Yunia menggoyangkan tubuhnya berharap Dony bisa jatuh dari atasnya. Tetapi perkiraannya salah. Sekuat-kuatnya seorang wanita, ia pasti akan kalah ketika melawan pria. Apalagi pria itu Dony.
"Turun, kamu gak bisa terus disini!" tekan Yunia sambil melotot.
Dony bangun dari atas Yunia. Bukan karena suara bentakan Yunia, tapi karna ia mau melanjutkan menyesap permen lolipopnya. Kesempatan itu segara Yunia pakai, ia berlari ke pojok sembari memegangi dadanya.
"Kenapa, gue gak apa-apain lo," tutur Dony merasa heran dengan reaksi Yunia yang di nilainya terlalu berlebihan.
Yunia berdiri, kembali menghampiri Dony. Habis sudah rasa toleransinya kepada lelaki itu.
"Keluar gak!" hentaknya sambil menunjuk kearah pintu.
"Keluar mana?" tanggap Dony heran.
"Keluar dari mini market ini," geram Yunia, bahkan suara nafasnya terdengar memburu di telinganya sendiri.
"Yyaah... Mini marketnya ajah gak punya pintu. Gimana mau keluar," ujar Dony. Yunia jadi melirik kearah yang Dony maksud..Wajahnya berubah menjadi semakin menyedihkan.
"Cepet bangun!" suruh Yunia sambil merentangkan tangannya untuk Dony berpijak. Pemuda itu melirik ke tangan Yunia merasa lucu dengan jari-jari Yunia yang di nilainya jempol semua. bulat dan menggemaskan persis seperti ulat bulu. Tidak ingin mengecewakan Dony meraih tangan putih Yunia, mengikuti mau sang gadis yang ingin membawanya entah kemana. Yunia mencengkram tangan Dony, membawanya melewati para preman yang terkapar di lantai. Dony bahkan menginjak lagi perut salah satunya membuat pria itu meringis kesakitan.
"Iiihh...." Yunia mendelik kearah Dony, seraya menggeleng seakan berkata 'Jangan macem-macem!'
Sampai mereka pada pintu mini market yang telah hancur lebur. Yunia melepaskan pegangannya, segera mendorong Dony. Mengusirnya dari sini, seolah pemuda itu adalah kucing jalanan yang tiba-tiba saja masuk.
Dony terangga lebar, tidak percaya ia mendapat perlakuan sejahat itu. Tidak ingatkah Yunia. berkatnya, mini market yang ia jaga tidak akan lagi mendapatkan ancaman dari preman.
Bagaimana bisa kalau mini market itu juga pastinya akan tutup selamanya dalam waktu yang tidak akan lama lagi.
"Pergi kamu!" usir Yunia. Dony tidak bergeming tapi ia terus memperhatikan Yunia.
"Yakin usir gue. Tiga orang itu?!" tunjuk Dony ke tiga preman yang sudah mirip buntelan karung beras.
"Huufft... Bawa mereka pergi bersamamu!" titah Yunia.
"Eiitshh... Lo gak bisa semudah itu nyuruh-nyuruh gue. Karena lo harus membayarnya," ucap Dony bernegoisasi
"Tapi ini,'kan juga salah kamu. Kenapa kamu malah bawa mereka masuk dan pukulin mereka." Kesal Yunia.
"Ahk, banyak mau,ya lo," kata Dony berniat pergi.
"Eh, bawa mereka dulu!" teriak Yunia namun tidak di pedulikan Dony. Ia adalah laki-laki yang tidak mau diancam.
"Kak, tolong aku," lirih Yunia menyerah seraya menautkan kedua tangan. Gadis itu tak tau gimana nanti nasibnya jika Dony meninggalkan ketiganya begitu saja disini. Yunia bahkan takut kalau mereka sudah tidak bernyawa lagi.
Dony menghentikan langkahnya, bibirnya tersenyum karena merasa sangat di butuhkan Yunia saat ini.
"Tadi ngomong apa?" selidik pemuda itu mau tau. Tepatnya mau dengar lagi suara rengekkan Yunia yang mirip anak-anak itu.
"Tolong aku buat singkirkan mereka. Aku gak kuat," kata Yunia sambil terus menggeleng, meyakini Dony.
"Badan lo'kan gede," sahut Dony bikin Yunia melotot. Jangan gara-gara badannya besar terus dia di anggap bisa menyelesaikan semua masalah seorang diri. Hei, tau gak. Gajah yang besar saja sesungguhnya gak diperbolehkan mengangkat berat karena tekstur tulangnya tidak di ciptakan untuk itu. Begitu juga Yunia yang seorang wanita, Besar bukan melulu sanggup.
"Yayaya..." rancau Dony malas di pelototin gitu sama Yunia.
Cowok yang tadi sudah di usir masuk lagi ke mini market. Sesaat Dony mau menarik para "korban" sudah ada dua penjaga setempat yang datang setelah mendengar suara bising.
"Ada apa ini?" pekik salah satu satpam yang bertuliskan Joko pada papan namanya.
"Tanya ada apa, gak liat ada tiga orang terkapar," cicit Dony malas.
Yunia mendekat sambil tertunduk takut, kedua tangannya tak hentinya saling terjalin begitu gugup. Bahkan ia menelan ludahnya kasar. Yunia hanya takut masalah ini akan cepat ketauan oleh pemilik mini market sebelum ia bisa memberikan alasan yang logis.
"Mbak, ada apa ini. Bisa di jelaskan?" selidik Pak Joko lagi
"Ini Pak, tadi ada tiga orang preman mau mencoba masuk lalu..."
"Kayaknya mending kita lapor aja sama Pak Sultan, pemilik mini market ini." Ide satpam satunya lagi yang bernama Musrih.
"Eh... Eeh.. Ja-jangan, Pak."
"Loh kenapa jangan.., atau ini semua disebabkan karena, Mbak?" duga Pak Joko. Dony tetap pada tempatnya tidak membantu tidak juga berreaksi sedikitpun. Tapi bukan berarti ia tidak memperhatikan Yunia yang gugup.
Cowok itu terus menatap Yunia sembari menggigit ujung stick lolipopnya yang sudah tandas.
"Kebetulan Pak Sultan tinggal di blok ini juga,'kan. Udah kita lapor aja," saran Pak musrih tak ingin disalahkan. Ia yakin kekacauan ini terjadi karena keteledoran Yunia. Lagi siapa laki-laki yang terus menatap nyalang kearahnya itu. Seakan bisa menguliti siapapun hanya dengan tatapannya.
"Yuk kita pergi dari sini cepat!" desis Pak Musrih ke Pak Joko.
"Pak... To, tolong Pak jangan! iihh..." Yunia membanting-banting kakinya percuma saja. Sebanyak apapun ia membela diri, bahkan sampai mulutnya berbusa sekalipun. Kedua satpam yang sudah terlanjur percaya dengan pemikiran mereka tak akan merubah niatan untuk melaporkan Yunia kepada Pak Sultan, Bos Yunia.
"Tuhan, tolong aku," lirih Yunia seraya berdongak. Dony yang melihat merasa kasihan. Ia memutuskan mengajak Yunia kabur.
"Ayok ikut gue!" tuturnya sambil menggenggam tangan Yunia.
"Mau kemana?" tanya Yunia tak suka
"Pergi. Lo mau di omelin?" sahut Dony santai.
"Enggak.., enggak, aku gak mau. Aku gak bisa lari dari tanggung jawab. Gimana pun Pak Sultan memberikan kepercayaannya untuk aku menjaga mini market ini. Tapi aku malah..." Yunia tertunduk sedih.
"Hhhaah.., terserah lo, lah. Tapi gue mau cabut."
"Silahkan.Dan, emm.., makasih Kak," ucap Yunia. Se-menderitanya dirinya. Yunia tidak akan lupa mengapresiasi jasa orang lain untuknya. Karena bagi Yunia sangat jarang ada seseorang yang mau membantunya. Kebanyakan dari mereka memilih tidak peduli meski Yunia dalam kesengsaraan sekalipun. Maka dari itu ia belajar untuk membentengi hatinya dari setiap kekecewaan.
Dony tertegun. Padahal ia berniat pergi tanpa beban, tapi kata terima kasih yang keluar dari bibir gadis itu malah membuat hatinya merasa tertawan.
"Ahk, makanya ayok kita pergi!" suruh Dony lagi.
Yunia terus menggeleng. "Gak, Kak. Aku mau hadapi semuanya. Gimanapun itu."
"Tapi lo gak tau,'kan apa yang bisa orang itu lakukan sama lo. Lo bisa di laporkan ke kantor polisi dengan tuduhan ada andil atas kerusakan ini," papar Dony yang cukup tau tentang hukum. Mengingat Roland, ayahnya adalah seorang hakim.