Book 1, Chapter 4 - Bad Day -

2203 Kata
"Vincent Wijaya Evo level E, [Test 1] [1000kg], [Test 2] [ 15 detik], [Test 3] [134], [Test 4] [400]" Semua mata memandang ke arahku dari kejauhan, sepertinya mereka juga melihat hasil tes ku, sebagian dari mereka memandangku dengan wajah kasihan, sebagian memandangku dengan tatapan merendahkan dan sebagian bahkan tidak peduli. Sebagian besar dari mereka adalah teman-teman sekolah dan beberapa teman kuliahku, ya memang aku tidak mengenal mereka, namun namaku cukup terkenal disekolah, aku dikenal sebagai anak pendiam dan anti sosial. Sebenarnya bukan keinginanku untuk menjadi anti sosial, tetapi aku tidak percaya diri untuk berbicara pada orang lain. Kusandarkan tubuh ku pada pohon besar di belakangku, Husk masih duduk di sampingku, berbeda dengannya yang telah mencapai tahap kedua dari evolusi, aku merasa diriku tidak berguna waktu itu. "Evo Level-E? Mungkin membunuh tikus mutasi pun akan sangat sulit bagiku!" Aku merasa sangat putus asa hari itu, beberapa saat kemudian aku mendengar suara tawa dari kejauhan, saat kuarahkan mataku untuk melihat dari mana suara itu datang, ternyata suara tawa itu berasal dari tiga orang yang memukuliku sebelumnya. "Haruskah aku kembali ke kamar?" Aku bertanya dalam hati, namun sebelum pertanyaanku terjawab suara Kapten Abimanyu terdengar dari kejauhan. "Seluruh peserta berkumpul!!" Suaranya terdengar hingga seluruh sudut markas. "Tap.. Tap.. Tap.. " Seluruh peserta latihan berlarian ke barisan mereka masing-masing, langkah kaki mereka menimbulkan suara yang khas. Aku berjalan dengan santai ke tempatku berbaris sebelumnya, aku berdiri di bawah pohon yang tidak jauh dari lapangan pelatihan, jadi aku bisa mencapai barisanku tanpa berlari. ... Mata kapten Abimanyu memandang keseluruh barisan peserta pelatihan, ke kanan, kemudian ke kiri, yang mengejutkan adalah matanya terhenti ke arahku, dan memandangku tajam. "Oh Tuhan, matilah aku!" Pikirku, keringat mulai menetes dipunggung dan dahikku, sedang mata Kapten tertuju padaku seluruh peserta lain tentunya menyadari tatapan mata Kapten juga. Firasatku makin bertambah buruk. "Kalian yang telah menjalani tes akan dibagi ke dalam masing-masing tim, setiap tim terdiri dari 4 orang." Di luar dugaan, Kapten Abimanyu kemudian menarik tatapannya dari padaku dan melihat ke arah peserta yang lain, dan mulai menjelaskan informasi selanjutnya. "Few.." Aku bernafas lega memikirkannya, entah mengapa tubuhku terasa lemas saat Kapten melihat ke arahku. "Lihatlah jam pada tangan kalian, jam itu juga berfungsi sebagai alat identifikasi mutan, beberapa di antaranya telah berhasil diidentifikasi oleh tim pemburu kita, salah satunya adalah Mr. Frank yang menjadi pemandu kalian di rumah sakit. " "Alat itu akan otomatis menunjukkan informasi tentang mutan yang kalian temui dimana saja, namun, kalian harus berhati-hati kepada spesies-spesies yang belum teridentifikasi, karena kita belum mengetahui kekuatan mereka. Jam tersebut juga secara otomatis akan merekam kecepatan, kekuatan dan berbagai informasi yang kalian sampaikan saat bertarung melawan mutan. Tentunya kalian akan mendapatkan hadiah dari aliansi bangsa-bangsa untuk setiap spesies yang berhasil teridentifikasi." "Selanjutnya adalah rec-drone, rec-drone adalah robot otomatis yang akan merekam jumlah mutan yang kalian bunuh beserta tingkat masing-masing mutan, semakin banyak dan tinggi tingkatan mahluk yang kalian bunuh rangking kalian akan naik. Aliansi bangsa-bangsa telah menyiapkan berbagai perlengkapan khusus yang tidak dibuat dalam jumlah besar bagi mereka yang berhasil meraih rangking teratas." Kapten Abimanyu menjelaskan secara detil mengenai informasi dasar yang dibutuhkan para peserta pelatihan. "Untuk saat ini hanya itu informasi yang bisa saya sampaikan, informasi lainnya kalian bisa mendapatkannya melalui jam di tangan kalian. Prajurit! Bubar!" Kapten Abimanyu membubarkan pasukan, sebuah perintah yang sudah dari tadi aku tunggu. "Sebentar! Khusus untuk Vincent Wijaya, Kau tinggal di tempat!" Belum sempat bergembira karena tes awal selesai, aku sudah harus bersedih karena firasat buruk-ku terbukti benar. "Sial, firasatku terbukti" Ujarku dalam hati, perasanku bercampur aduk, antara bingung, kesal dan takut. Peserta yang lainnya melihat ke arahku perihatin. "Kasian dia, habis sudah masa depannya" Seorang peserta ujian bercanda dengan kawan di sebelahnya. "Betul, malang betul nasibnya, sudah dibully oleh senior, dan juga mendapat nilai tes yang buruk" Seorang di sebelahnya menimpali. ... "Lapor pak! Peserta Vincent Wijaya siap menerima perintah pak!" Aku berdiri di hadapan kapten Abimanyu sambil memberikan hormat militer. "Baiklah! Ikut aku!" Katanya singkat sambil berjalan di depanku. Melihat responnya aku semakin bingung, namun aku tidak berani berlambat-lambat, aku berjalan mengikutinya ke arah fasilitas penelitian. [Fasilitas Penelitian] Gedung besar yang terlihat megah dan dipenuh senjata berteknologi tinggi disetiap sudutnya, terpampang di hadapanku, gedung itu terlihat seperti markas besar pahlawan super di kartun-kartun yang aku tonton. Mataku melihat setiap detil bangunan tersebut, dengan cepat seluruh informasi dan jumlah senjata telah aku hafalkan dan ingat. "Shing.. Shing. " Pintu baja tebal di hadapanku terbuka secara otomatis, tepat di belakangnya terdapat dua orang paskuan dengan badan tinggi tegap, melihat kehadiran Kapten Abimanyu, kedua orang tersebut dengan sigap memberi hormat. "Selamat Sore Pak!" Ucap kedua orang tersebut, seraya mengangkat tangan kanan mereka secara bersamaan. "Ya." Jawab Kapten Abimanyu singkat, kedua orang tersebut tidak terlihat terganggu dengan cara Kapten menjawab mereka. ... "Fasilitas ini besar sekali, sudah 20 menit kita berjalan dan belum sampai juga." Ujarku dalam hati. Fasilitas penelitian ini benar-benar luas dan dijaga dengan ketat, setiap pintu baja selalu terdapat penjaga yang menjaganya. Tiba-tiba Kapten Abimanyu berhenti di depan sebuah gang, aku merasa bingung sangat jelas bahwa kami belum sampai ketempat tujuan kami, namun dia berhenti. Kapten kemudian menekan tembok besi di depannya, kemudian muncul sebuah lubang kecil tempat memasukkan sebuah kartu. "Eh?! Dari mana munculnya?" Kataku terkejut, dan sekaligus kagum atas kemajuan teknologi yang sampai saat ini baru pertama kali ku lihat. "Melakukan Scan!" Beberapa saat kemudian, terdengar suara yang entah dari mana datangnya yang datang bersamaan dengan sinar laser yang kemudian melakukan scanning wajah Kapten dan wajahku. "Data diterima! Selamat datang Kapten Abimanyu dan Prajurit Vincent Wijaya! Mohon memasuki lift dalam 3.. 2.. 1.." Bersamaan dengan suara itu, Kapten bergegas masuk dan aku mengikutinya dari belakang. "Whing!" Lift itu meluncur dengan kecepatan tinggi ke bawah tanah, kecepatannya mencapai 250km/jam. Jantung rasanya ingin copot saat itu. "Gila!! Apa lagi ini! " Ucapku seraya lift dengan cepat menuju inti bumi, 1 menit kemudian lift berhenti. "3 menit, dengan kecepatan kira-kira 250 km/jam, setidaknya kita berada 12 kilometer di bawah tanah" Dengan cepat otakku berkalkulasi, ini belum pernah terjadi sebelumnya dan aku merasa sungguh aneh dengan pengalaman ini. Tidak lama berselang lift terbuka, dan Kapten berjalan keluar, aku bergegas mengikuti dari belakang, lift tersebut menghilang dan menjadi tembok biasa, seperti tidak ada apa-apa disana. Ku alihkan pandanganku dan berusaha mencari arah ke mana Kapten pergi, namun pemandangan di hadapanku mengejutkanku! Sebuah ruangan besar penuh dengan alat-alat teknologi tinggi berada di depanku, berbagai jenis manusia dari berbagai bangsa ada di sana, tidak jarang mutan juga terlihat, tentunya merupakan partner dari para tentara. Rungan itu begitu luas, sehingga tidak melebih-lebihkan bila menyebutnya sebagai kota. Mungkin 3 juta manusia bisa masuk ke dalamnya, bahkan mataku yang dapat melihat dengan sangat baik, kesulitan melihat ujungnya. "Vincent! Ke sini! Aku tidak menyukai prajurit yang tidak disiplin!" Lamunanku buyar oleh teriakan dingin Kapten dari kejauhan, para peneliti itu sepertinya sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Aku bergegas berlari mengikuti Kapten, saat itu aku benar-benar gugup. ... Kapten kemudian masuk ke dalam sebuah bangunan di kota tersebut, di pintu masuk terdapat 2 orang penjaga yang membawa pedang besar di punggungnya, tinggi mereka masing-masing 2,6 meter dan 2,7 meter. Wajah mereka dingin sama seperti Kapten Abimanyu, aku tentunya tidak berani memandang wajah mereka berlama-lama, aku masuk mengikuti kapten melewati kedua penjaga tersebut. "Permisi" Ucapku seraya aku masuk melalui pintu besi tadi, saat aku masuk kulihat meja rapat oval disertai beberapa orang ilmuan dan anggota militer yang duduk mengelilinginya. Seluruh individu yang ada di dalam ruangan mellihat ke arahku, tak lama seorang di antara ilmuan berdiri dan memandang ke arahku. "Dokter Arum?" Ujarku pelan, wajahku jelas terlihat kebingungan tentang seluruh hal yang terjadi hari ini. "Vincent! Kemari!" Dokter Arum memanggilku, dan aku berjalan ke arahnya. Seluruh mata mengikuti setiap langkahku, aku merasa sedikit tegang dan aneh, namun aku sudah terbiasa dengan hal-hal semacam ini, karena begitulah cara orang memandangku semenjak sekolah dulu. "Bingung?" Dokter Arum bertanya seakan mengetahui isi pikiranku. Aku hanya mengangguk tanda setuju, sambil memandang wanita cantik di hadapanku ini. "Hadirin sekalian, dan yang terhormat Jendaral Fendler Smith dari aliansi bangsa-bangsa, dan Juga Kapten Abimanyu, serta rekan-rekan ilmuan dan anggota militer." "Vincent Wijaya merupakan prajurit baru terburuk dalam sejarah aliansi bangsa-bangsa" Ucap dokter Arum yang mengejutkanku seraya menatapnya dan berusaha mencerna arti perkataannya. Seluruh individu yang ada di dalam ruangan melihat ke arahku, sebagian bingung, sebagian melihatku dengan wajah yang serius. Tidak lama kemudian, dokter Arum melanjutkan penjelasannya. "Itu bila kita memandangnya dari kekuatan fisiknya! Vincent Wijaya memiliki nilai terendah dalam seluruh tes fisik yang ia lakukan, namun dia mendapatkan nilai test tertinggi dalam test Intelligent Quality (Kualitas Kecerdasan), nilai IQ-nya adalah 400 atau skor sempurna, satu-satunya manusia di seluruh dunia yang mampu melakukannya hanyalah dia." "IQ tertinggi yang pernah diraih manusia adalah 220, dan orang itu adalah saya. Saya yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda dengan evolusi yang dialami Vincent. Dia mengalami gejala evolusi yang lebih berat dari seluruh peserta test yang lain, dan dia hampir mati karenanya. Hal itu lucu karena meskipun evolusinya gagal setidaknya dia akan tetap hidup sebagai setengah monster. Namun, di luar dugaan dia hampir mencapai titik kritis. " "Vincent, apakah setelah evolusi kamu merasa dapat berfikir lebih cepat?! Atau dapat menghafal lebih mudah?" Dokter Arum mengalihkan pandangannya dari audiens dan memandang ke arahku, matanya bersinar penuh harap. "B..Betul dokter, dan bukan hanya itu, aku juga dapat mengingat setiap karakter dari semua buku yang pernah k*****a semenjak kecil dulu" Sambil terbata-bata aku menjawab pertanyaan dokter Arum. Ruangan tersebut sontak menjadi riuh, seorang antara yang lain saling berbicara tentang keanehan pada diriku. Hanya jendral Fendler yang terlihat tenang, namun anehnya tubuh jendral Fendler tidak memancarkan aura apapun, benar-benar seperti orang biasa. Berbeda dengan aura pembunuh milik Kapten, yang membuatku gemetar setiap mengingatnya. "Pernyataan itu membuktikan hipotesisku yang pertama, bahwa Vincent mengalami Evolusi Otak dan bukan evolusi tubuh, dan beberapa penelitian dari tahun 1678 hingga sekarang yang telah saya pelajari, memberikan sebuah hipotesis baru, bahwa manusia yang memiliki IQ diatas 380 mampu untuk menggunakan Telekinesis meskipun itu belum terbukti." Dokter Arum menjelaskan, dan hal itu juga menjelaskan mengapa Kapten memberikan pil berharga itu padaku. Kini aku tau bahwa diriku mengalami kasus evolusi yang benar-benar berbeda dengan para peserta lain, bahkan berbeda dengan manusia-manusia lainnya. "Vincent, coba pusatkan perhatianmu pada pulpen ini!" Dokter arum memerintahkan aku. "Baik!" Jawabku singkat sambil memfokuskan perhatian dan pikiranku pada pulpen di tangan dokter Arum. "Sekarang bayangkan pulpen ini melayang 30 centimeter dari tanganku" Tambahnya. Tanpa mengeluarkan suara, aku melakukan apa yang disuruhkannya padaku, beberapa saat kemudian kurasakan sebagian energiku mulai bergerak, dari setiap bagian tubuhku mengalir kekepalaku. "Whosh!" Dengan cepat pulpen di tangan dokter arum terangkat, terkejut, aku kehilangan fokus dan pulpen itu terjatuh kelantai. [Hening] Tidak ada suara di dalam ruang tersebut, bahkan mata Jendral Fendler pun bersinar memandang kejadian di hadapannya. "Hal itu membuktikan hipotesisku yang ketiga," Dokter Arum menambahkan, keringat mulai menetes dipipiku, entah mengapa aku merasa melelah. "Vincent, coba lakukan hal yang sama pada kursi ini!" Dokter Arum memerintahkanku lagi, kali ini objeknya lebih besar dan berat. Tanpa berbasa-basi aku memfokuskan pandanganku pada kursi tersebut, sedikit rasa senang dalam hatikku, mengetahui bahwa aku ini bukanlah orang tidak berguna. Bersemangat ku kerahkan seluruh energi dari tubuhku dan membayangkan kursi di hadapanku terangkat. "Whosh" "Whosh" Perlahan-lahan bangku itu mulai beranjak meninggalkan lantai ruangan, keringat mengucur deras dari dahiku, menetes hingga leher dan bahuku. Karena begitu senang dengan kekuatan baru yang kumiliki, aku tidak menyadari bahwa wajah-ku pucat pasi, sangat pucat hingga terlihat seprti orang mati. "Whosh" Bangku besi yang setidaknya memiliki berat 20 kg itu melayang 1 meter diatas tanah, semua orang dalam ruangan terfokus pada kursi yang melayang di bagian terdepan dari ruangan. "Eh, mengapa tubuhku kehilangan kendali?" Mataku mulai berkabut, kurasakan energi dalam tubuhku seperti hilang lenyap, dan rasa kantuk yang sangat besar menyerangku secara tiba-tiba. "Brukk!" Vincent jatuh ke lantai tidak sadarkan diri, dia tidak menyadari bahwa telekinesis membutuhkan energi yang besar. Hal tersebut juga berlaku sama dengan berfikir, manusia normal akan merasa lebih lelah saat berfikir, ketimbang melakukan pekerjaan fisik. Tentu saja hal itu mengejutkan beberapa orang di dalam ruangan, berbeda dengan respon yang ditunjukkan oleh sebagian orang lain dalam ruangan, dokter Arum tersenyum sambil melanjutkan. "Hal ini membuktikan hipotesisku yang terakhir, bahwa telekinesis membutuhkan energi yang besar untuk dilakukan, permasalahan terpenting untuk kita dan juga Vincent adalah energi dalam tubuhnya sangat sedikit. Hal tersebut berhubungan langsung dengan tingkat kekuatannya, saat ini dia masih jauh dari cukup untuk menggunakan telekinesis untuk membunuh musuh." Dokter Arum menjelaskan, sambil memandang Vincent yang terbaring di atas lantai ruangan. "Dan dalam hal ini aku hanya mampu membantu memerikan supplemen, untuk latihannya aku menyerahkannya pada Kapten Abimanyu." Ucap Dokter Arum sambil tersenyum kearah Abimanyu. Kapten Abimanyu juga tersenyum membalas senyuman dokter Arum, jika Vincent masih terbangun dia akan terkejut mengetahui jal tersebut, Kapten yang selalu dingin pada prajuritnya tersenyum membalas senyuman seorang wanita. Jelas terlihat dokter Arum dan Kapten Abimanyu saling menyukai. ... "Di mana aku, mengapa aku terbangun di tempat ini?" Aku tersadar di atas meja perawatan fasilitas bawah tanah milik aliansi bangsa-bangsa, mataku menyusuri setiap sudut kamar. Namun aku dikejutkan oleh aura pembunuh dari sudut kamar, saat kulihat ke arah aura tersebut: "Kapten!?" Aku dikejutkan oleh sosok Kapten Abimanyu yang duduk di pojok ruangan yang gelap, aura membunuhnya sepertinya sengaja ia lepaskan, aku tidak mengetahui apa yang ingin dia lakukan. To Be Continued!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN