Kenapa dia mengatakan hal sekejam itu?
"Jaga mulutmu, Toshio-san!" amarah mulai mendidih di dadanya, gejala phobianya langsung surut seperti air laut.
"Oh... masih mau membela diri? Wanita seharga seratus juta dollar. Apa itu sebutan barumu sekarang? Apa ini sudah kau rencanakan? Tak bisa menarik perhatianku, jadi lelaki tajir lain tak masalah? Tiba-tiba saja mengenal pria asing sampai nama depanmu dipanggil dengan entengnya. Dia pula melelangmu dengan harga mencekik leher. Bangga, ya, sekarang?" berikutnya, Wataru menyentuh pipi Misaki, tatapan seolah penuh cinta (demi menunjang akting tentunya), tapi senyumnya terlihat merendahkan di mata sang lawan dansa.
Belum cukup hinaan itu, ia pun melanjutkan, bibirnya menyentuh sebelah kening Misaki. "Norak. Dasar murahan."
Tubuh Misaki berhenti bergerak. Tatapan mata nanar. Mulut terkunci hebat.
Apa salahnya sekarang? Bisa tidak, sih, mulutnya dijaga?
KASAR SEKALI LELAKI INI! umpatnya membatin.
Air mata Sadako mini market itu nyaris merebak, Wataru menyadari hal ini.
Ia tersenyum puas licik sekali, lalu menyentak keras tubuh Misaki, berputar bersamaan beberapa kali.
"Rupanya lima ratus juta yen tidak memuaskanmu. Kini kau ingin memanjat ranjang pria lain? Kau ini wanita serigala berbulu domba, ya? Diam-diam menghanyutkan. Licik. Mengerikan sekali."
Tak tahan lagi mendengar ini, Misaki sengaja menginjak kakinya.
Sekilas, ekspresi wajah Wataru tampak meringis kesakitan, tapi sukses ditahan. Samar-samar, sudut bibirnya berkedut kesal.
"Mau cari gara-gara, ya?" ancamnya pelan, sebelah sisi kepalanya didekatkan pada sisi kepala Misaki.
"Siapa, ya, yang cari gara-gara?!" suara Misaki bergetar menahan amarah.
Jika bukan karena akting di depan publik, sudah pasti ia menendang tulang keringnya dan menampar wajah tampan angkuh nan dingin lelaki bej*t itu!
Wataru kembali memutar Misaki, berkata sok romantis, kata-kata menusuk kalbu.
"Aku bayar dua ratus juta dollar, tapi kau jadi budakku di atas ranjang. Bagaimana? Tak usah malu-malu, sok susah didapat. Tunjukkan saja sifat aslimu," Wataru menggigit sedikit daun telinga Misaki hingga perempuan itu mulai berontak, sayangnya, kekuatan lelaki itu sangat luar biasa menahannya. Ia menjadi boneka tali pada genggaman lelaki itu seutuhnya.
PENGHINAAN! geram Misaki dalam hati, darahnya mendidih!
Misaki tak bisa membalasnya secara langsung, jadi ia pun nekat mengikuti permainan lelaki itu.
"Toshio-san. Jangan-jangan kau yang amnesia, ya? Ingat tidak kau alergi pada tipe sepertiku?"
Misaki tersenyum ramah, setengah mengejek.
Hal ini sukses mengusik ketenangan hati lelaki itu.
"Hooo... Aku memang alergi pada tipe sepertimu, tapi jika dilihat-lihat sekarang, kau yang palsu dari ujung kaki sampai kepala ini, boleh juga diajak main. Mungkin aku bisa berubah pikiran sedikit."
"Cukup!" pekiknya tertahan.
"Kenapa? Aku penasaran seperti apa kau di atas ranjang, apakah seperti hantu jepang yang merangkak mengerikan? Atau seperti ratu menawan yang menggoda? Mungkin kau bisa jadi teman sek-"
Mata Misaki terbelalak, ia tak mau mendengar hal menjijikan itu lebih jauh. Tangannya ditarik sekeras mungkin untuk menamparnya, tapi lelaki itu sungguh kuat!
"KAU!" perempuan itu menggertakkan gigi dan melotot tajam.
Wataru menariknya ke dalam pelukannya, mengelus lembut rambut Misaki yang wangi. "Jangan lupa kontrakmu. Aku memang tak boleh menyentuhmu selain keperluan akting, tapi tak disebutkan aku tak boleh sedikit bermain-main untuk membuatku senang. Buuu. daaak."
Misaki tercengang.
DASAR PRIA LICIK! serunya penuh amarah dalam d**a.
Musik pun berhenti, ditutup oleh senyum menawan Wataru ke arah hadirin.
Sorakan tepuk tangan melambung tinggi ke udara. Dansa itu selesai dengan kekaguman dari banyak pasang mata.
Bisik-bisik bahwa mereka adalah pasangan dari langit kini menyebar bagaikan virus tak terkendali.
Ishikawa melihat ini tersenyum sesaat, lalu terlihat serius.
Kumato menghampiri mereka berdua untuk berbincang sedikit, sangat antusias khususnya pada Misaki.
Sakitnya hati Misaki saat ini, apalagi mesti berakting dengan mode Akabane Merry. Rasanya ia bisa ambruk sewaktu-waktu dengan beban mental yang diberikan oleh Wataru sebelumnya.
Apa sebegitu buruk pandangan lelaki itu padanya?
Ishikawa memberi sedikit penjelasan mengenai kejadian di lantai dansa, bahwa siapa pun yang berada di posisinya pasti tak ingin menyia-nyiakan berdansa dengan wanita secantik Akabane Merry. Kemudian sungguh-sungguh minta maaf pada sang tunangan .
Dan ini ditelan mentah-mentah oleh banyak pria yang sesungguhnya tergiur ingin memenangkan lelang. Sebagian para tamu perempuan mendengar ini kesal bercampur jijik.
***
Di area tangga darurat tak jauh dari ballroom.
Mata mereka berdua saling memancarkan rasa benci satu sama lain.
Wataru melakukan kabedon pada Misaki.
"Mau apa kau sekarang?" Misaki menggigit bibir bawahnya.
Lelaki itu mengernyitkan kening melihat aksi itu.
"Tidur denganku malam ini."
DEG!
"KAU GILA, YA? SALAH MAKAN?" Misaki berteriak tertahan, amarah bergejolak hebat di dadanya.
HINA SEKALI LELAKI INI!
Tangan kanan Wataru menutup mulut Misaki, tapi perempuan itu menggigitnya.
"KAU!" Wataru tak melepas gigitan Misaki, wajahnya meringis menahan sakit.
"Kenapa? Kau hanya mau tidur dengan pria yang membelimu seratus juta dollar? Atau takut dengan kontrak kita?"
Misaki tak membalas, ia semakin kuat menggigit tepian tangan Wataru. Matanya memicing tajam.
"Kau ini benar-benar hewan liar, ya?" sebelah keningnya terangkat.
"Aku bukan perempuan seperti itu." gigitannya dilepas, meludah ke kanan.
Wataru mengamati bekas gigitan yang cukup dalam. Ekspresinya muram.
"Bukan perempuan seperti itu, tapi menerima pertolongan lelaki asing dengan cara yang luar biasa?!" pandangannya menyapu Misaki dari ujung kaki hingga kepala.
"Ini terpaksa!"
"Oh, ya? Terpaksa? Terpaksa bagaimana?"
Misaki membuang muka, kesal.
Kening Wataru bertaut, tangannya meraih dagu Misaki dengan kasar. "LIHAT AKU!"
DEG!
Jantung Misaki sepertinya bakal copot kalau begini terus oleh perlakuan lelaki bej*t itu!
Ia pun meliriknya takut-takut melalui sudut mata.
"Kan, sudah kubilang aku ada masalah tadi, makanya dengar kalau orang sedang bicara! Uesugi-san juga sudah menjelaskannya di panggung. Apa lagi maumu? Berhenti mempermainkan orang lain!" Misaki memegang kuat tas genggamnya.
"Kau pikir aku bodoh? Semua itu bisa dikarangnya. Berani sekali dia bersikap sok romantis pada tunangan orang lain di depan umum. Kau bersekongkol, ya, mempermalukanku?" matanya menyipit curiga, jemarinya mencengkeram kuat dagu Misaki.
"Wuah. Apa ini? Setelah amnesia, rupanya kau jago mengkhayal juga, ya?" ledek Misaki.
"MISAKI!" bentaknya, ia memajukan wajah Misaki, dan perempuan itu memalingkan wajah kuat-kuat, menutup mata.
Kesal melihat itu, ia menaikkan poninya untuk melihat wajahnya secara menyeluruh.
Wataru tertegun.
Ada bekas luka di dahi perempuan itu. Kenapa ia baru sadar? Poninya cukup tebal dan hitam hingga menyamarkan dua plester kecil transparan di atas keningnya.
"Kau benar jatuh di toilet?" suaranya berubah prihatin.
"Aku sudah bilang, kan!" koarnya galak.
"Sungguh?" sebelah keningnya berkerut.
"Kau tidak percaya lagi, itu urusanmu!"
"Bagaimana kau jatuh?"
"Apa perlu aku menceritakan semuanya dan ujung-ujungnya kau tak percaya juga? Sia-sia aku jelaskan!"
"CEPAT KATAKAN!" telapak tangannya dipukulkan ke dinding, membuat Misaki terkejut bukan main.
"DASAR TIRAN!"
"Cepat jawab sebelum kesabaranku habis! Katakan yang sebenarnya!"
Mereka berdua cukup lama terdiam, mata saling memandang tajam.
Suasana tegang itu dipecah oleh getaran ponsel Misaki. Ia sempat mengisi ulang ponselnya sejenak sewaktu dirias dengan bantuan salah seorang asisten Jane yang serba lengkap.
Misaki hendak mengangkat telepon, tapi Wataru menahannya.
"Jawab dulu!" paksanya.
Misaki menggertakkan gigi, mendorong lelaki itu yang kini tengah lengah. "Lepaskan!"
[ Mama is calling....]
Kedua bola mata Misaki membesar.
Hah?
Ponsel mamanya, kan, dicuri orang? Kenapa bisa nomor ini muncul? Atau jangan-jangan mamanya ceroboh lagi seperti biasa? Apakah mamanya juga menelepon sebelumnya? Misaki tak sempat mengecek ponsel sejak diaktifkan.
"Siapa? Pria kaya lain lagi?" sindirnya.
Misaki melempar tatapan segalak anak kucing selagi memunggungi lelaki itu.
"Halo, mama?"
Wataru terdiam, memperbaiki posisi berdirinya.
"Baik. Aku mengerti."
"Kenapa? Ada apa?" tanyanya penasaran.
Misaki tak langsung menjawab. Kedua bahu perempuan itu lemas.
"Aku pulang duluan. Lewat sini tidak akan menarik perhatian, kan?" ia berbalik
meninggalkan Wataru tanpa memandangnya sedikit pun.
Wataru merasa aneh, ia menangkap cepat pergelangan Misaki. "Ada apa?"
"LEPAS!"
Kekuatannya membuat lelaki itu kaget.
Saking kuatnya, gelang yang dipakainya menyakiti pergelangan Misaki sendiri.
"Kau mau kemana? Aku antar!"
Misaki berdiri tertunduk, tak berbalik sedikitpun.
"Jangan ikut campur urusan pribadi masing-masing. Tolong ingat itu!" katanya dingin dan tegas.
Ini membuat Wataru kehilangan kata-kata.
Misaki berjalan menuruni tangga, kakinya nyaris kehilangan pijakan, tangannya berpegang kuat pada railing menahan beban tubuhnya. Wataru hendak membantunya, tapi kakinya entah kenapa tertahan di sana.
Tatapan lelaki itu hanya mengikuti sosok Misaki hingga lenyap dari pandangan.
Rahangnya mengeras, sorot matanya tajam.
***
Sesampainya di bawah, Misaki menabrak bahu seseorang.
"Maafkan saya." katanya singkat, ia menatap lelaki itu sejenak, wajahnya lebih manis dari Eikichi dan sedikit angkuh. Ia pun membungkuk cepat sebelum berlari-lari kecil menuju jalan raya.
Sosok yang ditabraknya itu terkejut cukup lama. Matanya terpaut kuat pada punggung Misaki.
"Heee.... Misaki-chan? Lagi? Apa-apaan dandanannya itu?" suara manis lelaki itu terdengar bingung, sebelah kakinya berlutut, memungut sebuah gelang berlian.
Senyum licik menghiasi bibirnya, lalu berdiri.
"Ne, ne, neee.... Misaki-chan~ Misaki-chan~" ujarnya setengah sinting, setengah menahan tawa. Kepalanya mendongak miring, jemari kanannya menutupi sebelah wajahnya. Lagi, setengah sinting dan riang, ia berkata, "sejak kapan kau jadi nakal begini?"
Ia pun menghirup gelang berlian yang masih menyisakan wangi sabun Misaki, terlihat penuh rasa yang mendamba. Kemudian, memasukkan gelang berlian itu ke sakunya. "Kali ini kau tak akan lepas dariku."
"Waka-sama*, mobilnya sudah siap." ujar pria tua berpakaian butler.
"Neee... Alfred-san. Hari ini sangat menarik. Takdir baik sepertinya memang berpihak padaku."
"Ah, begitu rupanya."
"Tak kusangka dia muncul sendiri."
"Oh! Sadako itu, maaf, maksudku, perempuan itu?"
Lelaki bersuara manis itu tersenyum lembut.
"Kali ini jangan sampai gagal. Kalau perlu lakukan apa saja untuk mendapatkan informasinya. Aku yakin perempuan itu adalah My Misaki seratus persen."
Ia melihat wallpaper ponselnya, seorang wanita berkostum hantu wanita warna putih tengah tersenyum ramah dan hangat, tentunya diambil secara diam-diam.
***
-----------
NOTE
Waka-sama = tuan muda dalam Bahasa Jepang.