Mbak Hantu?

1047 Kata
Daffa kira hidupnya akan segera berakhir karena kedinginan. Tapi siapa sangka tiba-tiba pintu sedikit terbuka. Awalnya Daffa mendadak takut, padahal dia memohon untuk dibukakan pintu saat datang ke pondok ini. Daffa berharap pintu terbuka karena hantu. Dia benar-benar takut. Jujur saja Daffa belum pernah setakut ini sebelumnya. Pengalaman yang sangat mengerikan. Jikapun berkemah, dia tidak sendiri melainkan bersama teman-temannya. Berbeda sekarang, dia sendiri dan dia tidak punya ponsel atau pencahayaan sama sekali. Daffa membaca ayat kursi. Meskipun nakal, dia tentu saja hafal ayat kursi karena sudah dipelajari sejak sekolah dasar. Daffa takut, tapi dia juga ingin masuk ke dalam pondok tersebut. Apalagi didalamnya ada api yang akan membuat tubuh menjadi hangat. Pilihan ada dua, berada diluar sampai pagi atau masuk dan kemungkinan ia bertemu dengan hantu. Diluar lebih menakutkan karena bisa saja ada binatang buas yang tiba-tiba datang atau dia mati kedinginan. Daffa ingin menangis sekarang juga. Pilihan yang amat sulit karena semuanya tidak ada yang baik dan sangat merugikan. "Masuklah," ujar suara dari dalam. Deg. Jantung Daffa berdetak dengan cepat. Apa telinganya salah mendengar? Baru saja dia mendengar suara perempuan. Di hutan begini, ada suara perempuan. Otak Daffa langsung mengarah pada hantu perempuan. "Tolong jangan ganggu saya," pintanya sambil menutup wajah dengan kedua tangan. "Saya cuma numpang istirahat disini," lanjutnya lagi. Daffa ketakutan, dia memohon untuk tidak diganggu. Bahkan Daffa menangis. Kalau saja teman-temannya tahu, pasti mereka akan langsung mengabadikan momen langka itu. Padahal sebelumnya Daffa tidak percaya dengan hantu yang selalu tampil di film horor. Baginya semua itu hanya hiburan saja. Pintu yang terbuka sedikit berubah menjadi terbuka lebih lebar. Bahkan kulit Daffa bisa merasakan sedikit kehangatan dari api yang menyala. "Mbak hantu, tolong jangan makan saya." Daffa memohon tanpa berani melihat sama sekali. Tubuhnya gemetaran. Dia berbicara seperti anak kecil saja. "Saya bukan hantu." Daffa semakin ketakutan. Telinganya tidak bermasalah, ternyata dia memang mendengar suara hantu. "Tolong mbak hantu, jangan makan saya." Kedua telapak tangan Daffa menempel. "Saya bukan orang jahat," ucapnya lagi. "Saya bukan hantu!" Daffa masih tidak berani melihat. Dia seperti orang yang sedang kerasukan saja. "Kalau kamu tidak mau masuk, ya sudah." Pintu ingin ditutup kembali. Meskipun takut, Daffa tetap ingin masuk. Mata sebelah kanannya terbuka sedikit untuk mengintip. Kalau mbak hantu tersebut berwujud menakutkan sekali maka Daffa akan kabur. Tapi kalau wujudnya tidak terlalu menakutkan, Daffa akan masuk. Saat matanya mengintip, dia malah melihat perempuan muda. Apa mata Daffa bermasalah? Mata sebelah kirinya ikut terbuka. Daffa ingin memastikan. Benar saja, dia melihat sosok perempuan muda. Meskipun pencahayaan hanya berasal dari api yang membara, Daffa dapat melihat bahwa perempuan itu terlihat cantik. Telinga bermasalah, otak bermasalah dan sekarang mata Daffa yang bermasalah. Dalam keadaan seperti sekarang, dia masih berpikir bahwa perempuan yang berdiri di depannya cantik. "Apa kamu ingin tetap berada diluar?" tanyanya. Otomatis kepala Daffa menggeleng. Dia masuk dengan cara merangkak. Walaupun perempuan itu cantik, Daffa tetap harus waspada. Dia masih belum yakin, apa perempuan itu manusia atau hantu yang sedang menyamar jadi manusia. Pintu tertutup. Berada di dalam pondok tentu saja lebih baik daripada diluar. Keheningan terjadi karena tidak ada siapapun yang berbicara. Jarak mereka juga jauh sekali. Dari ujung ke ujung saja. Mereka tidak mengenal, berada didalam satu ruangan yang sama tentu saja membuat tingkat kewaspadaan mereka meningkat pesat. Daffa mendekat ke arah api. Dia perlu menghangat diri karena memang tubuhnya sangat kedinginan. Disela-sela itu, Daffa diam-diam melirik mbak hantu. Sejauh ini jantungnya mulai berdetak dengan normal. Keadaan cukup baik, setidaknya mbak hantu tidak berubah wujud menjadi menakutkan. Daffa bersin. Suara bersinnya sedikit kuat, Daffa menjadi deg degan tidak jelas. Takut saja kalau suaranya mengganggu dan mbak hantu menjadi marah besar. Daffa berusaha menutup mulut agar tidak bersin lagi, tapi tidak bisa. Dia masih bersin. "Hei!" Jantung Daffa berdetak dengan cepat. Apa mbak hantu marah? Dia tidak berani menatap. Tapi Daffa dengan cepat meminta maaf. "Maaf mbak hantu, saya juga tidak ingin bersin. Tolong jangan marah." "Saya bukan hantu!" Perempuan itu berkata dengan tegas. Mana ada perempuan muda di pondok tengah hutan begini. Hal itu tidak masuk akal. Daffa lebih percaya jika perempuan itu hantu dibanding manusia. "Iya, Mbak hantu." "Ck, ini ambil." Sebuah baju kaos diberikan kepada Daffa. "Tidak usah, Mbak." Daffa menolak. Meskipun kedinginan, dia tidak akan menerima apapun dari mbak hantu. Bisa-bisa nanti Daffa harus menikah dengannya. Cantik sih iya, tapi Daffa tidak ingin dibawa ke alam hantu. Pikiran Daffa benar-benar kacau. Dia seperti orang yang tidak waras saja. "Kamu mau mati?" "Ti-tidak, Mbak." Daffa menjawab dengan terbata-bata. Siapa yang mau mati? Mana dosa Daffa sangat banyak. Dia juga belum bertemu dengan keluarganya. "Ya sudah, ambil." Daffa mengambil baju kaos tersebut. Dia mencium sebentar karena cukup was-was. Tidak ada bau darah seperti film horor pada umumnya. Meskipun ragu, Daffa tetap membuka pakaian yang ia kenakan. Dia harus mengganti dengan baju kaos yang diberikan mbak hantu. Daffa mengucapkan berbagai ayat yang ia ingat. Kalau memang hantu, pasti mbak hantu akan kepanasan. Tapi ternyata tidak. Daffa mengerutkan kening. "Apa Mbak hantu manusia?" Dia bertanya dengan bodoh. "Saya manusia." Daffa masih ragu. Dia malah menyuruh Mbak hantu untuk membaca ayat-ayat Al-qur'an. Mbak hantu melakukan apa yang Daffa suruh. Mungkin Mbak hantu tidak ingin dianggap hantu. "Eh kok bisa?" Daffa yang menyuruh tapi dia juga yang terkejut. Tidak ada respon apa-apa. "Jelas saja. Saya bukan hantu." Keraguan Daffa berkurang. Sepertinya sosok perempuan itu bukan hantu. Tapi kalau memang manusia kenapa ada dipondok ini? Daffa memperhatikan keadaan sekitar. Pondok ini tidak bisa dijadikan tempat tinggal. Tidak ada apapun. "Kamu tinggal disini?" tanya Daffa dengan hati-hati. "Tidak." "Jadi kenapa kamu disini?" Daffa benar-benar penasaran. Apalagi melihat ada tas besar di samping perempuan tersebut. "Tidak perlu tau." Daffa berpikir keras. Apalagi saat melihat tas besar. Dia memikirkan banyak hal seperti perempuan itu menyembunyikan mayat disana. Bulu kuduknya merinding. Dia tidak hanya masuk ke pondok biasa, tapi masuk ke tempat persembunyikan seorang pembunuh. Mau diluar atau didalam pondok, Daffa tetap mati kalau ceritanya begini. "Apa yang kamu lihat?" tanya perempuan itu. "Jangan macam-macam!" ujarnya lagi. Dia langsung mengarahkan pisau. Tentu saja Daffa langsung panik. Sejak kapan perempuan itu memegang pisau? Daffa harus mencari cara agar bisa keluar dari pondok ini dengan selamat. Daffa meneguk air ludah dengan susah payah. "Ti-tidak ada, Mbak." Dia mengalihkan pandangan ke arah lain. Setelah melewati suasana horor, Daffa malah mengalami suasana menegangkan. Apa dia benar-benar akan mati disini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN