Icha setelah mandi merasa sangat lapar. Wajar ia lapar, jam saat ini sudah pukul 8 pagi, energinya habis terkuras karena menangis. Melihat wajahnya yang merah, hidungnya merah dan mata sedikit bengkak, Icha mandi agar wajahnya kembali segar tadi.
Ya, sekali lagi, dengan sialannya. Bisa-bisanya ia menangis tadi karena mendengar Kak Evan yang akan segera menikah dengan kekasihnya. Dan tidak mungkin Icha cemburu. Icha juga tidak mungkin suka kakak sepupunya.
Icha hanya sedih, Icha hanya takut tentang kejadian buruk yang menimpanya semalam. Icha bisa saja hamil. Dan kalau Icha hamil.... apa yang harus Icha lakukan.
Kak Evan tidak mau bertanggung jawab dan lebih pahit yang Icha dengar... Kak Evan dan kekasihnya akan menikah 4 bulan lagi.
"Tolong, jangan membuatku hamil ya, Tuhan... karena kejadian semalam...."
"Tolong.... Tolong, jangan membuat..."
"Hay, Cha...."Sapa suara itu hangat dan ramah, membuat Icha tersentak kaget dan reflek menoleh keasal suara.
"Airnya sudah mendidih, Cha. Bahkan sudah mau habis...."
"Eh, benarkah?"Ucap Icha panik dan segera menoleh kearah panci---- yang airnya sisa sedikit, membuat Icha cepat-cepat mematikan api.
"Astaga, Cha. Kamu melamun ya? Kamu lapar? Jangan dan nggak usah masak. Kita makan di luar saja...."Ucap Rania hangat, akrab pada Icha. Bahkan Rania saat ini merangkul hangat dan akrab bahu Icha yang tubuhnya sangat menegang kaku saat ini dan kepalanya reflek menggeleng, menolak ajakan makan bareng dengan Rania dan juga pasti dengan Kak Evan juga....
"Ayo, Cha. Enggak usah malu dan nggak enak. Kita makan bareng di luar sama Kak Evan mu juga... Dari pada kamu sendirian di rumah..."Ucap Rania lagi, masih dengan nada hangat dan lembutnya. Membujuk Icha.
Icha yang sudah Rania kenal sejak 4 tahun yang lalu, tapi baru kali ini Rania berbicara dengan Icha. Sedekat ini dengan Icha.
Ramah, sok akrab, dan lembut pada keluarga calon suami, agar kehadirannya di keluarga besar Evan bisa terima semua orang, termasuk Icha. Icha yang sepertinya keponakan kesayangan Tante Sita karena sering datang libur atau nginap di rumah ini. Pikir Rania.
Rania yang tersenyum lebar karena mendapat anggukan ragu dan malu-malu dari Icha yang umurnya baru 20 tahun. Kata Evan.
Rania meneliti penampilan Icha. Buruk. Bisik hati Rania di dalam sana.
Tak hanya penampilannya yang buruk. Tapi, wajahnya juga buruk. Maksudnya jelek. Kulit hitam, kusam, gigi enggak rapi, kok bisa kekasihnya memiliki sepupu seperti sosok Icha.... bisik hati Rania tak habis pikir di dalam sana.
"Kamu ganti pakaian, gih. Kakak dan Kak Evan nunggu di luar...."Ucap Rania lembut dan mengacak lembut rambut Icha dengan menahan jijik dalam hati, takut rambut Icha lepek. Dan untung saja tidak lepek....
"Ya, Kak. Terimah kasih, Icha ke kamar dulu, Kak..."Ucap Icha masih dengan nada ragunya mendapat anggukan cepat dari Rania.
Rania yang menghembuskan nafas lega, di saat Icha sudah hilang dari pandangannya. Dan Rania juga cepat-cepat mencuci bersih tangannya di westafel agar sisa atau jejak rambut Icha hilang dari tangannya.
Rania takut, di tangannya yang pegang rambut barusan Icha ada virus atau kuman... iyuuwwwww
**
Icha menahan nafasnya kuat. Bagaimana tidak menahan nafas kuat. Wajah Kak Evan berada dalam jarak yang sangat dekat dengan wajahnya bahkan hampir bersentuhan. Hembusan panas nafas Kak Evan bahkan menerpa telak wajah Icha. Wajah Icha yang saat ini sedang berusaha melepaskan diri. Berusaha melepaskan kuncian kak Evan pada kedua tangannya. Icha juga berusaha keras agar wajahnya tidak bersentuhan dengan wajah Kak Evan yang menatapnya dengan tatapam tajam, dalam dan menuduh seakan Icha adalah pencuuri atau penjahat di sini.
"Engh,.... Sakit tangan Icha, Kak....."Ucap Icha susah payah dan membuang wajahnya yang di rangkum kasar oleh Kak Evan kearah samping. Agar hembusan nafasnya tidak menerpa wajah Kak Evan.
Kak Evan yang terlihat menahan geraman saat ini di depannya.
"Kenapa kamu menerima ajakan dari Rania? Kamu mau kasih tahu Rania tentang kejadian semalam hm? "
"Tidak, Kak... Tidak ada niat sedikitpun untuk mengadu pada siapapun tentang kejadian semalam."
"Tolong, lepaskan tangan Icha dan jauhkan wajah kakak dari wajah Icha...."
"Dan segera keluar dari kamar Icha atau Kak Rania akan memergoki kita dengan posisi kita yang sangat...."
"Arggg, kamu benar sialan!"Umpat Evan tertahan. Evan juga menjauhkan dirinya dari Icha. Icha yang mengusap wajahnya kasar. Karena dengan sialannya, hembusan panas nafas Evan serasa masih menempel dan menimpa wajahnya.
"Jangan sampai kamu buka mulut!"Ucap Evan tajam. Icha mengangguk cepat. Biar Kak Evan segera keluar dari kamarnya. Dan di saat Evan sudah keluar dari kamarnya. Icha jatuh meluruh dengan lemas di lantai.
Rasanya jantung Icha ingin meledak dan ingin terlepas dari ronggannya di dalam sana. Dan Icha dengan air mata yang sudah mengalir membasahi kedua pipinya... Icha mendongak keatas, menengadah kedua tangannya dengan kedua mata yang sudah terpejam erat saat ini...
"Ya Tuhan.... Kabulkanlah permintaanku.... Tolong, jangan membuat hamba hamil karena kejadian semalam. Hamba berjanji, kalau hamba tidak hamil karena kejadian semalam... sedikitpun, hamba tidak akan menginjakkan kaki hamba di rumah ini lagi.... "
**
Sial!
Rania sangat menyesal. Sangat amat-amat menyesal sudah mengajak Icha ikut dengan mereka tadi.
Sialan! Apa yang ada di pikiran bocah kampung itu. Kenapa dia bau minyak kayu put*h. Rania tidak suka. Rania jijik dan ingin muntah menghirup aroma minyak itu.
Tapi, Rania tidak berdaya mengatakannnya pada Evan. Icha sepupu Evan. Takut Evan terlebih Icha tersinggung lalu Icha lapor pada Tante Sita. Lalu namanya rusak.
"Aku harus capek-capek ke toilet gara-gara adik sepupumu yang jelek itu, Evan... "gerutu Rania dengan wajah yang sangat masam. Berjalan dengan kaki menghentak menuju toilet.
Dan rasa kesal Rania, sedikit surut di saat pintu toilet sudah ada tepat di depannnya.
Hampir saja Rania membuka pintu toilet yang sepi, tapi tangan Rania hanya melayang di udara di saat tangan Rania yang lain di genggam kuat oleh seseorang. Dan seseorang itu dalam seperkian detik sudah membawa masuk tubuh Rania dan juga tubuhnya ke dalam toilet yang hendak di masuki oleh Rania.
Dan ceklek
Bahkan pintu toilet sudah di kunci dalam waktu seperkian detik dengan Rania yang kedua matanya terlihat melotot tak percaya saat ini. Dengan apa yang ia lihat.
"Dimas...."Bisik Rania geram.
"Apa yang kamu lakukan sialan!"Ucap Rania kasar dan menghempas kasar tangan Dimas yang menggenggam kuat tangannya sampai terlepas.
"Aku yang harus bertanya padamu. Kamu tuli dan apa yang kamu pikirkan!!!!?"Ucap Dimas. Laki-laki yang menyeret Rania ke dalam toilet sempit ini.
Dimas yang merupakan tetangga Rania. Dimas yang merupakan orang satu kampus dengan Rania dengan jurusan yang sama di Asutralia. Dan satu angkatan yang sama juga. Dimas yang menatap Rania dengan tatapan tajam dan dalamnya.
Dan dalam waktu seperkian detik. Dimas... mencium, memagut, dan menghisap bibir Rania kasar secera sepihak. Dan 30 detik kemudian, Dimas melepaskan kasar ciuman sepihaknya pada Rania yang wajahnya datar dan menahan amarah saat ini.
"Putuskan hubunganmu dengan, Evan! Kamu sudah rusak olehku! Bahkan kamu tergoda dan mau menjadi partner FWB ku selama 5 tahun kita ada di Australia...."
"Jangan kencang-kencang sialan! Nanti ada yang dengar...."Ucap Rania dengan geraman tertahannya. Rania juga menunjuk kasar wajah Dimas yang menatap Rania tajam dan tegas saat ini.
Menanti dengan penuh amarah ucapan yang akan keluar dari mulut wanita yang sudah berbagi kehangatan dengannya sudah 5 tahun berlalu di negeri orang....
"Dan dengar, Dimas.... Sorry aku nggak bisa memutuskan hubunganku dengan Evan. Evan cinta pertamaku. Dia baik. Dia setia. Mr. P nya milik eksklusiveku. Tidak seperti kamu yang colok sana sini. Bonus Evan tampan dan kaya...."
"Dan satu lagi, Dimas. Kamu sama kayak aku. Kuliah dari beasiswa. Karena kita nggak mampu. Aku cinta Evan. Cinta warisan yang akan Evan dapatkan dari orang tuanya. Kamu miskin. Belagu lagi dengan melakukan seks bebas dengan para perempuan di luar sana. Ingat perjanjian kita. Tidak ada hubungan lain. Kita hanya teman FWB..... sekali lagi, kamu enggak ada apa-apanya di banding, Evan..."
tbc