“Jika kau tak mau mengatakan apa yang telah kau lakukan bersama Arya kemarin, maka aku menolak untuk berteman denganmu lagi!” Ancam Wulan kepadaku saat itu juga. Semenjak tadi kami melakukan makan siang, dia selalu memohon-mohon memintaku untuk bercerita apa saja yang kami lakukan. Dan saat aku mengatakan kalau aku tidak melakukan apa-apa dengannya, Wulan tak percaya.
“Kau ingin aku berkata apa kepadamu? Bahwa aku bermalam bersama dengan Arya? Memadu kasih di bawah gemerlapan bintang dan juga langit yang kelabu? Begitu? Apakah aku ingin mengarangkannya untukmu?” Tanyaku kepada Wulan heran apa yang sebenarnya dia inginkan dariku sekarang.
“Entahlah! Aku sangat tidak percaya saat kau mengatakan kalau kau tidak melakukan apa-apa dengannya! Minimal, sebuah kecupan manis di bagian tubuhmu menjadi tanda kalau kau memang sedang bersama dengannya saat itu!” Ucap Wulan memaksa. Dia tak terima jika aku mengatakan apa yang terjadi sesungguhnya kepada dirinya. Serasa-rasa kalau aku sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
Walau memang, aku menyembunyikan sesuatu itu dari Wulan Aku memang menerima sebuah kecupan manis di dahiku dari Arya, sebuah kecupan yang menandai diriku akan mungkin menjadi miliknya. Aku belum mengatakan hal itu kepada Wulan, karena memang, aku sendiri masih belum tahu apa hubunganku dengan Arya akan berlanjut ke jenjang berikutnya atau tidak.
“Begini Lan. Kamu itu sebenarnya pernah punya pacar atau nggak sih? Kalau kamu punya, seharusnya kamu tahu dong apa yang dilakukan orang-orang saat pertama kali pdkt? Kalau kamu tahu, kamu pasti gak pernah tanya sampai segitunya. Aku hanya orang yang normal melakukan hal-hal biasa saja kok nggak aneh-aneh!” ucapku kepada Wulan.
“Tunggu, pendekatan orang normal?” Sahut Wulan berpikir mengingat-ingat apa yang biasanya dilakukan oleh pasangan saat berpdkt. “Aku sudah lama tidak melakukan hal-hal seperti itu. Karena aku menganggapnya sebagai buang-buang waktu. Karena aku, memang sering kali langsung menyatakan perasaanku kepada seseorang tanpa menunggu waktu lama”.
Aku tak menyangka, kalau ternyata Wulan adalah sosok gadis yang seagresif itu di depan hadapan banyak orang. Apakah itu mungkin sebabnya dia belum mendapatkan pasangan hingga saat ini? “Tapi jika berkaca dengan pdkt jaman sekarang, aku hanya bisa berimajinasi kalau orang-orang sudah berani melakukan sesuatu bahkan sebelum mereka berubah menjadi pasangan. Apakah kau melakukan itu?”
“Tentu saja tidak! Aku bahkan tidak yakin kalau Arya akan menjadi pasanganku nantinya! Pikiran seperti itu sungguh jauh dari pikiranku sekarang! Aku bahkan ragu jika memang nanti Arya akan menjadi jodohku!” Balasku kepada Wulan. Dan sepertinya, aku memang telah terlalu banyak berbicara dengannya perihal Arya. Aku tak seharusnya berbicara soal itu kepada Wulan sekarang.
“Ah... jadi seperti itu kenapa kau menolak untuk memberitahuku apa yang telah kau lakukan dengan Arya. Menurutku ya Sabrina, kau bebas melakukan apa yang kau mau selama atau mungkin sejangka waktu semampumu. Hanya dirimu sendiri lah yang tahu seberapa banyak batasan ataupun juga waktu yang dibutuhkan agar bisa mengenali siapa Arya yang sebenarnya. Memangnya, apa yang membuat dirimu tidak cocok dengannya?” tanya Wulan lagi kepadaku benar-benar tak puas dengan setiap kalimat yang aku ucapkan padanya.
Dan mulai sekarang, kami berdua akan masuk ke dalam zona julid. Zona berapi dan beracun yang seharusnya tak boleh dijamah oleh orang-orang yang tidak terlatih. Biasanya, orang-orang yang berada di zona ini akan sulit untuk keluar di dalam zona nyaman mereka lagi. Dan aku, sudah terjebak untuk masuk ke dalam zona ini ditarik ke dalam oleh Wulan. “Ada beberapa hal yang aku tidak sukai dari Arya”.
“Hmm.. Jika kau memang tidak ingin mengatakan itu tidak apa-apa sih. Tapi, aku sebagai teman yang baik akan mencoba memberimu saran dan juga mendengar apa yang akan kau katakan kepadaku. Tentu saja, rahasia akan aman dan juga terjamin di dalam diriku.” ucap Wulan kepadaku. Aku tahu kalau itu hanyalah sebuah tipuan belaka, mencoba memancingku agar mengatakan apa yang aku ketahui tentang Arya selama aku bersamanya. Dan tentu saja, aku tidak menolak ajakan Wulan tersebut.
“Entahlah, aku merasa kalau dia adalah sosok yang terlalu misterius bagiku. Mungkin, sebagian orang berpikir bahwa cowok yang misterius adalah cowok yang benar-benar menarik bagi mereka. Namun tidak denganku, aku tidak ingin membeli kucing dalam karung ataupun sebuah judi bergambar. Aku ingin mengetahui apa yang akan aku dapatkan bila itu memang sesuatu yang kurang baik atau buruk”.
“Memangnya, semisterius apa Arya di depan matamu sampai kau melabelinya sebagai orang yang misterius? Di mataku, dia hanyalah seorang Pegawai IT biasa berkacamata dengan penampilan yang cukup trendy.” Balas Wulan kepadaku. Sebagian ucapannya memang benar, aku tidak menyangkalnya. Namun sebagian lainnya, aku meragukannya.
“Ya. Kemarin saat kami berada di kafe untuk meminum kopi itu. Arya tiba-tiba pulang meninggalkanku sendirian, padahal kau tahu sendiri kan kalau aku pergi ke tempat itu dengan nebeng masuk ke dalam mobilnya. Ya memang sih dia meminta maaf karena harus tiba-tiba meninggalkanku seperti itu. Namun dia tidak memiliki tanggung jawab apa-apa karena telah meninggalkanku di sana! Setidaknya, cari cara kek bagaimana aku bisa pulang. Dia tidak memiliki inisiatif sama sekali!” Aduku kepada Wulan di sana.
“Wah... dasar cowok gak peka. Lagian, kenapa kamu gak bilang ke dia kalau kamu bingung bagaimana caranya untuk pulang? Kamu juga kan seharusnya bisa menelepon sama aku untuk kujemput nantinya. Dia juga bilang gak mau kemana sampai terburu-buru seperti itu meninggalkanmu?” tanya Wulan lagi dengan rasa penasaran super tinggi sekarang.
“Ya... aku jujur memang lupa dan baru ingat kalau aku harus berjalan sampai ke rumah karena tidak membawa kendaraan untukku sendiri. Aku juga tidak ingin merepotkanmu karena harus putar balik sudah sampai di rumah hanya untuk menjemputku. Dia sendiri awalnya ditelpon oleh seseorang, namun dia tidak mengangkatnya. Aku yakin, alasan dia pulang adalah karena telepon rahasia itu.”
“Hmm... benar-benar aneh dan mencurigakan. Namun, bukan di tingkat mencurigakan bendera merah dimana kau harus menghindarinya. Aku merasa, dia sudah cukup wajar untuk tidak mengatakan semua yang dimilikinya kepadamu. Aku yakin, dia masih merasa kalau dirimu adalah orang yang asing. Dan jika memang benar begitu, dia kemungkinan tidak akan menganggapmu sebagai sesuatu yang serius”.
“Ya.. mungkin saja.” Jawabku menggantung dan mengambang. Aku jujur tak memikirkan apa-apa soal diriku dan Arya kemarin.
“Lalu, apakah kau merasa optimis kalau hubunganmu antara Arya akan berlanjut nantinya?” Tanya Wulan kembali. Dia benar-benar perhatian soal apa yang akan kualami sekarang.
“Entahlah, aku merasa, aku belum siap untuk berpasangan dengan seseorang. Karena tadi malam, aku memiliki mimpi yang sama, dengan malam yang sebelumnya. Bertemu dengan orang yang sama, di tempat yang sama dan juga waktu yang sama. Aku menjadi takut akhir-akhir ini karena kehadiran sosok pria di mimpiku itu...” Keluhku kepada Wulan di sana.
Aku bisa melihat Wulan melotot dan membuka mulutnya lebar-lebar kaget karena ucapanku barusan. Dia seperti tidak pernah mendengar sesuatu seperti itu. “Tidak mungkin! Seseorang yang sama, di mimpi yang sama! Kau tidak mungkin mengalami sesuatu seperti itu Sabrina!” ucapnya dengan histeris.
“Memangnya kenapa? Apa kau tahu sesuatu soal mimpiku itu?” Ucapku kepadanya. Aku makin bertambah takut dengan cara Wulan mengucapkannya. Seperti dia merasa kalau sesuatu yang kualami adalah sesuatu yang benar-benar buruk. “Aku juga mencari tahu siapa pria itu sebenarnya, di dalam internet. Namun yang kutemukan benar-benar nihil. Aku merasa kalau akan mustahil menemukannya.”
“Ya... aku tahu soal itu, Sabrina. Aku tahu, kalau mimpi yang kau alami itu bukanlah mimpi biasa! Itu pasti sebuah pertanda! Entah pertanda baik, ataupun pertanda buruk. Yang jelas, aku yakin sesuatu akan terjadi di dalam hidupmu dan mengubah apa yang selama ini kau percayai! Kau hanya harus bersiap-siap untuk mengalaminya!” Ucapan Wulan mirip seperti dukun santet di film-film horor.
“Apa? Apa yang harus kupersiapkan? Perubahan seperti apa? Apakah aku akan menjadi kaya raya? Apakah aku akan mendapatkan pangeran tampan rupawan? Atau apakah aku akan menjadi penguasa dunia? Jika kau berkata hidupku akan berubah. Saat ini jika aku memukul kepala orang di belakangku dengan keras, maka hidupku akan berubah juga!” Sanggahku kepada Wulan.
Yang aku coba ingin ucapkan dengan sanggahanku itu adalah, semua perubahan pasti akan terjadi. Baik itu sesuatu yang dikehendaki maupun sesuatu yang tidak. Dan jika memang setiap perubahan itu berkata kalau aku akan melakukan sesuatu yang jahat, bukankah berarti aku bisa menghindarinya dari sekarang?
“Ya... semacam itu Sabrina. Aku bukanlah seorang dukun. Aku tidak bisa melamar masa depan yang akan kau alami nantinya. Yang aku bisa lakukan, adalah meramal sesuatu yang akan datang terjadi di dalam hidupmu nantinya!” Ucap Wulan kepadaku. Dia pun menusuk sebuah kentang dengan garpunya, memakannya dengan lahap dan juga mengunyahnya sambil menatap mataku sekarang.
“Darimana kau mendengar sesuatu seperti ini? Apakah ini berasal dari primbon-primbon jawa, artefak kuno, atau sebuah wahyu yang turun dari leluhur tak sengaja kau temukan dan terkirim kepadamu hanya untuk mencoba memberitahuku ini? Aku tidak akan percaya satu kata-kata yang keluar dari mulutmu meskipun kau mencoba meyakinkanku tanpa sumber yang valid!” Ucapku kepada Wulan.
Dia pun mengambil ponsel miliknya seperti mencoba untuk memberitahuku sesuatu di dalam telefonnya itu. Muka lega karena menemukan sesuatu itu pun tergambar dari wajahnya yang bersinar karena tersorot lampu yang ada di ponselnya. Dengan tangan yang penuh minyak dan juga nasi tidak rapi, Wulan menyodorkanku ponselnya menyuruhku untuk membacanya sendiri. “Ini, bacalah!”
Ternyata, itu adalah berita soal dukun yang mengatakan berbagai pertanyaan kepada orang lain. Salah satu orang yang bisa disebut sebagai pasien dari dukun itu pun bertanya tentang apa yang menjadi penyebab seseorang memimpikan hal yang sama berulang-ulang kali, Dukun itu menjawab. “Maka itu berarti sesuatu yang besar akan menimpa dirimu. Entah sesuatu yang baik ataupun buruk. Jika itu sesuatu yang buruk, maka kau harus berhati-hati di setiap kakimu melangkah”.
“Siapa dia? Apakah dia semacam dukun abal-abal yang mencoba untuk menipu pasiennya dengan iming-iming uang dan juga harta yang sangat melimpah? Aku tidak akan percaya dengan apa yang kau tunjukkan kepadaku jika aku tidak mengenal siapa dirinya!” Aku menyodorkan ponsel milik Wulan lagi sekarang, dan kemudian mengelap tanganku yang penuh minyak karenanya.
“Sungguh pernyataan dan juga pemikiran yang sangat bodoh! Jika sekumpulan ilmuwan yang kau tak tahu namanya mengatakan dunia akan kiamat 7 hari lagi, apakah kau akan mencoba untuk mengabaikannya karena kau tak mengenalnya?” Argumen Wulan tersebut cukup valid. Aku memang mengatakan itu hanya sebagai alibi agar aku tak mempercayai kata-kata dukun di video tersebut.
“Dukun ini adalah dukun Joko Valesta! Dukun yang sedang naik daun! Dia bahkan pernah meramal dan mencegah jatuhnya salah satu pesawat di negeri ini! Dia bahkan sudah didatangi beberapa menteri untuk meminta saran dan juga nasehat darinya. Apa kau masih mau mencoba mengelak kemanjurannya!” Sanggah Wulan dengan mengenalkanku dukun itu. Betapa bobroknya negeri ini jika memang seorang menteri meminta bantuan terhadap seorang dukun. Mungkin, aku hidup di negara yang salah.
“Yahh... terserah saja apa pun yang kau katakan. Aku mencoba hanya untuk terus berpositif thinking. Jika memang sesuatu yang besar itu datang kepadaku, dan aku tak mempunyai pilihan, bukankah reaksi terbaik yang harus aku miliki sekarang adalah untuk menyambutnya bukan?” Ucapku.
Walaupun aku berkata begitu, aku sebenarnya juga merasa gentar dan sedikit takut jika memang sesuatu yang dikatakan oleh dukun itu adalah sesuatu yang benar, Bagaimana jadinya, jika memang suatu saat, sesuatu yang besar itu datang di dalam hidupku. Apakah aku akan bisa menyambutnya?
Dari belakang Wulan, aku bisa melihat Arya memakai kemeja berwarna biru tua, kacamata, dan rambut ikal bergelombangnya itu menuju ke arahku. Aku mencoba membuang mukaku, tak ingin berusaha kepedean karena mungkin saja Arya tidak akan menuju kemari ataupun mencoba untuk berbicara denganku. Namun ternyata, dia berhenti di depan meja makanku dan mengatakan sesuatu kepadaku.
“Hei Sabrina, terima kasih atas minum kopinya yang kemarin ya. Maaf, aku lupa kalau aku telah mengantarmu kemarin namun aku malah tidak mengantarmu pulang. Maafkan aku pula, karena aku seharusnya membuat waktu kita kemarin menjadi lebih berharga dan juga lebih bermakna.” Ucap Arya dengan keras. Para karyawan yang lain berada di sekitar kantin melihat kami berdua, mengira kalau sesuatu yang menarik akan terjadi di tempat makan ini.
“Ehh.. iya. Tidak masalah kok Arya. Aku kemarin, pesen taksi online kok untuk pulang. Kamu tidak usah khawatir soal aku, aku sudah biasa untuk mengurus diriku sendiri pulang.” Balasku kepada Arya dengan nada bicara terbata-bata dan juga terputus-putus. Aku melirik ke arah Wulan, melihatnya tersenyum lebar memperlihatan giginya itu yang sangat ingin kutonjok dan kuratakan menjadi bubur.
“Syukurlah kalau begitu, sebagai permintaan maaf, maukah kau untuk pergi lagi denganku nanti? Waktu dan tempatnya bebas kau mau memilih dimana saja. Karena kemarin aku yang memilih tempatnya. Apa kau mau melakukannya?” tanya Arya kepadaku. Sebuah pemintaan maaf yang cukup aneh dan juga cukup tidak lazim untuk ditemukan. Tapi memang, itu adalah apa yang terjadi sekarang.
Aku merasa sangat canggung, apalagi di lihat oleh orang banyak seperti ini. Aku merasa kesal karena sepertinya Arya merasa kalau apa yang dia sedang lakukan di hadapan orang banyak ini adalah sesuatu yang terlihat Gentleman ataupun romantis. Namun bagiku, tidak sama sekali. Mungkin preferensinya tentang sesuatu yang romantis masih terjebak di telenovela prancis tentang seorang cowok yang rela melakukan apa saja demi sang Cewek. Sayangnya, itu bukan sesuatu yang aku harapkan darinya.
Merasa muak dan menggantung dengan situasi sekarang, aku harus menjawab “Iya, aku mau” kepada Arya agar dia cepat-cepat pergi dari tempat ini sekarang meninggalkan diriku dan juga Wulan berdua menikmati sebuah makanan yang sangat lezat ini di sini sekarang.