Noah masih mengamati wanita bertubuh besar yang menaruh minum di atas meja. Jika dilihat-lihat lagi, Noah kembali merasa tidak yakin. Apa benar, dia b******a dengan perempuan bertubuh seperti itu? Rasanya tidak meyakinkan. Apa sebenarnya yang membuat Noah tertarik pada si beruang malam itu hingga menjadi hilang kendali dengan bergumul bersama si beruang di atas ranjang?
"Silahkan, Pak." Wanita itu berkata sopan kemudian keluar dari ruangan tanpa menoleh padanya sama sekali.
Jika Noah kembali mengingat bagaimana perempuan itu memperlakukannya, sebenarnya tidak ada yang salah dari perlakuan Caramel padanya. Caramel sangat sopan dan tidak pernah marah saat Noah mengejeknya. Caramel tidak pernah melayangkan tatapan menggoda padahal Noah tahu bahwa wanita itu pernah menyukainya. Caramel selalu sopan dan melayani Noah seperti tamu Adrian.
Sikap Caramel pada Adrianpun tidak ada yang aneh. Walaupun dia tahu bahwa Adrian adalah tunangan sahabatnya, Noah tidak pernah mendapati Caramel berbicara santai selayaknya teman pada Adrian. Wanita itu selalu bertindak seperti karyawan pada umumnya. Menghormati Adrian dan semua tamu serta temannya seperti karyawan lainnya. Tapi, kenapa Noah bisa membencinya sebanyak itu. Diluar kejadian dua hari yang lalu yang membuat Noah semakin membenci Caramel.
Sudahlah! Untuk apa juga dia memikirkan wanita itu. Toh, sepertinya Caramel juga tidak memperpanjang urusan dua hari yang lalu.
Padahal tujuan Noah kesini selain untuk bertemu Adrian, Noah ingin memperjelas akan kejadian dua hari yang lalu. Noah tidak mau tiba-tiba saja wanita itu nanti memintanya untuk bertanggung jawab. Apalagi ketika kemarin dia mendengar maminya datang ke sini untuk membawakan Caramel makan siang. Benar-benar aneh. Padahal maminya nyaris tidak pernah datang ke kantornya membawakan makan siang.
"Pak Noah? Ini sudah jam pulang kantor. Apa anda tetap ingin menunggu Pak Adrian di sini?"
Noah kembali menatap wanita yang berdiri di dekat pintu. Omong-omong, sudah jam berapa ini? Noah datang ke sini setelah jam makan siang, dan, Astaga! Sudah pukul lima sore. Bahkan dia tidak sadar sudah menghabiskan waktu sebanyak itu hanya untuk bengong dan menghabiskan teh buatan wanita itu di ruangan Adrian.
Noah bangkit dari duduknya kemudian berjalan melewati wanita itu keluar dari ruangan Adrian. Saat tiba di depannya, Noah sempat melirik pada Caramel yang menundukan kepalanya sedikit. Wanita ini benar-benar sopan memperlakukannya. Walau Noah juga tidak bisa tutup mata akan sikap defensif perempuan itu padanya.
***
Caramel merapihkan meja kerjanya kemudian segera melangkah. Hari ini pekerjaanya tidak begitu banyak. Hanya saja, dia harus ekstra sabar menghadapi klien Adrian yang marah-marah karena bosnya itu membatalkan semua janji temu.
Caramel baru saja akan memasuki mini coopernya saat tiba-tiba matanya tidak sengaja menatap seseorang di sana. Laki-laki yang tengah menatapnya juga. Laki-laki itu tersenyu. Namun Caramel bahkan tidak sanggup untuk tersenyum sedikitpun. Jantungnya sudah berdetak tak karuan. Ini pertemuan pertama mereka sejak enam tahun yang lalu.
"Mell! Ya ampun, gak sangka bisa ketemu kamu di sini. Apa kabar?" laki-laki itu bertanya ketika langkahnya sudah berhenti sempurna tak jauh dari Caramel yang masih terdiam.
"Hey! Udah enam tahun ternyata kamu masih suka bengong ya." Laki-laki itu kemudian tertawa. Tidak ada yang berubah dari tawanya yang renyah. Caramel masih menyukainya.
Perempuan itu memaksakan senymnya. "Hey, Kak! Aku gak sangka aja bisa ketemu kakak lagi."
Laki-laki itu kembali terkekeh. "Apa kabar kamu?" tanyanya.
"Aku baik," jawab Caramel. "Aku tebak, kak Aslan pasti baik juga." Lagi-lagi laki-laki itu tertawa. Sudah enam tahun dan tidak ada yang berubah. Aslan masih suka tertawa.
"Kamu kerja di sini." Laki-laki itu bertanya setelah menghentikan tawanya.
"Iya. Kak Aslan sedang apa di sini?"
"Oh, tadi anterin Kak Letta. Dia ada janji temu di sini." Letta adalah kakak kandung Aslan. Caramelpun pernah sempat dengannya enam tahun yang lalu.
"Kabar Kak Letta baik?"
"Dia sudah menikah. Waktu itu mau undang kamu tapi gak ketemu alamat kamu di mana. Setelah lulus kuliah kamu kayak hilang telan bumi."
Bukan. Caramel bukan hilang ditelan bumi. Perempuan itu memang sengaja menghilang dari kehidupan Aslan sejak kejadian itu. Kejadian dimana Caramel merasa patah hati terdalam untuk yang pertama kalinya. Kalian pasti bisa menebak. Sejak awal Caramel menyukai Aslan. Tapi tidak dengan laki-laki itu.
Aslan adalah kakak tingkatnya di kampus. Mereka menjadi dekat ketika tak sengaja bertemu dalam suatu acara kampus. Baginya, Aslan adalah sosok laki-laki tampan dan mempesona. Tak heran banyak sekali wanita yang mengejarnya. Ditambah lagi, Aslan begitu ramah pada semua orang. Keramahan yang menyebabkan Caramel salah paham dan berakhir patah hati.
Pada hari dimana kelulusannya, Caramel memberanikan diri dengan mengajak Aslan bertemu. Kebetulan saat itu Aslan menjadi Asdos di kampusnya sembari melanjutkan S2 nya. Caramel mengajak Aslan bertemu tak jauh dari kampus. Tepat di malam setelah dia dan kedua sahabatnya menggila merayakan kelulusan, Caramel melakukan satu kesalahan telak. Dia berniat mengakui perasaanya pada Aslan.
Saat itu, Caramel pikir Aslan memiliki perasaan yang sama dengannya. Laki-laki itu bertingkah seperti seorang laki-laki yang menyukainya. Aslan sering mengantarnya pulang, mengajaknya makan siang di kantin, dan sering mengajaknya nonton bioskop pada hari libur. Ditambah dengan pesan-pesan lewat aplikasi chatting yang sering Aslan kirim padanya. Selain itu juga, Aslan tidak menyukai kedua sahabatnya seperti laki-laki lain yang mendekatinya karena ingin dekat dengan Sidney atau Milan. Makanya, saat itu, Caramel mencoba berani untuk menyatakan perasaanya.
Tapi dia tidak sempat mengatakannya saat Aslan lebih dulu memberinya kejutan. Pada malam seharusnya dia bahagia, hatinya harus terpatahkan saat Aslan mengenalkan seorang gadis cantik dan seksi sebagai kekasihnya. Namanya Lisa, salah satu teman sekelas Aslan ketika kuliah dulu.
Kenangannya yang begitu banyak dengan Aslan membuat Caramel bertekat untuk melupakan laki-laki itu. Dia tidak mau terhanyut dengan perasaanya dan menjadi wanita yang menyedihkan. Jalan satu-satunya saat itu ialah menghilang. Caramel langsung menerima tawaran kuliah di luar negeri dari papanya Sidney. Padahal sudah hampir sering Caramel menolaknya saat dia ditawarkan untuk melanjutkan S2 di negara yang sama dengan Milan dan Sidney.
***
Noah masih terbayang dengan kejadian sore tadi di parkiran kantor Adrian. Noah menyaksikan bagaimana gadis itu berdiri dengan wajah kakunya sedang berbincang dengan seorang laki-laki yang Noah tidak kenal. Apalagi laki-laki itu seperti sudah mengenal Caramel lama. Dia tidak ragu saat menepuk lembut kepala Caramel atau mengusap rambutnya. Seingat Noah, Caramel tidak pernah memiliki teman laki-laki satupun. Wanita itu terlalu sibuk di kantor. Dan juga degan tubuh seperti itu siapa yang mau berdekatan dengannya. Hanya laki-laki sore tadi yang ia lihat. Yang entah mengapa, membuat Noah merasa tidak nyaman mengingatnya.
"Noah kamu dengar mami?" Rika berkacak pinggang memerhatikan putranya yang sejak tadi hanya bengong. Padahal dia tengah berbicara pada putra nakalnya itu.
"Dengar, mami." Noah menjawab malas. Malam ini, dia sedang tidak ingin sendiri di apartemennya. Menyebabkan sepulang dari kantor Adrian tadi dia langsung meluncur ke rumah orang tuanya.
Rika menatap putranya kesal. Jelas-jelas Noah tidak sedang mendengarkannya. Putranya itu hanya bengong sembari menatap lurus pada televisi di depannya. "Kamu tidak dengar mami, Noah. Pikiranmu dimana-mana. Apa yang sedang kamu pikirkan?"
Noah menghembuskan napasnya. Kemudain menatap maminya yang sedang berdiri di depannya dengan berkacak pinggang. Malam ini dia hanya ingin tenang. Tapi tidak ingin sendiri. Dia hanya.. dia hanya merasa perlu memikirkan sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman.
"Noah ngantuk. Noah tidur duluan, Mi." Noah bangkin lalu mengecup pipi Rika sekilas dan segera menaiki tangga menuju kamarnya. Membuat Rika merasa heran dibuatnya. Padahal dia ingin bertanya mengenai Caramel. Rika tahu tadi Noah datang ke kantor Adrian. Dan Rika ingin tahu apa yang sudah Noah bicarakan pada Caramel. Apa putra nakalnya itu sudah meminta maaf seperti perintahnya. Atau malah semakin membuat Caramel tidak memaafkannya.
Noah masih berguling-guling di atas kasur. Matanya terpejam tapi dia tidak bisa tidur. Pikirannya masih berkelana kemana-mana. Apalagi kini Noah mengingat apa saja yang mereka lakukan dua hari yang lalu. Kalau kembali mengingatnya, tiba-tiba saja Noah berpikir bahwa dia tidak menyesal melakukan itu. Pengalam b******a untuk pertama kalinya yang luar biasa. Sangat luar biasa bahkan kini Noah kembali menginginkannya dengan perempuan yang sama.
Asataga! Bahkan Noah bingung kenapa dia bisa seperti ini. Caramel hanya perempuan gendut yang tidak sengaja tidur dengannya karena mabuk.
***
Menggaruk kepalanya frustasi, Noah memilih menyerah. Pekerjaan mencari suatu barang bukannlah keahliannya. Noah sepertinya ingat bahwa dia meletakan dompetnya di atas nakas sebelum tidur. Tapi ketika hendak berangkat ke kantor, Noah malah tidak menemukan dompet itu dimanapun. Sebenarnya Noah bisa saja membeli dompet baru, hanya saja, isi di dompetnya benar-benar kartu-kartu penting dan malas sekali jika harus melapor kehilangan dan mengurus semuanya di kepolisian.
"Mami, dompet Noah gak ada! Udah dicari kemana-mana tapi gak ketemu juga!" Noah mengacak rambutnya frustasi saat menuruni tangga sudah lengkap dengan pakaian kerjanya.
Rika Utami tak menanggapi dengan serius meski wajah putranya tengah serius. Masalahnya, Noah memang seperti itu. Pelupa dan teledor. Bahkan dia pernah melupkan adiknya di supermarket sewaktu SMA.
"Mi!" Noah kembali memanggil. Berharap Maminya mau merespon dan membantunya mencarikan dompet.
"Kamu sudah 28 tahun, No. Harusnya bukan mami yang mencari dan mengurusi barang-barangmu lagi. Tapi istrimu." Rika menjawab santai sembari mengunyah sarapan paginya.
"Noah berangkat." Setengah merajuk, laki-laki itu beranjak dari rumahnya tanpa sarapan terlebih dahulu.
Inilah yang Noah malaskan ketika tinggal bersama dengan ibunya. Masalahnya, Rika itu selalu saja menyuruhnya menikah padahal usianya masih 28 tahun. Memang sih, dia sudah berada di usia yang seharusnya sudah berumah tangga. Tapi kan, hell! Ini udah jaman modern. Bahkan artis-artis saja masih banyak yang menjomlo diusia 40an.
**
Caramel tidak mengerti menagapa dunianya kembali merasa buruk setiap kali matanya mendapati Aslan. Hari ini, Aslan entah mengapa, ngotot mengantarnya ke kantor ketika mereka bertemu di halte bus. Tidak ada alasan yang kuat membuat Caramel mau tidak mau harus duduk di mobil Aslan dan menghabiskan waktu berdua selama beberapa menit menuju kantor.
Caramel hening. Berharap bahwa Aslan akan melakukan hal yang sama dan tidak membahas masa lalu mereka. Namun Aslan masih seperti dulu. Riang dan suka bercerita. Seperti saat ini mulutnya tidak juga bungkam dan terus mengingatkan Caramel atas kenangan mereka dulu. Yang entah mengapa membuat Caramel ingin menenggelamkan dirinya di kasur karena ternyata, dia ingin menangis mengetahui bahkan Aslan masih mengingat dengan jelas kenangan mereka berdua.
"Aku turun di sini aja, kak." Caramel menghentikan Aslan berbicara ketika mobil sudah sampai lobi. Aslan menurut, menghentikan mobilnya dan turun dari mobilnya lalu beralih membuka pintu untuk Caramel. Manis sekali, seperti dulu.
"Terimakasih, Kak. Maaf merepotkan," ucap Caramel dengan pelan.
"Gak ngerepotin sama sekali. Gimana kalau pulang nanti aku jemput? Sekalian aku masih mau ngobrol sama kamu."
Caramel hampir saja tidak bisa menjawab saat menangkap keberadaan Noah yang sedang menatap kearah mereka. Tiba-tiba dia tahu bagaimana cara terhidar dari percakap ini dan menolak permintaan Aslan tanpa seperti penolakan.
"Pak Noah!" Suaranya menggema. Menatap Noah dengan senyum yang begitu lebar. Senyum manis pertama kali yang dia berikan pada Noah.
Sedang Noah, tergagu di tempatnya.