Book 1, Chapter 1 - Evolution -

3605 Kata
[Tahun 2522] Pagi itu pagi biasa, yang dimulai dengan sebuah siklus ajaib yang tuhan ciptakan yaitu, siklus terbitnya matahari dari sebelah timur dan terbenam sebelah di barat. Sinar mentari menyusup melalui celah-celah kamar, membentang membentuk garis terang dan berlabuh di wajah seorang pemuda. Matanya mulai bergerak sesaat setelah sorot cahaya mentari merangsang indera penglihatannya. Merasa terganggu, pemuda itu membuka matanya dan berusaha untuk duduk di kasurnya. "Hoam" "Hmm.." Pemuda itu terbangun sambil mengusap kedua matanya, berusaha mengumpulkan fokus dan kesadarannya. Membentangkan kedua tangannya, sambil menarik nafas panjang.  Tanpa menunggu lama kedua kakinya menapaki lantai kamar dan berjalan ke arah wastafel untuk membasuh muka dan menyikat giginya, diperiksanya dengan seksama seluruh sudut mulutnya, setelah memastikan bahwa keadaan mulut dan giginya baik pemuda itu berjalan menuruni 15 anak tangga yang membawanya ke lantai satu rumah orang tuanya. "Ayah..." "Ibu.." "David..?!" Pemuda itu memanggil kedua orang tuanya juga adik kecilnya dengan sedikit berteriak. "Kemana semua orang??" Pikirnya dalam hati. Tak lama berselang pemuda itu menggumam, seolah membatalkan pertanyaannya sendiri,"Ah sudahlah, tak usah dipikirkan, mungkin ada masalah di peternakan? Ibu mungkin sudah mulai bekerja" "Hmm sarapan sehat agar kuat bekerja hari ini!" Ujarnya. berbicara sendiri sudah menjadi kebiasaannya semenjak kecil. Entah mengapa tapi pemuda itu telah terbiasa melakukannya, aneh memang. Tapi bukankah kita semua memiliki keunikan masing-masing? Tanpa pikir panjang pemuda itu mengambil piring, sendok, dan garpu kemudian mulai menyantap makanan di hadapannya seperti serigala kelaparan. Jam menunjukkan pukul 09:00 pagi. Pemuda tersebut bangun lebih lama dari biasanya, dan tertinggal jadwal hidup rutin yang biasanya ia lakukan. "Wow, enak sekali!" "Terimakasih untuk makanannya," Ujar pemuda itu menepuk kedua tangannya sambil memejamkan matanya, mengucap syukur atas berkat dan rizki yang mahakuasa. Pemuda itu adalah Vincent Wijaya, berusia 20 Tahun. Wajahnya oval meski tidak sempurna, rambut hitam pendek yang berkilau dan mata cokelat khas orang daratan asia, tubuhnya tidak besar dia hanya memiliki tinggi 170 cm, senyum manis menempel jelas di wajahnya dan ditambah dengan kumis tipis di atas bibirnya. Vincent tidak dapat dikatakan tampan, tapi setidaknya tidak terlihat terlalu buruk juga. Meski begitu, senyumnya mampu meluluhkan hati wanita walau dia tidak pernah menyadari hal itu. ** Aku mengganti pakaianku, seluruh laki-laki di atas umur dua belas tahun di haruskan bekerja untuk pemerintah. Keluarga bekerja sebagai peternak untuk menyediakan makanan pada seluruh tentara dan otoritas pemimpin kota.  Keluarga kami cukup beruntung sebetulnya, sebagian perlu menjadi buruh tambang, tempat yang berbahaya. Sebagian menjadi petani di dekat perbatasan, yang cukup berbahaya karena serangan mahluk-mahluk aneh yang kerap bermunculan. "Berangkat!" Aku berjalan keluar rumah dan tidak lupa mengunci pintu seperti biasa dan meletakkannya di bawah karpet di depan pintu, rumah kami tidak besar, seluruh rumah penduduk hampir sama. Tersusun dua lantai dengan luas delapan puluh meter persegi. "Halo!" Ucap ku menyapa tetangga, seraya aku berjalan ke arah peternakan. Orang-orang menghormati ayah dan ibu karena mereka adalah orang yang baik dan pekerja keras, sehingga aku mengenal hampir seluruh tetangga dekat rumahku. Perjalanan menuju peternakan melewati beberapa tempat penting di kota, aku harus melewati kawasan perkantoran dan kemudian melewati pasar dan tempat perbelanjaan. Semua tempat itu memiliki kesamaan, setiap daerah itu di jaga ketat oleh pasukan militer.  Aku selalu bertanya-tanya, keadaan begitu aman namun mengapa para pasukan di tempatkan hampir di setiap sudut kota. Penduduk rendahan seperti kami tidak diijinkan untuk tau lebih jauh, para penjaga dan tentara tak segan mengangkat senjata bila ada yang melawan. "Eh?! Ada apa itu?" Aku bergumam sambil melihat ke arah keramaian, tempat itu adalah kawasan perkantoran dimana pada jam ini seharusnya berada pada jam-jam sepi, tapi saat itu banyak sekali orang berkerumun melihat kearah terbitnya matahari. Tentara menghalau orang-orang yang hendak mendekat, membuat kericuhan kecil terjadi. Penasaran, akupun berjalan kearah kumpulan orang itu berusaha ingin mengetahui juga apa yang sebenarnya mereka lihat. "Eh?! Apa itu?!" Kata seorang pria kepada teman di sebelah-nya. "Tidak tau, tapi bentuknya seperti awan," "Eh, kau mendengar itu? Ada suara dengungan, seperti suara nyamuk!" Pria di sebelah-nya menjawab dengan pertanyaan. "Aku rasa itu bukan awan, coba lihat lagi! Itu seperti, belalang!" Pria yang sebelumnya berkata sambil mencoba untuk melihat lebih jelas. "Gila, apa itu?" Pikir ku sambil mengurung kan niat-ku untuk mendekat, aku sudah berjalan beberapa langkah ke arah kerumunan namun berhenti setelah mendengar suara berdenging yang cukup keras. "Lari!! Itu belalang!!" Teriakku dari kejauhan, belalang yang terkena virus menjadi pemakan manusia yang berbahaya, dan mereka adalah salah satu tanda bahwa binatang-binatang buas telah memasuki wilayah manusia. Hal itu juga menandakan bahwa virus berbahaya yang pemerintah bernama E-Virus telah mencapai koloni 211. "Sial ini gawat, virus itu sudah mencapai koloni kita" Teriak seorang keamanan yang menjaga gedung perkantoran dan mengarahkan senjata-nya ke arah awan hitam itu. Mendengar teriakan ku, kerumunan itu mulai berlari secepat yang mereka bisa. Namun nahas, belalang-belalang itu jauh lebih cepat dari mereka, dengan cepat ribuan belalang hinggap di atas kerumunan orang itu, menutupi tubuhnya sampai tidak ada bagian tubuh yang terlihat lagi. Hal yang mengerikan adalah hanya dalam beberapa menit saja, orang tersebut habis dan hanya meninggalkan tulang, seluruh daging dan organ tubuhnya menjadi makanan untuk para belalang. Gigi mereka se-tajam silet sehingga sangat mudah untuk memotong kulit, daging dan bahkan tulang. "Ahhhh!! Tolong aku! Siapapun tolonglah!" "Ahhh, Tidakkk!" Seorang ibu berteriak saat belalang itu hinggap di kakinya, dia berlari sekuat yang ia bisa, namun tetap saja tidak bisa mengalahkan kecepatan terbang belalang-belalang itu. Wanita itu berteriak sangat keras, dia terjatuh, berguling beberapa kali. Teriakannya penuh dengan kesakitan, namun tidak berlangsung lama, hanya dalam hitungan detik seluruh tubuhnya berubah menjadi sekumpulan tulang belulang. "Gila! Ini Benar-benar gila!" Melihat hal itu, kakiku gemetar, wajah-ku pucat, seluruh bulu kuduk-ku berdiri.  "Mereka bilang semua akan aman, b*****t!"  "Sial!" "Ayo bergerak!!!" Aku membatin, kedua kakiku tidak mau bergerak karena ketakutan. Melihat manusia mati dengan begitu mudahnya membuat timbulnya rasa putus asa dalam hatiku, benar-benar sangat mengerikan, bulu kuduk-ku berdiri melihat darah berceceran di jalan dan beberapa dari belalang itu hinggap diatas percikan darah seolah tidak menginginkan ada makanan yang terbuang. "Apakah aku akan mati hari ini?!" Aku bertanya pada diriku sendiri. "Aku mohon bergeraklah!!" Aku berteriak sambil berusaha menggerakkan kakiku, dan diluar dugaan kakiku dapat bergerak. Aku berlari secepat yang aku mampu, dibekali stamina yang baik aku berlari tanpa henti melewati jembatan kearah peternakan miliki keluargaku. ** "Hmm" "Haah" Pintu gerbang peternakan terbuka, tidak terlihat penjaga dengan senjata lengkap yang biasanya berjaga di pos-nya. Tempat ini cukup dekat dengan perbatasan sehingga tentara di tempatkan di sini untuk menjaga pekerja dan hewan ternak. Lagi pula seharusnya di dalam kandang selalu ada Husk yang menjadi anjing penjaga, namun saat ini suaranya tak terdengar. "Apa yang terjadi!!" Aku melewati pintu kandang, aku berusaha agar langkah-ku tak terdengar. Berjalan melewati gerbang, aku di sambut oleh kandang yang telah hancur dengan lubang, ayam-ayam tak lagi kutemukan, hanya bercak darah dan bulu-bulu sisa. "Kemana ayam-ayam-ku?! Husk! Where are you?!" Aku berteriak memanggil Husk, saat aku melatih-nya dari kecil aku selalu menggunakan bahasa persatuan.  Mendengar tidak ada jawaban aku memberanikan diriku dan berjalan kearah kandang, kawasan peternakan keluargaku yang tidak besar namun tidak dapat dikatakan kecil juga, peternakan-ku berdiri diatas tanah yang sebagian semak-semak seluas karena berada di pinggir kota dan menjadi kawasan yang tidak berpenduduk. Pemandangan didalam kandang mengejutkan-ku, ayam-ayam yang biasanya menyambut aku di pintu kandang kini lenyap, ini mengejutkan karena jumlah mereka adalah 10000 ekor. Hilang dalam satu malam, mereka di tempatkan di beberapa bagian kandang berbeda. Aku memasuki kandang, melihat bekas cakar dan reruntuhan di bagian-bagian kandang yang terbuat dari kayu dan kawat besi.  Sebuah lubang besar terlihat menganga, terlihat genangan darah di sana. ** "Tsk.. Tsk.. Tsk" Aku berada didalam kandang saat aku mendengar, semak-semak di kejauhan bergoyang. "Duup.. Duup.. Duup." Jantung-ku berdebar sangat keras, hingga terdengar jelas di telinga ku. "Hisssss"  Suara desis terdengar dari semak di kiri ku, aku menggeser tubuhku ke arah suara itu. Namun yang kudapati hanya semak yang bergoyang lembut. "Sial! Apa itu?!" Aku mengumpat. "Hisssss"  Suara lain terdengar di sebelah kananku, aku sedikit melompat karena suara itu terasa begitu dekat.  Tak lama berselang sebuah kaki besar keluar dari semak-semak, jarinya dilengkapi dengan kuku yang tajam, dipenuhi dengan bulu putih yang indah. Seekor anjing besar keluar secara perlahan, air liurnya bercampur dengan darah, potongan kepala ayam besar masih tersangkut di mulutnya, anjing itu bertinggi kira-kira 1,5 meter dan aku sangat mengenalnya. "Husk!" Aku berujar pelan, seolah tidak ingin mahluk itu mengetahui aku ada di situ. Semua perasaan antara peliharaan dan tuannya lenyap. Di gantikan perasaan takut dan gentar, di luar dugaan Husk melihat ke arah ku. Ia berlari dan melompat ke arah ku! "ROARRR!!" Ia mengaum.  Aku menutup mataku, ketakutan. Namun Serangan yang ku tunggu tak pernah datang, aku membuka mataku. Tak menemukan siapapun di hadapanku, namun suara pertarungan terdengar di belakang tubuhku.  "Hisss!" "BOOM!!" Tubuh Husk terlempar, ia ter-hempas akibat serangan seekor mahluk lain. Seekor ular besar, berukuran lebih dari dua puluh lima meter. Bukan ular biasa, karena empat buah kaki kecil tumbuh di sana. Ia menatap ku! Ular itu melompat ke arah ku, tubuhnya sebelumnya melingkar seperti per. Aku melompat ke kanan, berusaha melompat dengan seluruh kemampuan yang ada, namun taringnya mengenai lengan-ku.  "Habislah aku," Aku membatin, keringat dingin mulai bercucuran di punggungku, perasaan takut ini belum pernah kutemukan sebelumnya, bahkan belalang-belalang itu tidak membuatku se-takut ini. Ular itu kembali memandang ku, serangan kedua hendak ia lakukan. Aku hanya bisa terdiam, darah membanjiri lengan-ku.  "ROAR!!" Auman keras Husk terdengar, giginya menggigit bagian di bawah kepala ular. Ular itu berusaha melilit Husk, anjing itu menusuk cakar-nya ke mata ular itu.  Ular dan anjing terlibat pertarungan, sang ular melilit Husk. Husk berusaha membunuhnya sebelum tubuhnya remuk oleh lilitan ular hitam itu.  Lilitan-nya semakin kuat, Husk semakin sulit bernafas. Namun ia menolak menyerah dan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk satu gigitan ini. Tubuh Husk mengejang, lilitan ular semakin kuat, Husk bergetar, kehabisan nafas. Ketika aku merasa bahwa Husk sudah berada di ujung nafas-nya, lilitan ular itu mengendur, dan tubuhnya tergeletak. Tubuh lemah Husk merosot pelan dari lilitan ular itu, sementara aku mematung, tak berani bergerak.  "Rrrr" Erangan terdengar dari mulut Husk, seekor anjing yang kini lebih mirip seekor serigala.  Matanya menatap tajam ke arah ku, berwarna merah, ia berusaha berdiri. Kemudian mengguncangkan tubuh dan kepalanya, dengan cakar-nya ia menghancurkan kepala dan perut ular, memakan otaknya.  Perut ular itu terbuka, isi perutnya menyeruak. Tangan dan kaki manusia terlihat, bahkan senjata para tentara pun ikut di telan olehnya. Namun yang aneh adalah, tidak ada ayam di sana, hanya manusia.  "Lalu siapa yang memakan ayamnya?" Aku membatin, memandang ke arah Husk. Ia pun memandang ke arah ku.  "Sial!" "Oh Tuhan! Masa aku mati di tangan peliharaan-ku sendiri?! Tidak, mungkin dia masih mengingat aku! Ya! Aku harus mencobanya," Aku membatin sementara Husk berlari ke arah ku dan hanya beberapa meter dari tempat ku berdiri, matanya merah menyala dan air liur bercampur darah menetes di sisi-sisi mulutnya. "Husk! This is me! Don't your remember me buddy?" "Husk! Ini aku, tidakkah kau mengingat aku kawan?" Aku berusaha mengingatkan Husk, namun sepertinya percuma, dia tetap berlari ke arah ku dan berada tepat di wajah-ku! "Groarrr" Husk menggonggong sesaat sebelum ia menggigit bahuku yang sebelumnya telah terluka oleh ular besar itu. Merasakan sakit yang amat sangat aku berteriak,"STUPID DOG!! SO THIS IS HOW YOU PAY ME BACK AFTER ALL I'VE DONE TO YOU?!" "ANJING BODOH!! INIKAH CARA KAU MEMPERLAKUKAN AKU SETELAH SEMUA YANG TELAH KULAKUKAN?!" Aku berteriak sekuat tenaga, teriakan-ku membawa marah dan kesedihan-ku. Aku berfikir inilah saat aku akan mati, mati dibunuh oleh peliharaan yang ku pelihara semenjak kecil dengan penuh kasih sayang. Aku memejamkan mataku, aku sudah menyerah dan menunggu datangnya serangan selanjutnya, namun gigitan Husk yang kedua tidak pernah datang. Penasaran, ku buka mataku dan melihat Husk membungkuk di sebelah ku sambil mengeluarkan suara kas anjing yang sedang memohon tuannya. "Yeah Right, Crouching like that! Don't move before i told you!" "Ya seperti itu! Jangan bergerak sebelum aku memerintahkannya!" "Few.." "Sial aku kira aku akan mati!" Ujar ku pelan sambil menahan sakit yang amat sangat, tanpa ku sadari racun dan virus memasuki tubuhku. Mata Husk memancarkan sinar seperti yang biasanya, seperti Husk yang aku kenal. Di luar dugaan bahwa hewan yang terinfeksi virus hanya akan menjadi buas saat mereka akan ber-evolusi saja, karena E-Virus berdiam pada sel mereka memaksa melakukan pembelahan dan replikasi. Hal itu memaksa metobilsme tubuh berjalan tiga hingga empat kali lebih cepat, sehingga ia membutuhkan sumber energi.  Anjing terlatih seperti Husk akan kembali mendapatkan kewarasannya setelah melakukan evolusi. Mereka akan kembali bisa mengendalikan dirinya, berbeda dengan kasus hewan liar. Mereka tetap akan buas karena memang tabiat mereka demikian.  "Argh.." Rasa sakit itu menjalar diseluruh bahuku, namun itu hanyalah awalnya, beberapa menit kemudian rasa sakit mulai menyebar ke seluruh tubuhku. Aku tak menyadari bahwa bisa dan liur ular itu menularkan E-Virus padaku. Lengan dan bahu kiri-ku menghitam, darah berhenti mengalir. "Argghh!" Aku menggigit bajuku untuk menahan sakit yang amat sangat. Aku tidak mampu lagi menahannya. Jantung memompa darah ke seluruh tubuh, otak tidak terkecuali. Hal itu membawa racun dan virus kesana, keduanya kemudian mengendap. Racun dan virus itu seakan mendapat tempat bermain baru, tubuhku bergetar, mataku putih dan di saat yang sama aku kehilangan kesadaran. ** Entah berapa lama aku telah tertidur, saat aku terbangun Husk masih ada di sebelah-ku, berbaring dan melihat ke arah ku. Sepertinya kecerdasan Husk bertambah setelah evolusi pertamanya.  Husk adalah anjing Siberian Husky yang juga memiliki sedikit darah serigala dalam tubuhnya, setelah evolusi Husk terlihat seperti serigala. Seluruh bulunya berwarna putih, lebat dan panjang, sehingga orang yang melihatnya akan mengiranya sebagai seekor serigala. Tubuhku masih terasa amat sakit, terutama kepalaku dan bahuku. Kepalaku seperti di aduk dan hendak meledak. Hal itu bahkan membuat aku kesulitan menggerakkan tanganku. Aku hanya terdiam dan tidak bisa melakukan apapun, untuk berbicara saja menjadi sangat sulit bagiku, aku merasakan tubuhku terasa terbakar.  Aku saat itu tak menyadari E-Virus terus melakukan perubahan pada tubuhku, semakin lama ini berlangsung aku merasa semakin lemah. Secara sederhana aku menerka, bahwa sesuatu memakan tenagaku.  Tiba-tiba "Vincent!" "Vincent!" Aku mendengar ayahku memanggil, sepertinya dia menyadari aku tidak kembali semenjak pagi dan mencari aku ke peternakan. Sebenarnya aku pun bingung mengapa ia tak datang ke peternakan sama sekali, tapi aku membuang semua pikiran-ku dan berfokus pada apa yang tengah terjadi. Aku ingin berteriak tapi aku tidak mampu, Husk berdiri dan melihat ke arah luar, taring besarnya terlihat jelas, Husk berdiri di depanku berusaha menjaga aku. Ayah melihat Husk dan berteriak sambil membawa golok besar yang biasa dia gunakan untuk menebang bambu. "Minggir! Jangan sakiti putra-ku!", Teriaknya, dengan berani ia ucapkan. Entah karena golok di tangannya atau karena khawatir dengan keadaan ku.  Husk tidak bergeming, loyalitasnya padaku sangat tinggi. Husk tidak pernah menyukai Ayah-ku karena dulu Ayah ingin sekali memotongnya. "Enough Husk! Sit!" "Husk, Cukup! Duduk!" Aku berucap pelan, dengan suara yang lirih dan tidak bertenaga. "Yah, Aku tidak apa-apa," "Husk di sini untuk menjagaku" tambahku. Husk kemudian duduk di sebelah kiri-ku sedang ayah berjalan dari arah pintu yaitu sebelah kananku. Ayah kemudian menggendongku, ku tutup rapat mulutku untuk tidak mengeluh sehingga dia tidak cemas, hanya saja rasa sakit yang amat sangat menyerang kepalaku, membuat darah mengalir dari hidungku dan telingaku.  Ayah berjalan sambil menggendongku, sesekali melihat kearah ruangan besar di belakangku. Ruangan tempat ribuan ayam kami dipelihara,"Sigh" Ia menghela nafas, terlihat sedikit pancaran kesedihan di matanya. Bagaimana tidak, ayam-ayam itu adalah harapan kami untuk bertahan hidup dan harus di pertanggungjawabkan.  Wajah-ku menunjukkan dengan jelas ekspresi kesakitan, namun aku tidak mengeluarkan suara dan berusaha se-bisa mungkin untuk memalingkan wajah-ku agar ayahku tidak sedih.  Ayah tentunya tidak menyadarinya karena aku berada di punggungnya, tubuhku hanya setinggi 170 cm dan berat 57 kg yang tentunya tidak terlalu besar. "Vin, ini perasaanku atau kau memang menjadi bertambah ringan?" Tanya ayah. Aku tak menjawab, dan berbisik kecil: "Husk, you have to stay here and wait for me, later i'll come and pick you up" "Husk, Kau tinggal disini aku akan kembali nanti untuk menjemput mu" Aku memberikan perintah pada Husk untuk tinggal di peternakan, pemerintah melarang warganya untuk memiliki peliharaan di kota. Suaraku pelan dan lirih namun sepertinya Husk mendengarnya. Ayah terhenti ketika melihat bangkai ular besar di sebelah semak,"Mahluk itu yang menyerangmu?" "Hmm" Jawabku pelan, kesadaranku mulai menghilang aku menjawab sekenanya.  Ayah meletakkan aku di kursi sebelah pengemudi, ayah mengendarai pick-up tua yang biasa di gunakan untuk mengantarkan hasil ternak ke pemerintah. "Vincent, Kau tidak apa-apa nak?" Ayah bertanya khawatir, dia berkendara dan memandang ke arah jalan, sambil sekali-sekali melihat ke arahku. "Aku digigit mahluk buas itu, dan sepertinya ada sesuatu yang menjalar dalam tubuhku" Aku menjawab lirih, berusaha tetap sadar. "Hmm.." Ayah hanya terdiam dan mengemudi kearah berlawanan dengan arah rumah, ayah membawaku ke rumah sakit khusus untuk mereka yang tertular. Pemerintah sebelumnya memberi pengumuman lewat radio tentang kasus p*********n oleh mahluk buas.  Mereka mengatakan, mahluk-mahluk ini memiliki virus aneh yang tidak bisa disembuhkan dokter sembarangan.  Rumah sakit itu sangat besar dan terlihat sangat kokoh, di pintu masuknya banyak sekali tentara militer bersenjata lengkap yang menjaga pintu dan melakukan pemeriksaan. ** "Vincent telah tertular hingga 50%, kemungkinannya untuk hidup sangat kecil. Virus itu akan menggunakan setiap energi yang ada di tubuhnya untuk ber-evolusi, darah dan dagingnya akan tergerus oleh proses perubahan." "Vaksin yang kami miliki tidak mampu untuk menghentikan penyebaran Virus, untuk selamat semua bergantung pada dirinya, mampukah dia melewati tahap evolusi oleh virus tersebut. Kemungkinannya sangat kecil hanya 10%." Dokter menjelaskan keadaanku pada waktu itu, aku juga berada didalam ruangan hanya saja aku pura-pura tertidur. Orang tuaku terlihat sangat sedih, ayah memeluk ibu berusaha menguatkannya. Aku merupakan anak pertama dari ayah dan ibu dan hanya memiliki saudara yaitu David yang masih berumur 8 tahun. "Tapi.. Ada cara lain, tapi cara ini berisiko tinggi dan ada beberapa persyaratan yang harus kalian ikuti" Dokter itu berfikir sebentar dan kemudian kata-katanya memberikan harapan kepada orang tuaku. Ayah langsung berdiri dan bertanya: "Syarat apapun akan kami lakukan dok, asal anda dapat menyelamatkan anak kami" ayah-ku berkata penuh harap sambil memandang sang dokter. Sang dokter terdiam sebentar sambil menjawab: "Setidaknya untuk koloni ini sudah ada lebih dari 2300 orang yang terjangkit, untuk mendapatkan tingkat keselamatan yang lebih besar kalian bisa menggunakan obat yang telah dibuat oleh aliansi, tapi..." "Obat ini belum pernah diuji-kan sebelumnya, dan anak anda merupakan yang pertama mencobanya, secara teori obat ini dapat meningkatkan hingga 50% kemungkinan sukses dari proses evolusi, tapi tidak ada jaminan secara fakta karena penggunaannya belum diijinkan", Dokter tersebut menambahkan. "Dengan kata lain, Aliansi menginginkan anak-anak dari kota ini untuk menjadi bahan percobaan?" Ayah menjawab dokter dengan pertanyaan, terlihat jelas di wajahnya ekspresi jijik dan tersinggung. Pemerintah menggunakan kemalangan mereka sebagai sebuah kesempatan, bukankah itu ironis. "Sayangnya, iya, dan syarat lainnya adalah anda tidak dapat membocorkan hal ini meskipun anak anda tidak terselamatkan. Apakah anda setuju?" Dokter berkata dengan se-jujurnya. Ayah menunjukkan ekspresi sedikit marah, karena dia merasa bahwa aku digunakan sebagai kelinci percobaan. Namun bagiku itu tidak masalah, karena tanpa obat itupun aku akan mati jadi tidak ada salahnya aku mencoba. "Kami tidak mungkin membiarkan anak kami..", Sebelum ayah selesai menjawab aku yang selama ini berpura-pura tidur membuka mataku dan menjawab "Baik dokter, aku setuju untuk melakukan percobaan tersebut!" Aku menjawab dengan lirih namun penuh ketegasan. "Eh, Vincent!", Ayah dan ibu-ku juga dokter tersebut terkejut. "Sigh.. Maaf nak kami membicarakan ini tanpa memberitahu dirimu" Ibu meminta maaf kepadaku wajahnya sedih dan penuh penyesalan. "Tidak masalah bu, aku akan berusaha untuk hidup, apalagi bila kesempatannya lebih besar, aku siap mengambil resiko, lagi pula aku bisa berkontribusi untuk umat manusia", Aku mengutarakan apa yang ada di benak-ku dan menjawab semuanya secara jujur. Mendengar jawaban ku dokter tersebut mengangguk dan mencatat nama dan memberikan surat perjanjian kepada kedua orang tuaku. ** "Proses evolusi akan menghabiskan seluruh energimu, sehingga kalian pasti akan mati, jadi kami akan mengalirkan darah hewan yang telah berhasil berevolusi dan akan menjadi sumber energi kalian, namun permasalahannya adalah struktur darah manusia dan hewan berbeda dan tidak akan menyatu, kalian bahkan mungkin menjadi monster yang bertubuh setengah binatang dan setengah manusia karena evolusi tersebut." Seorang ilmuan perempuan berpakaian putih dan berkacamata menjelaskan ke 2300 orang yang berada dirumah sakit, diluar dugaan bangunan ini ternyata adalah sebuah pusat penelitian Virus miliki aliansi koloni yang berada di beberapa daerah di dunia dan setiap ruangan memiliki fasilitas lengkap untuk penanganan virus. "Namun kabar baiknya adalah aliansi telah menemukan serum untuk mengunci gen binatang tersebut sehingga kalian akan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk hidup", Perempuan itu menambahkan, pada dasarnya manusia sama halnya dengan hewan, Husk membutuhkan daging atau darah dari mahluk mutasi agar berhasil berevolusi, namun itu akan membawa sebagian gen mahluk tersebut kepada mahluk lain yang memakannya. "Hmm jadi dengan kata lain, bila kita gagal menguasai virus ini dan justru berubah menjadi setengah binatang, pemerintah yang justru akan membunuh kita, cukup masuk akal menurutku, hewan yang berevolusi mendapatkan kekuatan yang baru yang membuat mereka jadi lebih kuat dan cepat. Apa yang terjadi dengan manusia yang berevolusi", Aku membatin dalam hati, Belum sempat aku menyelesaikan lamunanku ilmuan itu meneruskan: "Setiap kalian yang berhasil melewati evolusi akan memiliki kekuatan yang manusia lain tidak miliki, dan akan semakin kuat disetiap evolusi selanjutnya" [Gaduh] Perkataan ilmuan tersebut langsung menimbulkan kegaduhan setiap pasien yang hadir saat itu mulai berbicara antara satu dengan yang lain, sebagian dari mereka masih mampu berjalan, sebagian dari mereka baru menderita infeksi sebanyak 10% atau 30%, berbeda dengan aku yang mengalami gigitan langsung yang membuat infeksi lebih parah, bagian tubuhku yang terinfeksi sebanyak 50%. "Kekuatan super? Jadi dugaanku benar, bahwa E-Virus membantu mahluk hidup melewati batas-batas evolusi", Aku membantin "Mayor Fraud dari perancis merupakan salah satu yang berhasil melakukan evolusi, sekarang dia sudah melewati evolusi keduanya, dan ikut dalam operasi monster hunt yang dilakukan aliansi", Belum sempat ilmuan itu selesai berbicara seorang tentara bertubuh besar dan tegap berjalan sambil membawa besi tebal berdiameter 50cm dan memotongnya hanya dengan tangan kosong. [Hening] Semua pasien virus tercengang dan terdiam melihat sang mayor memotong besi hanya dengan tangan kosong. Semua pasien masih terdiam saat ilmuan berkata: "Dengan ini percobaan serum dimulai, seluruh pasien harap berbaring di kasur-nya" Seluruh korban virus berbaring di kasur-nya masing-masing, tangan dan kakinya diikat dengan pengunci baja, untuk mencegah mereka yang gagal berevolusi dan menjadi monster untuk melarikan diri. Seorang ilmuan lain membawa serum dalam sebuah suntikan, dan membuka pakaian yang menutupi punggungku, setiap pasien harus tidur menghadap ke lantai karena serum disuntikan di tulang belakang mereka. Ilmuan tersebut kemudian menyuntikkan virus itu kedalam tubuhku, serum-nya serasa menyebar ke seluruh tubuhku lewat dari tulang punggungku. Kemudian darah hewan mutasi mulai dialirkan ke seluruh tubuhku dan sontak aku mulai mengejang. Karena rasa sakit mulai menjalar ke seluruh tubuhku, terutama pada bagian kepalaku sehingga aku berteriak seperti binatang yang ingin mati. Korban lainnya pun tidak jauh berbeda mereka berteriak sangat keras, tempat itu seketika berubah menjadi seperti tempat p*********n hewan. Evolusi mulai berlangsung dan tubuhku mulai berubah warna, seluruh urat dan saraf di kepalaku bermunculan sehingga terlihat seperti cacing yang bergerak dibawah tubuhku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN