Bab 11. Lolos

1151 Kata
Kereta kuda terus melaju dengan cepat, menerobos gelapnya malam. Di dalam kereta itu, Eugene tak berhenti menatap Caroline, bahkan berkedip pun bisa dihitung jumlahnya. Gadis itu merasa risih, tapi ditahan karena hanya pria tersebut yang bisa membawa keluar dari kekacauan yang di alaminya. Bunyi terompet beserta kembang api pun terdengar ditelinga mereka. Eugene lupa bahwa malam itu adalah malam festival di adakan dalam memperingati bersatunya dua pahlawan. Banyak orang yang memakai topeng singa dan topeng naga sebagai bentuk penghormatan kepada dua jenderal. Caroline melirik sekilas ke arah jendela, ketika parade datang untuk melintas. “Apakah kau tertarik?” tanya Eugene mulai membuka pembicaraan mereka. Gadis itu tersenyum, mulai aksinya sebagai aktor kelas kakap. “Jika aku melihatnya dari dekat, apakah yang mulia bisa menemani?” “Tentu saja,” jawab Eugene dengan cepat. Menemani gadis cantik seperti Caroline akan membuat hati senang tiada tara. Lihat senyum yang menawan itu, mampu meluluhkan hatinya detik itu juga. Ditengah parade, aku akan melarikan diri darimu. Eugene pun turun dari kereta kuda, diikuti dengan Caroline. Tujuan mereka berdua adalah untuk melihat parade. “Pegang tanganku, jangan sampai terlepas.” Lagi dan lagi, Caroline harus senyum profesional agar Eugene tak curiga sama sekali. Tapi karena pakaian yang dikenakan bermasalah, semua orang yang ada di sekitar memandang remeh ke arahnya. Eugene pun menatap mereka dengan pandangan tajam dan menusuk, seketika mereka langsung membuang muka kearah lain karena status bangsawan yang di miliki. “Abaikan mereka. Cepat genggam tanganku.” Pria itu menarik tangan Caroline menyeretnya perlahan menuju ke tempat yang cukup sepi. Tak jauh darinya, ada toko pakaian. Agar Caroline dapat diterima di masyarakat, Eugene memutuskan untuk membelinya pakaian. “Ganti dia dengan pakaian yang bagus,” titah Eugene kepada seorang perancang busana. “Tidak perlu,” tolak Caroline dengan halus. Tapi karena Eugene memaksa, gadis itu tak punya pilihan lain, selain masuk ke dalam ruangan khusus pakaian. “Silahkan memilih pakaian yang anda sukai.” Terlintas ide di otaknya, bahwa Caroline harus menyamar agar bisa keluar dari tempat itu dalam keadaan aman. “Bisakah kau menunggu di luar?” pinta gadis itu sambil memohon. Kalau bukan karena orang di luar seorang bangsawan, aku tak sudi memenunuhi keinginannya. “Tentu saja. Saya akan memberi waktu.” Wanita itu keluar, menutup pintu perlahan. Caroline segera bertindak, mengambil satu set pakaian pria lalu menggantinya dengan cepat. “jangan salahkan aku berbuat seperti ini.” Meskipun Eugene adalah raja, tak seharusnya menarik gadis asing dan percaya begitu saja. “Kau sendiri yang memilih untuk membawaku. Aku tak punya pilihan selain berbuat hal kotor untuk mencari cara untuk pergi.” Sesudah selesai, Caroline berjalan menuju ke jendela kaca. Gadis itu mengambil topi untuk menutupi sebagian wajahnya agar tidak terlihat. “Aku harus kembali ke kereta kuda untuk mengambil tasku.” Gadis itu melompat keluar jendela, berlari menuju ke kerumunan orang-orang. Ia menerobos lalu lalang orang yang sedang menonton parade. Bunyi kembang api pun mulai menggema di udara, para penduduk mulai bersorak-sorai senang karena yang ditunggu telah datang Ding Ding’Suara menara jam milik Kerajaan Hazelmuth terdengar keras di gendang telinga mereka. Pukul dua belas malam, dini hari adalah waktu yang tepat untuk ritual penyambutan dua legenda yang menjadi pelindung mereka. Semuanya menatap ke arah langit, kembang api berbetuk singa dan naga terlihat jelas. Suasana langsung hening karena para penduduk memejamkan mata seakan berdoa. Hanya Caroline yang bergerak, menuju ke kereta kuda. “Ini kesempatanku.” Gadis tersebut masuk ke dalam kereta, mengambil tasnya. Mata cantik itu melirik ke arah peti. “Maaf, aku akan membawanya. Kau harus mengiklaskan karena kau adalah raja.” Ia menjadi pencuri dalam hitungan menit, dan tak peduli sama sekali dengan rekasi Eugene nantinya. Karena kondisi masih hening, seperti mengheningkan cipta, Caroline segera bergegas pergi menuju ke arah hutan, berlawanan arah dengan hutan sebelumnya. “Ini sudah cukup jauh. Akhirnya aku lolos juga darinya,” kata Caroline sambil menyeka keringatnya. Gadis itu nampak kelelahan, dan akhirnya berhenti untuk istirahat. Sayang sekali, karena kakinya lemas, ia terjauh berguling-guling ke tanah, menerobos beberapa rumput liar hingga akhirnya kepalanya terpentok batu sampai akhirnya pingsan. Lalu, bagaimana dengan Eugene. Karena Caroline lama, otomatis pria itu pun mendatangi ruangan gadis tersebut. “Caroline...”panggilnya dengan lembut. Wanita yang menjadi perancang busana pun mendekatinya, “Nona itu sedang memilih pakaian, Tuan.” Eugene terkejut karena wanita yang mengantarnya berada di luar. Perasan tidak enak pun mulai menyerangnya. “Kau membiarkannya berada di dalam sendirian!” serunya tak percaya di angguki oleh wanita itu. Pria tersebutpun mulai meradang, mendobrak pintu dengan keras hingga benda kayu itu terbelah menjadi dua. “Caroline.” Matanya menyapu seluruh ruangan. Tapi gadis itu tak ada ditempat sama sekali. “Maafkan saya, Tuan.” Wanita tersebut tampak ketakutan karena mengetahui kesalahannya. “Prajurit!” panggil Eugene tanpa memperdulikan wanita itu. “Cari Caroline sekarang juga.” Ia mengambil pakaian milik gadis tersebut. “Dan bawa dia!” “Todak...! Maafkan saya, Tuan.” Wanita itu bersujud sambil memohon ampun, tapi Eugene tak peduli sama sekali “Seharusnya aku tak percaya dengannya begitu mudah.” Kilatan cahaya emas di matanya menunjukkan bahwa ia sedang marah karena kebodohan yang dimiliki. Pria itu berpikir kalau Caroline akan terpikat dengan ketampanannya. Namun ternyata, dia berbeda dengan gadis lainnya. ‘Pantas saja Keith berusaha mati-matian.” Eugene tersenyum dengan wajah dinginnya. “Sebarkan berita ini kepada dua jenderal!” “Baik!” jawab para prajurit dengan serempak. Parade yang seharusnya menyenangkan, menjadi keributan karena para prajurit yang terus mencari keberadaan Caroline. Semua orang pun langsung bersujud, ketika melihat lambang kerajaan yang di angkat tinggi-tinggi ditengah parade, seketika kegiatan itu berhenti. “Kami mencari gadis unik dengan mata berwarna biru dan rambut seperti emas.” Gadis rambut emas sangat langka, mungkin hanya keturunan penyihir agung yang memilikinya. Iya, dulu sebelum dua jenderal yang melindungi Kerajaan Hazelmuth, terdapat penyihir yang melindungi kejayaan kerajaan. Namun sayangnya, penyihir itu menghilang sampai saat ini belum diketahui keberadaanya. Kata seorang peramal, penyihir itu ditelan oleh iblis hingga tak bisa kembali lagi. Lambat laun, masyarakat sudah melupakan penyihir itu. Tapi, tidak dengan keturunan kerajaan yang terus mengenang adanya penyihir. Raja terdahulu sangat menghormati kaum itu. Sayang sekali dibalik itu ada tragedi mengejutkan sehingga nama penyihir menjadi sangat buruk. Mendengar kabar dari salah satu prajurit Eugene. Keith langsung mengerahkan seluruh orang kepercayaannya mencari Caroline. “Gadis itu sangat licik karena bisa mengelabuhinya.” Entah kenapa ia terlihat senang ketika mendengar kabar tersebut. “Cari orang yang berbakat untuk menggambar. Kita harus segera menemukan Caroline sebelum dua pia menyebalkan itu.” “Baik, Jenderal.” Keith menaruh kedua tangannya dibelakang, menatap bulan yang tidka tampak seperti biasanya. “Dia sama seperti orang itu. Orang yang dilindungi pria tua itu.” Pria itu pun mengambil pedangnya, berjalan keluar ruangan menuju ke arena kuda. “Carlos!” panggilnya cukup keras. Suara kuda pun terdengar jelas di telinga Keith yang sedang berlari ke arahnya. Pria itu langsung menaiki punggung Carlos, segera pergi meninggalkan tempat itu. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN