Washington, D.C (US)
Setelah rapat yang penuh dengan perseteruan tersebut, berita mengenai gelombang dingin yang akan segera menerpa Amerika Utara langsung menjadi perbincangan masyarakat Washington. Beberapa siaran televisi swasta yang sudah berhasil mendapatkan kembali jaringan satelit mulai menayangkan mengenai hasil pemikiran Alfred yang direkam secara ekslusive dalam rapat bersama dengan wakil presiden.
Terhitung sejak dua jam yang lalu, ponsel Alfred terus berdering karena banyak orang yang langsung menghubunginya untuk menanyakan kejelasan mengenai New York dan California.
“Kau akan berangkat ke New York malam ini juga? Apa tidak bisa menunggu hingga pagi?” Tanya Austin sambil menatap Alfred yang sibuk mengangkut peralatan ke dalam mobilnya.
Tidak ada waktu yang tersisa. Alfred yakin pemerintah akan melarangnya melakukan perjalanan jarak jauh begitu mereka meyakini jika penelitian Alfred terbukti benar. Ada banyak sekali hal yang ditanyakan oleh media dan juga pemerintah mengenai langkah apa yang harus mereka ambil untuk menangani keadaan buruk ini.
Tim yang Alfred pimpin telah hampir tiga tahun lamanya mengembangkan energi baru yang dihasilkan oleh matahari buatan. Sayangnya selama ini pemerintah seakan tidak tertarik untuk mendukung penelitian terkait proyek tersebut. Jika matahari itu telah dibuat sejak beberapa tahun lalu, bukan hanya energi listrik dan juga minyak bumi saja yang dapat digantikan oleh matahari tersebut, cahaya dan panas matahari yang meredup karena langit tertutup oleh awan hitam akibat ledakan nuklir juga pasti bisa digantikan oleh matahari buatan tersebut. Tidak ada yang bisa Alfred katakan kepada media maupun pemerintah, dia memiliki misi yang jauh lebih penting daripada mengembangkan karirnya di bidang meteorologi, yaitu menyelamatkan putrinya.
“Angin itu bergerak semakin cepat. Aku tidak bisa memastikan kapan Mahattan akan membeku karena gelombang dingin tersebut. Aku harus segera ke sana dan membawa putriku ke Washington, D.C” Jawab Alfred sambil menyiapkan pakaian hangat yang dia pakai berlapis. Tidak ada yang tahu apa yang akan dia hadapi, tapi mungkin saja Alfred akan menghadapi kemungkinan terburuk yaitu terjebak di jalan ketika gelombang dingin tersebut menyapu wilayah New York.
“Apakah kau yakin jika wilayah sekitar New York akan aman dari kebekuan? Washington, D.C hanya berjarak sekitar 250 mil dari New York” Kata Hugo.
Alfred menatapnya sekilas lalu menganggukkan kepalanya dengan pelan.
“Hanya wilayah sekitar Manhattan yang mengalami kebekuan total. Kota yang berjarak lebih dari 100 mil dari pusat titik dingin tidak akan mengalami kebekuan. Tapi Washington, D.C tetap akan mendapatkan suhu rendah yang sangat ekstrem karena kita dekat dengan wilayah tersebut..” Alfred menjelaskan dengan tenang.
Hugo tampak khawatir begitu dia mendengar penjelasan dari Alfred.
Bukan hanya Hugo, tapi semua orang sedang sangat khawatir ketika mereka mendengar gagasan pikiran yang Alfred ungkapkan pada rapat dua jam yang lalu. Banyak orang yang mengatakan jika Alfred adalah seorang ahli meteorologi yang kehilangan akal karena memperkirakan terjadinya badai es hebat di wilayah Amerika utara khususnya di California dan New York. Tapi ada beberapa orang yang mendukung pemikirannya karena mereka menganggap jika penjelasan Alfred sangat relevan dengan keadaan di benua Eropa dan Australia.
“Aku akan ikut denganmu, Alfred..” Kata Hugo sambil berjalan mendekatinya.
Alfred menghentikan gerakan tangannya lalu menepuk bahu Hugo dengan pelan.
“Tetaplah di sini, kantor ini membutuhkanmu. Laporkan setiap pengamatan yang kau lakukan. Aku harus menyelamatkan putriku, tapi kau bisa menyelamatkan lebih banyak orang dengan tetap tinggal di sini..” Kata Alfred.
“Kau tidak bisa pergi sendirian. Hugo akan tetap di sini, jadi izinkan aku untuk pergi bersamamu..” Kata Austin.
Alfred menggelengkan kepalanya.
“Tetaplah di sini bersama dengan Hugo, Austin. Aku akan pergi ke New York bersama dengan Felix..” Jawab Alfred.
“Semua orang tahu jika kalian tidak pernah bisa akur selama lebih dari 5 menit. Kau yakin akan pergi bersama dengan Felix?” Tanya Hugo sambil tertawa.
Alfred tertawa sekilas. Sekalipun Felix dan Alfred adalah dua orang yang paling sering berselisih paham, mereka tetap menjadi tim yang hebat. Kadang Alfred memerlukan seseorang yang kersas kepala seperti dirinya untuk bisa bekerja sama dengannya.
“Kami akan kembali dengan selamat. Aku janji pada kalian..” Kata Felix.
***
Alfred berangkat satu jam lebih lambat dari perkiraannya karena dia mendapat telepon dari wakil presiden. Entah apa yang mempengaruhi pemikiran pria itu, tapi sepertinya media berperan besar dalam mengubah keyakinan wakil presiden mengenai keadaan saat ini.
Dalam telepon tersebut, wakil presiden menawarkan sebuah kesepakatan kepada Alfred dan juga timnya. Belum ada penelitian pasti mengenai keadaan saat ini, tapi semua tanda yang Alfred jelaskan ketika rapat.. semua itu sudah terjadi di kawasan California. Badai salju dan juga hujan es disertai angin yang kencang.
Mungkin selesai melihat bagaimana keadaan California, wakil presiden langsung berubah pikiran. Tapi sekarang Alfred tidak bisa menemui wakil presiden seperti yang diinginkan oleh pria itu. Alfred telah menjelaskan segalanya, dia memberikan solusi terkait apa saja yang harus dilakukan pemerintah untuk menangani badai es di California. Meskipun awalnya tampak tidak percaya, akhirnya wakil presiden memberikan pengumuman resmi terkait pelarangan keluar rumah selama beberapa hari ke depan untuk wilayah California, khususnya San Fransisco.
Alfred tidak mengira jika badai es datang secepat ini.
California sendiri telah berhasil memperbaiki jaringan telepon dan juga satelit televisi mereka sehingga pengumuman pemerintah dapat disiarkan dengan mudah. Hal berbeda terjadi di New York yang masih menjadi kota gelap tanpa cahaya listrik. Hanya beberapa bangunan saja yang berhasil mendapatkan listrik, kebanyakan listrik yang menyala adalah hotel dan rumah sakit.
“Perjalanan yang seharusnya hanya ditempuh selama 4 jam 30 menit mungkin akan memakan waktu yang jauh lebih lama. Kuharap kita memiliki banyak persediaan makanan.” Kata Felix sambil mengemudi dengan fokus.
Angin berhembus dengan kencang di sepanjang jalan raya yang sepi. Untuk yang pertama kalinya Alfred melihat ketenangan di jalan kota Washington, D.C yang biasanya selalu sibuk dengan kemacetan.
“Hugo belum memberikan laporan apapun terkait gelombang angin di Samudra Atlantik. Kita masih belum bisa memastikan kapan gelombang dingin itu tiba di New York..” Kata Alfred.
“Cobalah untuk melupakan semua itu, Alfred. Anggap saja kita sedang dalam perjalanan untuk menjemput putrimu setelah dia pulang dari sebuah perlombaan. Jangan mengkhawatirkan masalah badai es yang sedang mengejar kita..” Felix menyalakan rokoknya dan mulai membuka jendela mobil.
Udara dingin langsung masuk begitu jendela itu terbuka, Felix tertawa pelan lalu membuang rokoknya lalu kembali menutup jendela rapat-rapat.
“Kukira merokok akan membuatku jauh lebih santai, tapi begitu jendelanya terbuka.. kurasa aku akan langsung mati membeku..”
Alfred tertawa sekilas ketika mendengar lelucon yang dikatakan oleh Felix.
***
Wilayah Philadelpia dipenuhi oleh air dari sungai Delaware hingga membuat beberapa jalan utama ditutup total. Felix mencoba untuk mencari jalan lain agar mereka bisa sampai ke New York.
Sejak awal memutuskan untuk mencari Aurora di New York, Alfred tahu jika dia akan menghadapi banyak sekali rintangan. Jalan utama yang ditutup karena banjir hanyalah sebuah permulaan, masih ada banyak hal lagi yang harus mereka hadapi.
“Tidak ada jalan lain. Kita sudah mencoba banyak jalan, tapi semuanya masih ditutup karena banjir. Apa yang harus kita lakukan?”
Inilah yang paling Alfred takutkan, mereka tidak dapat menemukan jalan menuju ke New York.
“Kita harus melewati banjir itu. Bagaimana menurutmu?” Tanya Alfred.
Felix tampak terdiam untuk sesaat. Pria itu memikirkan kemungkinan buruk apa saja yang bisa terjadi apabila mereka nekat melewati banjir.
“Jalan ini dipenuhi air setinggi setinggi 3 kaki. Apa kau yakin mobilmu mampu melewati banjir?” Tanya Felix.
Alfred menganggukkan kepalanya dengan yakin. Tidak ada cara lain, mereka harus menerjang banjir jika ingin melanjutkan perjalanan menuju ke New York.
“Jalan tidak akan terlihat dengan jelas, bagaimana jika mesin mobilmu berhenti di tengah jalan?” Tanya Felix.
“Aku masih belum memikirkan apa yang terjadi jika mobilku sampai mogok di tengah jalan. Bisakah kita memikirkan hal itu nanti saat mobil ini benar-benar mogok?” Tanya Alfred.
Felix tertawa lalu menganggukkan kepalanya. Inilah yang Alfred kagumi dari Felix. Pria itu tidak mengenal rasa takut, dia akan melakukan apapun yang dia yakini.
“Baiklah, kurasa kita akan menerjang banjir saat ini” Kata Felix pada akhirnya.
***
Bukan hanya banjir, tapi di tengah wilayah Philadelphia juga terjadi badai dan hujan petir dengan angin yang begitu kencang. Berulang kali Felix kesulitan mengendalikan arah mobil karena arus banjir mencoba untuk menyeret mereka. Melintasi Philadelphia yang biasanya hanya dibutuhkan waktu sekitar 1 jam 30 menit, kini harus mereka lewati lebih dari 4 jam lamanya.
Hujan masih tetap mengiringi perjalanan mereka, bahkan kini Alfred mulai bisa melihat butiran es kecil yang ikut turun bersama dengan air hujan.
“Oh sial, apakah kita akan terjebak di badai dingin ini?” Felix tampak menyadari jika tidak lama lagi New York akan mulai turun salju bersama dengan badai es.
“Kita masih di kawasan Philadelphia, kurasa di sini masih aman..” Kata Alfred sambil terus mengamati jalan di depan mereka yang terhalang oleh hujan lebat. Beberapa kali petir menyambar dengan kilat dan gemuruh yang mengerikan. Banjir yang awalnya hanya sekitar 3 kaki kini semakin naik. Alfred tidak tahu pasti apa yang akan terjadi setelah ini.
“Apakah New York juga terjadi banjir? Aku khawatir mobil ini tidak akan bisa berfungsi jika kita terus memaknya menerjang banjir” Kata Felix.
“Menurut laporan Hugo, New York sudah mulai turun salju, tapi di sana masih belum terjadi hujan badai. Kurasa kita masih punya waktu untuk kembali ke Washington, D.C setelah menjemput Aurora. Badai itu akan datang siang atau bahkan malam hari.” Alfred menatap layar komputernya yang masih terhubung dengan laporan cuaca dari Hugo.
Menurut informasi Hugo, sekitar 3 mil lagi banjir akan mulai surut. Alfred dan Felix harus bersabar selama beberapa menit lagi untuk bisa terlepas dari genangan air yang hampir mencapai pintu mobil mereka.
“Apakah warga di sini telah dievakuasi ke tempat yang aman?” Tanya Felix.
“Sepertinya pemerintah Philadelphia sudah memberikan tempat pengungsian bagi beberapa wilayah yang terkena dampak paling buruk..” Jawab Alfred dengan tenang.
“Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi jika Washington, D.C mengalami kebanjiran seperti ini..”
Hampir 20 menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi mulai mengarah ke wilayah yang lebih tinggi sehingga banjir mulai terasa surut. Meskipun di tempat ini masih tetap diguyur oleh hujan lebat beserta angin kencang, setidaknya mereka bisa melihat jalan dengan jelas karena banjir tidak lagi memenuhi jalan.
“Jika Washington, D.C diguyur oleh hujan seperti ini, maka kita juga harus bersiap untuk menghadapi banjir.” Kata Alfred.
Untuk beberapa menit lamanya tidak ada pembicaraan apapun antara Alfred dan Felix. Mereka sama-sama diam dan fokus untuk mengamati jalan yang sepenuhnya ditutupi oleh guyuran hujan. Kecepatan mobil yang dikendarai oleh Felix terlalu lambat sehingga perjalanan mereka jadi semakin lama. Tapi di tengah badai seperti ini, siapa yang bisa mengendarai mobil di atas kecepatan 60KM/Jam?
“Apakah Charlotte tidak keberatan dengan rencanamu untuk menjemput Aurora?”
Secara tiba-tiba Felix menanyakan masalah Charlotte.
“Tidak, justru Charlotte yang meyakinkan aku untuk datang menjemput Aurora. Aku hampir saja melupakan putriku karena kesibukan pengamatan kita sejak kemarin siang, tapi Charlotte yang mengingatkan aku. Dia seorang wanita yang baik, singkirkan pikiran burukmu darinya..” Jawab Alfred.
Felix tampak tertawa sekilas lalu dia kembali mengajukan pertanyaan kepada Alfred.
“Usianya sangat muda untuk berkencan dengan seorang pria matang yang sudah memiliki anak sepertimu. Aku merasa ragu jika Charlotte bisa berpikir dewasa seperti itu. Tapi kau mematahkan keraguanku”
“Aku sering memikirkan hal yang sama, tapi akhirnya aku tahu jika Charlotte adalah seorang wanita dengan pemikiran luas. Dia sangat peduli pada Aurora padahal mereka belum pernah saling mengenal. Bahkan selama ini aku tidak pernah membicarakan masalah hubunganku dengan Charlotte kepada Aurora..”
Alfred mengingat dengan jelas setiap kekhawatirannya saat Aurora mengatakan ingin berlibur di Washington, D.C. Bukan hanya masalah Aurora, tapi Alfred juga memikirkan tentang Charlotte. Tidak mudah menjalin hubungan dengan seorang duda sepertinya, tapi Charlotte membuktikan jika dia mampu menjadi seorang wanita dewasa yang sangat pengertian dengan keadaan Alfred saat ini.