Kabar Baik

1205 Kata
Gusti Allah itu baik. Allah tahu yang terbaik untuk hambanya dan Allah akan memberikan sesuatu yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Dalam hidup, kita lebih sibuk meminta yang diinginkan tanpa pernah berpikir bahwa Gusti Allah memberikan yang kita butuhkan. Jam sudah menunjukkan lewat satu jam tapi orang-orang yang dihubungi oleh Ai tak kunjung datang. Ia menunggu kedatangan suami dan kakaknya dengan perasaan gelisah. Sejak tadi, Ai mondar-mandir di depan tv lalu duduk lagi. Melihat lagi ke arah luar lewat jendela lalu mondar-mandir lagi, begitu saja terus selama satu jam. Mbok hanya menggelengkan kepala saja melihat tingkah Ai yang seperti itu. "Nyonya," panggil Mbok. "Kenapa, Mbok? Sudah datang?" "Belum, sabar. Ayo ke meja makan, Mbok sudah siapkan rujak buah yang tadi. Katanya mau yang segar-segar?" "Ya Allah! Ai lupa, Mbok!" Ia menepuk pelan keningnya. "Oke deh, ayo, Mbok. Kita tunggu mereka sambil makan buah saja." Setelah hampir dua jam menunggu, akhirnya Ai mendengar suara seru mobil yang masuk ke dalam halaman rumah. Angga bergegas keluar mobil dengan terburu-buru, merasa khawatir dan merasa bersalah karena tak sempat mengangkat telepon. Masuk ke dalam rumah, langsung mencari seseorang yang dituju, kesana-kemari tak menemukan keberadaan Ai. Ia bergegas menuju dapur untuk bertanya pada Mbok dan luar biasanya, ia terkejut karena melihat istrinya yang sedang duduk manis sambil makan buah segar. Angga meraup wajahnya kasar, menggelengkan kepalanya lemah namun seketika ia bernafas lega dan merasa tenang. Melangkah maju mendekati sang istri. Padahal, di dalam lubuk hatinya yang terdalam ia merasa bingung dengan istrinya yang tiba-tiba menunggu kepulangannya, ditambah lagi khawatir barangkali ada sesuatu yang gawat. Ia sudah merasa khawatir berlebihan, eh yang dikhawatirkannya justru sedang makan buah. Rasa kesal di dalam hatinya itu seperti titik noda, kecil sekali. Menjalar hingga ke seluruh rongga-rongga hatinya, dongkol namun ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Menahan rasa kesal dengan tersenyum agar istrinya tidak ngambek, pulang dinas malah muka masam, begitu pikirnya. Amih … Amih … untung sayang. Jadi aku tuh gak akan pernah bisa marah sama kamu, Yank, ucapnya dalam hati. "Assalamualaikum, Mih," sapanya. "Waalaikumsalam. Loh, Apih? Kapan datang?" tanyanya santai. Angga memutar bola matanya malas, Mbok menahan tawanya. "Barusan. Apih cari-cari loh, eh ternyata ada disini. Lagi makan apa, Sayang?" "Oh, maaf ya, Pih. Ini Mbok beli rujak, segar banget, mau?" "Gak ah, Mih. Asem! Buat Amih aja!" "Ya sudah." "Eh, Amih tadi telepon ada apa? Maaf ya gak diangkat, tadi lagi keliling sekalian tukar shift sama dokter yang lain. Ada apa sih, Mih? Apih khawatir loh?" Angga bertanya hati-hati, ia duduk di samping sang istri mengusap kepala dan punggungnya lembut. Ai langsung menghambur ke pelukannya, menghirup dalam-dalam aroma tubuh suaminya yang selalu membuat merasa tenang dan damai. Biasanya, ia tak pernah bosan jika menghirup lama namun kali ini berbeda, Ai merasa perutnya bergejolak, ia berusaha menahan semaksimal mungkin agar tak menyakiti hati suaminya. "Ada apa, Sayang? Apih kha--" "Uwekkk … uwekkk …." Merasa tak sanggup lagi menahan gejolak di dalam perutnya, Ai langsung bergegas ke kamar mandi. Ia memuntahkan semua isi perut. Merasa aneh dengan sang istri, Angga segera mengejar dan dengan sabar memijat lembut tengkuk istrinya. "Sayang, kenapa? Sakit ya? Apih periksa ya? Atau mau ke klinik aja? Asam lambung Amih kumat ya?" tanyanya memberondong. "No! Amih gak pa-pa kok, Pih. Amih cuman--" "Gak pa-pa gimana, sih? Ini muntah-muntah begini juga! Sudah deh jangan membantah, ayo Apih periksa dulu," potongnya langsung menggandeng Ai menuju kamar "Amih gak pa-pa, Pih! Hanya merasa mual saja karena Amih hamil!" pekiknya membuat langkah Angga tiba-tiba terhenti. Tubuhnya kaku dan menegang, perlahan Angga membalikkan tubuhnya dan menatap wajah sang istri dengan sangat lekat. Menatap dengan tatapan yang sangat sulit dijelaskan namun menuntut untuk dijelaskan. Mencoba masuk lebih dalam tepat di manik mata istrinya, mencari sebuah kebenaran dari ucapannya barusan. Apakah ini nyata? Atau hanya mimpi? Ai heran dengan respon suaminya yang justru terlihat biasa saja, tanpa ada senyum dan kebahagiaan yang memang ia harapkan. Ia berpikir suaminya akan senang lalu memeluk dan mengecup seluruh wajahnya, namun ternyata Angga hanya diam mematung. Tanpa Ai sadari juga ketahui, suaminya itu sedang menata hati karena saking bahagianya. "Ha-Hamil?" tanyanya terbata. "Sungguh? Amih hamil? Iya?" pekiknya girang. Tak terasa bulir kristal mulai menetes membasahi pipi saking bahagianya. "Iya, Pih. Alhamdulillah … Amih hamil. Kita akan menjadi orang tua dan punya anak sebentar lagi! Hore!" serunya penuh bahagia. Angga sujud syukur di lantai, Ai membantunya bangun dan berdiri. Angga langsung memeluk erat istrinya. Mereka menangis bahagia bersama, Angga mencium puncak kepala Ai berkali-kali dengan penuh kebahagiaan. Mbok menyaksikan semua drama pagi ini, drama suami istri yang saling mencintai satu sama lain dan Mbok merasakan haru yang mendalam hingga ikut meneteskan air mata. "A-apih, lepas! Ja-jangan ke-kencang-ke-kencang! Se-sesak!" sungut Ai mencoba melepaskan diri dari pelukan erat suaminya. "Maaf, Sayang. Maaf … Apih terlalu bahagia," ucapnya kembali mengecup puncak kepala Ai. "Ayo!" ajak Ai. "Kemana?" Ai tersenyum lalu menggenggam tangan suaminya. Mereka melangkah menuju kamar, Ai langsung memberikan hasil tespeknya. Angga kembali bersujud syukur dan memeluk istrinya dengan penuh bahagia. "Makasih, Sayang. Makasih atas semua kejutan luar biasa pagi ini. Kau memang selalu menjadi yang terbaik." Angga berlutut di hadapan Ai, lalu menempelkan bibir di perut istrinya yang masih rata. "Assalamualaikum anak baik. Makasih ya sudah hadir secepat ini dalam kehidupan Amih dan Apih. Apih janji akan selalu menjagamu dan Amih. Tumbuh sehat didalam perut Amih ya, anak baik. Nanti, kita bertemu. Sungguh, Apih sangat mencintaimu," ucapnya mengelus dan mencium perut Aina. "Kita jaga anak ini bersama-sama ya, Pih. Makasih sudah memilih Amih untuk menjadi seorang Ibu dari anak-anak, Apih." "Sayang, harusnya Apih yang berterima kasih. Dulu, kau sungguh sangat sabar menunggu, tak pernah lelah untuk berusaha agar ingatanku kembali. Makasih sudah tetap bertahan hingga saat ini dan makasih sudah melengkapi kehidupanku. Makasih sudah mau menjadi Ibu dari anak-anakku kelak." Aina tersenyum, merasa terenyuh dengan perkataan Angga. Mereka kembali berpelukan, menyalurkan segala rasa yang ada di dalam diri, hati dan pikiran. Saling menguatkan, mendukung dan memberikan aura positif melalui pelukan. Setelah puas berpelukan, keduanya saling memandang satu sama lain. Mengunci pandangan dengan perasaan bahagia yang membuncah dan mereka saling berharap agar kebahagiaan selalu hadir setiap saat menghiasi langkah kaki mereka. Kebahagiaan ini, janganlah cepat berakhir. Aku sangat merindukan kebahagiaan ini. Aku ingin kebahagiaan ini terus hadir di antara kami dalam merajut kasih dan cinta ikatan pernikahan. Ya Allah, terima kasih atas rezeki luar biasa berupa momongan ini. Engkau memberikan kebahagiaan benar-benar di waktu yang sangat tepat sekali. Terima kasih, Ya Allah, ucap Aina dalam hati dengan penuh keharuan. Aku sebelumnya tak pernah bermimpi akan mendapatkan kebahagiaan luar biasa seperti ini. Namun, setelah mengenalnya dan menikah dengannya aku baru merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Ia adalah wanita yang sangat istimewa dan sangat disayangkan apabila harus di sakiti oleh lelaki tak bertanggung jawab. Sayang, aku berjanji akan selalu terus menyayangimu hingga detak jantung ini masih terus berdetak, ucap Angga dalam hatinya. Semoga kebahagian ini akan terus hadir di dalam rumah tangga kami. Semoga Allah selalu meridhoi setiap langkah kebahagiaan ini, ucap keduanya dalam hati. Masa lalu mereka cukup menjadi pelajaran berharga agar ke depannya, sepasang suami istri ini bisa saling menjaga dan menghargai. Terutama Angga, agar ia bisa menjaga istrinya dengan baik, mengingat masa lalu istrinya dulu benar-benar menyakitkan dan terpuruk. Sampai detik ini, Angga masih selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk istrinya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN