Bab 37

1590 Kata
 Manhattan, New York (US) Tangan yang bergerak, udara dingin yang semakin menusuk tulang, dan juga pikiran kacau karena merasa panik. Aurora rasa tidak ada yang lebih buruk dari ini. Hampir lima menit berada di luar ruangan perapian membuat Aurora merasa sangat kedinginan. Beberapa tempat yang memiliki lubang-lubang udara kini sepenuhnya telah tertutup oleh lapisan es. Jika tubuhnya tidak sengaja menyentuh tembok atau benda lainnya, maka Aurora akan terkejut karena merasa kedinginan. Sekalipun begitu, Aurora tidak berhenti melangkahkan kakinya menuju ke tempat penyimpanan obat-obatan di rumah sakit ini. Aurora memerlukan cairan infus karena pria tua tadi tampaknya kehilangan energinya karena merasa kedinginan. Aurora mungkin bisa memberikan infus yang sudah dihangatkan agar bisa membuat suhu tubuh pria itu menjadi lebih normal. Sejujurnya ini adalah metode yang cukup berbahaya, tapi Aurora tidak memiliki pilihan lain. Dia bukan dokter ataupun perawat, tapi Aurora pernah mempelajari banyak hal tentang penanganan terhadap seseorang yang terserang hipotermia. “Apakah Sir Andres membohongi kita? Tidak ada ruangan penyimpanan obat di lantai ini!” Osvaldo terlihat kesal karena sejak tadi mereka menelusuri lorong tanpa bisa menemukan ruangan penyimpanan obat seperti yang dikatakan oleh Sir Andres. Aurora menatap ke seluruh ruangan yang tampak sangat sunyi dan sepi. Tidak ada satupun orang di lantai ini sehingga membuat langkah kaki mereka menjadi satu-satunya suara yang terdengar. “Kita harus berjalan hingga ke ujung lorong..” Kata Aurora dengan pelan. Hembusan udara terasa semakin dingin ketika mereka mendekat ke ujung lorong. Mata Aurora melebar ketika dia menemukan satu ruangan yang bertuliskan ‘ruangan pengobatan’. Sepertinya mereka tidak sia-sia karena telah berjalan dengan susah payah di tengah udara dingin. Aurora dan Osvaldo segera masuk ke dalam ruangan tersebut. Sekalipun tidak banyak obat yang tersedia, Aurora tetap berharap jika dia bisa menemukan infus yang ia butuhkan. Sayangnya setelah lebih dari 15 menit mencari, mereka sama sekali tidak menemukan larutan infus. Aurora mulai panik, tapi dia tetap berusaha untuk mencari dengan teliti. “Tidak ada infus, Aurora..” Osvaldo menghentikan gerakan tangannya lalu menatap Aurora dengan pasrah. Aurora menggelengkan kepalanya dengan pelan. Tidak, mereka tidak boleh menyerah begitu saja. Pria tua itu membutuhkan infus untuk menyalurkan energi di dalam tubuhnya. Ketika tubuh tidak memiliki energi, maka suhu tubuhnya akan semakin menurun. Aurora tidak bisa kembali dengan tangan kosong, dia harus tetap mencoba menemukan infus tersebut. Tapi tiba-tiba saja kakinya terasa sakit sehingga dia terjatuh. Tangan Aurora yang semua sibuk mencari di dalam laci, kini menyenggol sebuah gelas sehingga air di dalam gelas tersebut tumpah dan membasahi tubuhnya. Aurora langsung menggigil karena air yang tumpah tersebut mulai membeku dan mengeraskan bajunya. Oh tidak.. semuanya semakin kacau. “Apakah kau baik-baik saja?” Tanya Osvaldo dengan tatapan khawatir. Mata Aurora terpejam untuk sesaat, dia sangat kedinginan. Dalam posisi duduk dan menyandar ke salah satu lemari, Aurora tiba-tiba menatap sebuah kotak berwarna putih yang diletakkan di dalam lemari kaca. “Infus itu ada di dalam saja!” Aurora berbicara sekuat tenaganya, tangannya terulur untuk menunjuk ke arah kotak infus yang ada di atas lemari. Osvaldo segera menolehkan kepalanya, dia melihat ke arah yang Aurora tunjuk lalu segera mengambil kotak tersebut. Aurora merasa sangat kedinginan saat ini, tapi segalanya terasa baik-baik saja karena mereka telah menemukan infus yang dibutuhkan oleh pria tua tadi. “Kau juga akan mengalami hipotermia jika tidak segera berada di dekat perapian. Sekarang naiklah ke punggungku!” Kata Osvaldo sambil menundukkan tubuhnya di depan Aurora. *** Victor tampak sangat khawatir ketika melihat keadaan Aurora yang mengigil dan terlihat sangat lemah. Pria itu berusaha untuk mendekati Aurora, tapi Aurora langsung melarangnya. Pasien yang mengalami hipotermia tidak boleh digerakkan dengan sembarangan, Victor harus tetap diam di sana sampai suhu tubuh pria tua itu naik dengan perlahan. “Kami menemukan infusnya, tapi sekarang keadaan Aurora memburuk, Bajunya terkena tumpahan air yang ada di ruangan penyimpanan obat, dia sangat kedinginan..” Osvaldo memberikan penjelasan kepada Victor. Aurora tersenyum lalu menggelengkan kepalanya dengan pelan. Dia tahu jika Victor sangat khawatir, tapi ini bukan saat yang tepat untuk mengkhawatirkan keadaannya. Ada orang yang sedang berada di ambang batas kesadaran, pria itu memerlukan penanganan secepatnya. “Kau punya pengalaman untuk menusukkan jarum infus? Dia bisa saja mati jika kau salah menusuk..” Kata Amanda. Aurora tahu cara untuk melakukan penginfusan karena dia pernah mempelajari semua ini. Aurora memang hanya seorang remaja SMA, tapi dia telah mempelajari banyak hal selama masa sekolahnya. Belajar bukan hanya di sekolah, tidak ada batasan untuk mempelajari sebuah ilmu pengetahuan. “Jangan khawatir, aku tahu cara melakukan penginfusan..” Kata Aurora dengan pelan. Aurora menatap kulit pria itu yang mulai membiru karena kedinginan. Udara di sini memang semakin dingin, tapi Aurora tidak ingin menyerah begitu saja. Mengabaikan rasa sakit di pergelangan kakinya dan juga rasa dingin karena bajunya terkena air, Aurora tetap fokus untuk melakukan penginfusan kepada pria tua tersebut. “Angkat infus ini ke atas, tolong pertahankan posisi ini..” Kata Aurora sambil memberikan intruksi kepada Victor. Victor mengikuti apa yang Aurora katakan. Pria itu mengangkat cairan infus ke atas dan tetap diam di posisi yang sama selama beberapa saat. Aurora tidak tahu apa yang akan terjadi pada pria tersebut, tapi dia akan tetap berusaha untuk melakukan yang terbaik. “Kau menggigil, Aurora. Pergilah ke dekat perapian, aku akan tetap di sini bersama Victor..” Kata Osvaldo. Aurora menatap Victor sekilas, lalu dia memilih untuk mengikuti apa yang Osvaldo katakan. Kakinya sangat sakit, terasa nyilu setiap kali Aurora memaksakan diri untuk menggerakkannya. Begitu mendekat ke perapian, Aurora mulai merasa lebih baik. Suhu udaranya mulai terasa lebih normal dan Aurora tidak menggigil lagi. Meskipun begitu, Aurora tidak bisa memungkiri jika saat ini udara tetap terasa sangat dingin. Perapian yang dibuat oleh Victor benar-benar membantu mereka semua. *** Entah untuk yang keberapa kali, Aurora kembali merasakan kantuk yang tak tertahankan. Ruangan perapian semakin sunyi karena mereka semua diam tanpa ada yang mau berbicara. Sejak beberapa menit lalu pria tua yang awalnya kehilangan kesadarannya, kini kembali sedikit membaik. Aurora bisa merasakan denyut jantung pria itu yang semakin menguat. Sekalipun belum sepenuhnya mendapatkan kesadaran, setidaknya pria itu mulai bisa membuka matanya dengan perlahan. Aurora merasa sangat lega, dia tidak bisa menjelaskan seberapa bahagianya dirinya ketika melihat pria tua tersebut mulai bisa menggerakkan tubuhnya. “Sampai kapan kita akan terus seperti ini?” Tanya Aurora dengan suara pelan. Aurora menolehkan kepalanya dan menemukan Victor yang tampak hampir menutup matanya. Ketika mereka berada di keadaan darurat, semuanya tampak siaga sehingga melupakan keadaan mereka sendiri. Tapi sekarang mereka semua kembali diam dengan mata yang mulai terpejam. “Badai ini membuat tubuhku tidak bisa bergerak..” Kata Amanda. Aurora menolehkan kepalanya, dia menatap Amanda yang menyadarkan punggungnya di dinding. Tangan perempuan itu ulur ke arah api, dia berusaha untuk mendapatkan kehangatan dari perapian tersebut. Awalnya Aurora merasa khawatir dengan keadaan Amanda, tapi sepertinya perempuan itu masih baik-baik saja. Dia masih bisa berbicara dengan jelas, bahkan masih membuka matanya. Aurora harap tidak ada lagi yang mengalami hipotermia sekalipun udara semakin dingin. “Mendekatkan ke perapian, Amanda..” Kata Aurora dengan suara pelan. Amanda menggerakkan tubuhnya dengan pelan, perempuan itu berusaha untuk mendekat ke arah perapian. Tapi sayangnya begitu Amanda mendekat, ada suara ledakan dari dalam perapian. Sebuah bongkahan kayu berapi meledak dan salah satu sepihannya mengenai tangan Amanda. Wanita itu langsung menjerit kesakitan. “Tanganku melepuh!” Kata Amanda. Aurora mendekati Amanda dan membantu wanita itu untuk sedikit menjauh dari perapian. Terlalu jauh akan membuat tubuhnya menggigil karena kedinginan, tapi terlalu dekat juga berbahaya karena bisa saja ada letupan api dari perapian tersebut. “Apakah kau baik-baik saja?” Tanya Aurora. Victor bangkit berdiri dan mendekati Aurora yang sedang memeriksa luka di tangan Amanda. Perempuan itu mendapatkan luka bakar yang cukup serius. Aurora harus memberikan obat agar tidak terjadi infeksi. Sayangnya tempat penyimpanan obat berjarak cukup jauh dari ruangan perapian ini. Aurora takut dia akan kembali menggigil kedinginan karena memaksakan diri untuk berjalan di lorong hotel. “Tanganku melepuh, bagaimana mungkin kau bertanya apakah aku baik-baik saja?!” Amanda menatap Aurora dengan kesal. “Itu hanya melepuh, Aurora. Dia tidak akan terbunuh karena luka itu..” Osvaldo yang berada di ujung ruangan ikut memberikan komentar. “Kalian mempertaruhkan diri untuk menyelamatkan pria tua itu, kenapa kalian tidak melakukan hal yang sama kepadaku?” Tanya Amanda. Aurora menatap perempuan itu dengan kebingungan. Sekalipun luka Amanda cukup serius, sepertinya luka itu tidak akan sampai mengancam nyawa seperti hipotermia yang dialami oleh pria tua tadi. Suara gemuruh badai membuat mereka berhenti berdebat untuk sesaat. Bersama dengan suara gemuruh tersebut, udara terasa semakin dingin. Aurora menatap Victor yang dengan sigap langsung mendekat lalu memeluknya dengan erat. Tubuh Victor menggigil, tapi pria itu tetap memeluknya. “Apakah suhu udara akan terus turun? Ini benar-benar gila!” Kata Osvaldo. Pria itu segera berjalan untuk mendekati perapian. Aurora teringat pada pria tua yang sedang berbaring di ujung ruangan, dia harus memindahkan pria itu untuk mendekat ke perapian. Suhu tubuhnya sudah hampir menyentuh titik normal beberapa saat lalu, Aurora tidak ingin mengambil risiko dengan membiarkan pria itu berada jauh dari perapian. “Kurasa kita berada di puncak kebekuan..” Sir Andres yang baru saja bangkit berdiri dan berjalan mendekati kaca jendela berbicara dengan suara pelan. Ada tatapan khawatir yang terlihat dengan jelas di mata pria itu. Aurora melangkahkan kakinya untuk ikut melihat ke arah luar. Tidak ada lagi jalan, tidak ada daratan, juga tidak ada halaman hotel. Semuanya rata dengan lapisan es yang membeku. Daun dan dahan pohon terlihat kaku, tidak lagi dihempas oleh angin dan badai, daun itu sepenuhnya membeku. Aurora mengulurkan tangannya untuk menyentuh kaca yang telah dilapisi oleh es. Begitu tangannya menyentuh kaca tersebut, Aurora merasa sedikit terkejut. Beku.. Segalanya telah membeku..  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN