Aku Ingin Menikahinya

1178 Kata
Keadaan semakin tegang beberapa orang menahan Paman Eksas agar tidak melakukan tindakan gila lagi. Daffa juga berusaha melindungi Eksas dengan mengarahkan tubuhnya ke belakang Daffa. Meskipun tampak sakit, Eksas terlihat baik-baik saja. "Apa kamu sudah biasa mendapat perlakuan seperti ini?" tanya Daffa. Eksas tidak menjawab. Daffa sudah tahu jawabannya. Padahal hidup Eksas sudah sangat menderita karena kehilangan kedua orang tua tapi tindakan Pamannya malah menambah derita tersebut. "Bapak tenang dulu." "Tidak bisa, saya akan membawanya pulang." Paman Eksas ingin membawa Eksas pulang. Tentu saja hal itu tidak dibiarkan. Bukan karena desakan warga soal tuduhan tindakan asusila tapi karena rasa simpati Daffa terhadap Eksas. Sebelum keluar dari pondok ditengah hutan, Daffa berjanji pada diri sendiri akan membalas kebaikan Eksas. Maka dia akan berusaha melakukan agar Eksas bisa menjauh dari keluarga gila ini. "Jangan!" Daffa menolak mentah-mentah. "Kamu siapa ha?" Paman Eksas menatap Daffa dengan tajam. "Anda tidak perlu tau." "Asal kalian semua tau, keponakan saya ini akan segera menikah tapi laki-laki ini malah membawanya kabur." Perkataan Paman Eksas membuat Daffa dan Eksas sangat terkejut. Apa yang dikatakan oleh pria gila itu tentu saja tidak benar. "Tidak, jangan percaya apa yang dia katakan." Eksas berusaha angkat bicara agar warga desa tidak berpikir buruk tentang Daffa dan dirinya. "Sudahlah Eksas, tidak perlu membela diri. Paman akan membawa kamu pulang. Calon suami kamu akan membayar dendanya." Paman ingin mengambil pergelangan tangan Eksas, tentu saja kali Daffa dengan cepat menghalanginya. "Jangan macam-macam!" Daffa memberikan tatapan tajam. "Saya bisa melaporkan anda ke pihak polisi karena sudah menjual keponakan sendiri kepada laki-laki tua yang gila perempuan," ujar Daffa lagi. "Apa yang terjadi?" Pertanyan-pertanyaan muncul di kepala para warga. Masalah menjalar kemana-mana. "Jahat sekali jika dijual." "Pantas saja keponakannya kabur. Siapa yang mau dijual?" Paman Eksas mulai panik. "Jangan dengarkan apa katakan, dia pandai sekali membuat cerita padahal sudah membawa kabur keponakan orang." "Apa yang dikatakan pria ini tidak salah. Saya memang dijual oleh paman saya sendiri." Eksas berusaha menyelamatkan diri dari ambisi pamannya. Dia tidak mau menikah dengan pria tua dan gila tu. Berbagai banyak spekulasi dari warga berdatangan. Bahkan mereka mempertanyakan Paman dan Bibi Eksas apa benar mereka melakukan tindakan gila itu atau tidak. Paman dan Bibi Eksas berhasil terpojokan sehingga mereka tidak berani membawa Eksas pulang secara paksa lagi. "Tenang dulu, kita tunggu kedatangan orang tua atau wali dari pihak laki-laki." Ketua desa mulai mengambil alih perhatian warga dan orang yang ada disana. Jarak kedua orang tua Daffa tidak jauh. Mereka tidak tidur semalaman karena mencari keberadaan Daffa. Mereka takut Daffa melakukan hal gila seperti mengakhiri hidup atau bahkan diculik. Tidak lama, mobil memasuki area kantor desa. Semua warga langsung melihat ke arah mobil tersebut. Alamat yang dikirim Daffa mengarah kesini dan tentu saja kedua orang tua Daffa kebingungan dengan banyaknya orang. Apa yang terjadi dengan Daffa? Mereka bertanya-tanya. Wajah Mama Asma tampak tidak baik-baik saja. Dia takut Daffa kenapa-kenapa. Kalau benar itu terjadi, maka Mama Asma tidak akan memaafkan diri sendiri. Kedua orang tua Daffa turun dari mobil. Bima juga ikut karena dia sangat merasa bersalah. Kalau tahu begini, Bima akan tetap kekeh untuk ikut bukan malah membiarkan Daffa untuk pergi sendiri. "A-apa yang terjadi?" tanya Mama Asma dengan wajah pucat. Dia bisa saja langsung pingsan karena detak jantung yang menggila. "Ada yang berbuat tindak asusila di desa ini," jelas satu warga. Mama dan Papa Daffa tidak bisa hanya diam saja. Mereka langsung masuk ke dalam kantor desa. Mama Asma tidak bisa menahan air mata. Apalagi saat melihat anaknya tampak berantakan sekali. Mama Asma langsung mendekat. Daffa juga ingin menangis. Dia kira tidak akan bisa bertemu dengan Mamanya lagi, ternyata tidak. "Mama," rengek Daffa seperti anak kecil. "Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja." Meskipun Mama Asma tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia akan menenangkan anaknya lebih dulu. "Maaf, Ma. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak akan lari lagi." "Iya, Nak. Tidak apa-apa. Mama tidak marah." Daffa layaknya anak kecil di pelukan Mamanya. Berbeda dengan Papa yang berusaha mencari informasi terhadap kondisi apa yang sedang dialami sang anak. Dia tidak mendekat seperti Mama Asma. Melihat Daffa masih bernafas, Papa sudah sangat lega. "Mohon maaf, Bapak siapa?" ketua desa bertanya. "Saya Papanya Daffa." Papa Ali (Papa Daffa) mengenalkan diri terlebih dahulu. "Syukurlah Bapak datang dengan cepat." Ketua desa bernafas lega agar masalah cepat selesai. "Apa yang terjadi, Pak?" tanya Papa Ali. Dia tidak ingin menerka-nerka saja. Ketua Desa langsung menjelaskan bahkan sampai ganjaran yang harus diterima oleh Daffa dan Eksas . Tentu saja Papa Ali sangat terkejut. Bisa-bisanya sang anak melakukan tindakan asusila yang dituduhkan oleh warga desa. "Ini pamannya Eksas." Ketua desa mengenalkan wali kedua belah pihak. Papa Ali sangat sopan sebagaimana mestinya. "Apa yang harus kita lakukan?" tanya Papa Ali. Dia tidak bisa memutuskan sendiri karena ini menyangkut kedua belah pihak. "Bayar denda saja. Saya yakin Bapak punya uang untuk membayarnya." Paman Eksas sangat senang jika pihak Daffa mau membayar denda. Dia tidak jadi mengeluarkan uang dan Eksas bisa menikah dengan laki-laki yang dia pilih untuk melunasi hutang. "Saya tidak masalah. Tapi saya ingin bicara dengan anak saya terlebih dahulu." "Silahkan, Pak." Papa Ali mendekati Daffa. Tentu saja Daffa sangat ketakutan. Bagaimana jika sang Papa menampar dirinya seperti yang diterima Eksas? Selama ini Papa tidak pernah bermain tangan. Jika Daffa nakal, maka Papa hanya akan menghancurkan barang-barang kesukaan Daffa seperti PS ataupun motor kesayangannya. Daffa menunduk. "Apa yang terjadi, Mas?" tanya Mama Asma. "Anak kesayangan kamu melakukan tindakan asusila di desa ini." Mata Mama terbelalak kaget. "Tidak mungkin," bantahnya. "Apa yang tidak mungkin? Lihat saja penampilan mereka berdua." Papa Ali memijat pangkal hidung karena benar-benar pusing dengan apa yang dia alami sejak dua hari yang lalu. "Kami tidak melakukan apa-apa, Pak. Saya berani bersumpah." Eksas angkat bicara agar kedua orang tua Daffa tidak salah paham. Papa Ali melihat pipi sebelah kiri Eksas memerah. Bahkan ujung bibirnya terluka. Tapi dia lebih kuat dibanding Daffa sendiri. "Papa dan Pamannya sepakat untuk membayar denda saja." "Jangan!" Daffa langsung menolak. "Kenapa?" Papa Ali merasa membayar denda adalah pilihan yang baik. Apalagi hidup anaknya masih kacau. Jika mereka menikah. Papa lebih mengkhawatirkan perempuan tersebut dibanding anaknya sendiri. "Jangan, Pa. Aku tidak bisa membiarkan Eksas pulang bersama paman dan bibinya." Papa bertambah pusing. Dia tidak ingin peduli dengan keadaan orang lain. Tapi anaknya ingin merepotkan diri sendiri. "Daffa! Jangan menyulut emosi Papa." Papa Ali mulai tegas. "Mas tenang dulu." Mama Asma langsung memegang lengan Papa Ali. "Tidak apa-apa, Pak. Silahkan bayar dendanya." Eksas hanya tersenyum kepada Daffa. Tatapannya mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Cukup satu orang yang hidupnya hancur, Eksas tidak ingin berhubungan dengan Daffa lagi kedepannya. Mereka juga bertemu secara kebetulan. "Eksas, jangan gila." Daffa tidak bisa diam saja. Dia akan membalas kebaikan Eksas. Jika tidak, tadi malam ia akan mati kedinginan atau bahkan mati karena binatang buas. Daffa tidak peduli dengan kemarahan Papanya. "Aku yang melakukannya, jadi aku yang memutuskan," ujar Daffa dengan penuh keyakinan. "Daffa, jangan buat masalah lagi. Papa dan Pamannya sudah sepakat membayar denda dan masalah akan selesai." "Tidak, Pa. Aku akan menikahinya." Daffa menunjuk Eksas. "Daffa!" sentak Papa Ali dengan rahang menegang bahkan wajahnya ikut memerah karena menahan emosi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN