dengan sikap Alfin yang selalu memberi harapan kosong. Bertahun lamanya Icha menanti kepulangan ibunya karena semua janji Alfin akan kebahagian putrinya. Sisi jahat Muti terkadang berharap lebih baik Alfin dan keluarganya mengarang cerita jika ibu kandung Icha sudah meninggal agar tak ada lagi pertanyaan mana mama atau kapan mama pulang dengan demikian tak akan ada lagi penantian panjang. *** Pukul 5 pagi Icha sudah bangun. Ia masih tampak malas-malasan di dalam selimut bergambar tokoh kartun kesukaannya, little pony. Muti selalu membiasakan Icha agar bangun pagi. Gadis itu juga yang mengajarkan Icha sholat dan menghafal surat-surat pendek dalam kitab suci Al-qur'an. Ada banyak hal baik yang ditanamkan dalam kepribadian Icha sehingga ia tumbuh menjadi anak sholehah dan penurut. "Icha sudah bangun belum?lihat ada siapa nih!" Sang Nenek masuk ke dalam kamar cucu kesayangannya. Wanita paruh baya itu memperlihatkan wajah cerahnya. Ia bersiap memberikan kabar gembira untuknya. "Ada siapa Nek?" Icha bangkit. Terkadang Icha berharap jika ada kejutan, kejutan itu adalah kepulangan Mamanya yang sangat ia rindukan. Sayangnya semua hanya angan semata. "Mommy sama Daddy." Bu Sarah memberi tahu Icha. "Hallo cantik! Sudah bangun?" Terdengar suara merdu seorang wanita muda menyapa Icha. Dia adalah Serly menantu Bu Sarah alias kakak ipar Alfin. "Mommy!!" Teriak Icha girang. Serly memeluk Icha yang dibalas Icha dengan pelukan erat. Keduanya saling melepas rindu. "Nih Mommy bawa banyak hadiah buat Icha." Serly memberikan beberapa papper bag kepada Icha. Dilihat dari tulisannya sudah bisa ditebak jika itu berisi pakaian, sepatu dan mainan. "Makasih Mommy, Icha sayang Mommy!" Icha mengecup pipi Serly. Tantenya itu sungguh baik mirip ibu peri yang selalu memberikan hadiah-hadiah yang membuatnya bahagia tak terkira. "Daddy mana?" tanya Icha tentang omnya yang belum menampakkan diri. "Hai sayang! Apa kabar? " Tiba-tiba omnya yang bernama Alex muncul dari balik pintu. Pria tampan berambut hitam legam itu lalu mendekat untuk bergabung bersama di atas ranjang. "Daddy...,Icha kangen." Icha langsung menerjang dan memeluk Alex, mengabaikan Serly yang menatap keduanya penuh senyum. Gadis kecil di hadapannya itu sangat menggemaskan. Bu Sarah pun tersenyum senang melihat kedekatan mereka. Anak menantunya itu seolah merupakan orangtua kandung cucunya. Alex dan Serly sangat menyayangi keponakannya. Sayangnya mereka sibuk bekerja dan menetap jauh di Malaysia sehingga sangat jarang bertemu dengan Icha. "Buka dong hadiah nya!nenek mau lihat." Perintah Bu Sarah tak sabar. "Icha mau sholat dulu," ucap Icha. Ia masih mengingat aktivitas yang akan dilakukannya yang sempat tertunda. "Oke...Mommy sama Nenek tunggu di sini," ucap Serly. Ia bangga kepada keponakannya, walaupun masih kecil sudah bertanggung jawab. "Ayo sini Tante antar." Muti yang baru keluar dari kamar mandi meraih Icha ke dalam gendongannya dan membimbingnya berwudhu dan sholat subuh. ***  Alex, Serly dan Bu Sarah duduk santai di teras rumah. Mereka melepas rindu setengah hampir 6 bulan tidak berjumpa. Satu semester terasa lama. Bu Sarah sebenarnya menginginkan putra sulungnya kembali ke Jakarta, namun Alex terikat kontrak kerja di Malaysia. "Kalian mau di sini berapa lama?" Bu Sarah bertanya sambil menatap anak sulungnya, Alex. "Alex 3 hari kalau Serly sepertinya akan lama, mungkin sebulan," jawab Alex. "Sebulan?" Bu Sarah merasa aneh. Tumben sekali menantunya ingin berlama-lama lantas bagaimana pekerjaannya. "Aku kebetulan sudah resign." Serly seolah bisa menerka pikiran ibu mertuanya, ia langsung memberikan informasi tentang statusnya. Akhirnya wanita yang berprofesi sebagai pramugari itu mengakhiri karirnya. "Oh gitu... syukurlah, jadi kamu bisa segera memikirkan untuk memiliki anak," ucap Bu Sarah antusias. Selama ini Serly selalu menunda kehamilan dengan alasan karirnya. Terkadang Bu Sarah merasa kesal. Tanpa bekerja pun kebutuhan Serly sudah terjamin. Ia juga menyesalkan anak menantunya yang memilih bekerja di luar negeri menjadi TKI. "Sebenarnya sudah dua tahun ini kami menjalankan program kehamilan, tapi hasilnya selalu gagal bahkan dokter memvonis Serly tidak bisa hamil, Bund. Kami pun berusaha dengan pengobatan tradisional namun selalu gagal," ucap Alex dengan nada sedihnya. Sang istri yang duduk di dekatnya pun berusaha menahan tangisnya. Ini merupakan kabar buruk bagi pasangan suami istri itu. Serly merasa gagal menjadi seorang istri. "Apa?!" Bu Sarah terkejut. Harapannya untuk menimang cucu lagi akhirnya kandas. "Iya Bund," Serly mengangguk. Ia pun tak kalah sedih merasa menjadi seorang perempuan tak berguna. "Bunda turut prihatin. Kita pasrahkan kepada Allah. Mudah-mudahan terjadi keajaiban."Bu Sarah berkata bijak. Ia bukan sosok mertua jahat yang banyak menuntut. "Amin," ucap Alex penuh harap. Sudah sejak lama keluarga Setiyadi menunggu kelahiran cucu dari anak pertama mereka. "O ya, rencananya kami ingin membawa Icha," ucap Serly tiba-tiba. Sejak sebulan yang lalu ia dan Alex telah membahas masalah Icha. Mengambil Icha adalah solusi yang dianggap tepat oleh mereka. Untuk melengkapi keluarganya. "Maksud kalian apa?" Bu Sarah tidak paham dengan kata "membawa" "Serly dan Kak Alex ingin mengasuh dan membesarkan Icha. Kami akan membawanya ke Malaysia untuk tinggal bersama." Serly menjawab dengan jelas. "Tidak. Kalian tidak bisa begitu saja membawanya. Ada Alfin ayahnya yang pasti tidak setuju. Kalian ini apa-apaan." Bu Sarah langsung keberatan. Ia tak ingin berjauhan dengan cucunya. "Bunda, kami mohon. Kami sangat menyayangi Icha. Kami ingin menjadi orang tua yang baik untuknya. Insya Allah kami akan selalu menyayanginya sepeti anak kandung kami sendiri. Lagipula Bunda lupa ya kalau secara hukum nama orang tua Icha yang tertera di akta kelahirannya itu kami." Alex membantu istrinya melakukan serangan kepada sang ibu. Mereka menginginkan Icha untuk menjadi bagian dari keluarganya. Bu Sarah terdiam. Perkataan Alex seratus persen benar. Dulu waktu Icha masih bayi dan Alfin tidak mau peduli dengan Icha, Bu Sarah menyarankan agar Alex dan Serly mau mencantumkan nama mereka di akta kelahiran Icha demi status Icha dan masa depannya. Di depan hukum, Icha anak sah mereka berdua. Alfin tak berhak apapun jika ia akan menuntut. Menyadari hal tersebut, Bu Sarah tak bisa berkutik. Ia kalah telak. *** Alfin baru saja pulang dari kantornya. Kemarin sepulang dari Bandung ia langsung ke apartemennya. "Icha mana Bun?" tanya Alfin perihal anaknya. Ia sangat merindukannya. "Lagi diajak jalan-jalan sama Alex dan Serly," jawab Bu Sarah. "Kak Alex dan istrinya ada di sini? Kok dia gak ngasih kabar." Alfin kaget. "Iya tadi malam," jawab sang Bunda. "Alfin...," Bu Sarah menatap putra bungsunya. Ia ingin bicara serius. "Iya Bund." Alfin sedikit heran. Kenapa wajah ibunya berubah muran. "Kamu harus secepatnya menikah dengan Mutiara!" Bu Sarah berkata seolah memerintah. Ia telah memikirkan hal itu dengan masak. "Apa? Tidak Bunda, Alfin tidak mau. Alfin tidak mencintainya, Mutiara berhak bahagia dengan pria yang mencintanya. Pria yang lebih baik dan pantas. Bukan Alfin." Alfin keberatan. Sekali lagi ia memberikan penolakan. Ia merasa bukan lelaki yang pantas disandingkan dengan Mutiara. Dirinya hanya lelaki yang penuh dosa dan gagal move on. "Muti mencintai kamu. Sudah lama ia menyukaimu. Berusahalah untuk mencintainya. Dia gadis yang tepat untukmu. Jika kamu tidak mau kehilangan Icha maka nikahi dia." Bu Sari berkata dengan tegas dan jelas. Ia juga menyinggung masalah Icha. "Kenapa Bunda bicara begitu?" Alfin tidak paham. Ada apa dengan putrinya. "Bunda akan memberikan Icha kepada Alex dan Serly. Ingat secara hukum mereka adalah orang tua Icha, "ucap Bu Sarah penuh peringatan. Bagi Bu Sarah ini adalah saat yang tepat untuk menekan putranya yang keras kepala agar mau menurutinya. Kata-kata ibunya membuat Alfin tertekan, belum usai masalah pencarian Rara yang berakhir dengan kegagalan, kini ia harus menghadapi masalah Icha yang akan dibawa pergi oleh kakaknya dan perjodohannya dengan Muti. Tidak, ia tidak mau kehilangan Icha. Dulu, ia memang tak menginginkannya tapi sekarang Icha adalah sesuatu yang paling berharga. Anak itulah yang membuat dirinya bangkit dari keterpurukan. Dialah masa depannya dan alasan untuk bertahan dalam luka penyesalan. ***** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN