Situasi masih dalam tahap yang tidak bisa ditentukan hasilnya. Caroline yang diam terpaku, seperti tersihir. Sedangkan Eugene yang memiliki hasrat untuk menyentuh gadis itu. Begitu dia mendekat, apa yang terjadi? Sebuah hal yang tak terduga. Tubuhnya terpental jauh sampai terbentur tembok.
Eugene batuk seteguk darah, hingga merasakan bagian dadanya terbakar hebat. Belum sempat bangun, lemari tak jauh darinya rusak tiba-tiba. Seorang pria berjubah dan bertopeng keluar dari benda yang sudah rusak itu.
“Siapa kau?” tunjuk Eugene dengan susah payah. Mata pria itu mendelik tajam, menatap sang pria bertopeng dari atas hingga bawah. Ciri-cinya sama dengan pemimpin Organisasi Gelap, Tuan K.
Eugene menarik kesimpulan, bahwa Caroline meminta bantuan kepada Tuan K untuk masuk ke dalam kerajaan.
Melihat Eugene yang masih belum bangkit, kesempatan itu digunakan oleh Tuan K untuk membawa Caroline pergi dari ruang rahasia itu.
“Sialan! Veto....!” panggil Eugene dengan nada berteriak. Veto yang masih berlari karena berada jauh dari kerajaan pun bergegas segera menuju ke lokasi. Ia melihat sekelibat bayangan membawa seseorang, dan matanya terbelalak saat mengetahui siapa orang itu.
“Tuan K!” Veto bisa mengetahui kalau Tuan K telah keluar dari kerajaan. “Aku harus mengejarnya.”
Terjadilah aksi kejar mengejar di antara mereka. Keith melirik sekilas, berdecih karena tak mau membuang energinya untuk berhadapan dengan Veto. “Aku harus cari temapt untuk mengecoh dia.”
Matanya menyipit saat melihat semak belukar, lalu langsung menyelinap masuk begitu saja. “Sangat berat... makan apa dia?” Tubuh Caroline ditaruh di pangkuannya. Mata gadis itu maish berwarna biru, karena terllau mencolok Keith berusaha menutupinya.
Aneh, begitu tangan menyentuh mata, penglihatan gadis itu tertutup. “Aku tak penasaran,” gumanya meskipun sebenarnya ingin tahu. Keith mengintip ke celah semak itu, tampak Veto sedang mencari keberadaan mereka. Dia bahkan menggunakna pedangnya untuk mencarinya disemak-semak.
Keith mundur ke belakang semeter, tak menyangka tangannya tergelincir sehingga langsung terperosok masuk ke dalam semak-semak. Bagian tanah yang miring ternyata membuat tubuhnya tidak seimbang hingga akhirnya jatuh.
“Sialan! Kenapa harus seperti ini.” Untung saja Caroline terus dipegangnya sehingga tubuhnya aman.
Keith diam, menatap sekitarnya untuk memastikan keadaan benar-benar aman. Pria itu kemudian menggendong Caroline lagi dan segera keluar dari semak-semak.
Disisi lain, Eugene marah besar karena Veto tak berhasil membawa Caroline atau menangkap Tuan K. “Apa yang kau bisa kerjakan? Kenapa kau begitu bodoh!” Dilihat dari temperamennya, Veto tahu bahwa orang yang ada dihadapan itu bukanlah raja, melainkan Varlos.
“Raja Varlos, Tuan K sangat lihai dalam mengelabui musuh. Saya sudah mencarinya ke semak-sema tapi tak menemukan keberadaan mereka sama sekali.
“Kau langsung pergi ke Organisai Gelap! Bawa gadis itu kembali dalam keadaan hidup!” Eugene menyentuh kepalanya yang mulai pening. Sepertinya kesadarannya akan di ambil oleh kepreibadian sebelumnya. Veto langsung bertidnak memapahnya untuk duduk di sofa.
Begitu mata Eugene terpejam, lalu terbuka. Kepribadiannya sudah kembali dan berhasil mengurung Varlos kembali.
“Aku tak bisa seperti ini terus,” gumam Eugene yang masih memegang kepalanya.
“Maafkan saya yang kurang berkompeten, yang Mulia.” Veto langsung bersimpuh di lantai. “Saya tak bisa menjalankan tugas dengan baik.”
Meskipun kesadarannya menghilang, Eugene bisa melihat apa yang terjadi diluar saat varlos myang mengendalikan tubuhnya. “Jangan buru-buru untuk menangkap Caroline. Aku akan berusaha menekan emosi agar Varlos tak lagi mengendalikan tubuhku.”
“Apa yang yang mulia inginkan? Saya akan melakukannya,” kata Veto dengan sungguh-sungguh.
“Cari dokter terbaik. Jangan sampai semua orang tahu. Jika ada yang tahu dengan tidak sengaja, kau bisa menghipnotisnya.” Eugene tak ingin suatu hari nanti varlos menghancurkan hidupnya. Maka dari itu, ia akan bertindak untuk menyingkirkan iblis itu.
Veto mengangguk, langsung bergegas pergi untuk melaksanakan perintah dari Eugene. Baginya, sang raja adalah segalanya. Jika bukan karena penguasa itu, pasti hidup Veto tidaklah lebih baik dari sekarang.
Mansion Griffin
Audrey mulai membuka matanya dengan perlahan, menatap langit ruangan yang merupakan kamarnya sendiri. Gadis belia itu mulai bangkit, melirik sekilas ke arah Devon yang sedang tidur di kursi.
Aku harus pergi ke tempat Caroline berada.
Ketika hendak melangkahkan kakinya, Devon langsung bangun. “Kemana kau akan pergi?”
“Ke kamar nona,” dusta Audrey tanpa rasa bersalah.
“Wajahmu terlihat pucat. Biar aku saja yang datang ke sana,” Devon hendak bangkit, tapi tangannya langsung dicekal oleh Audrey.
“Temani aku saja.”
Devon diam terpaku, sejak kapan Audrey menjadi gadis lembut? Biasanya ia sangat acuh dan juga dingin.
“Tidurlah kembali... aku akan menemanimu.” Untuk mencari tahu, darimana Auudrey mengetahu rencannya, Devon berinisiatif untuk menggali informasi dengan mendekati gadis itu.
“Apakah kau haus? Aku akan mengambil minum untukmu.” Pendekatan yang dilakukan Devon sama persis dengan pendekatannya kepada seorang gadis untuk dikencani.
“Aku berterimakaish karena kau membawaku ke ranjang. Tapi bukan berarti kita dekat.”
Mulai lagi, mult tajam Audrey sangat menusuk hati, sampai Devon meringis dan perih.
“Apakah kau tidak ingin berteman denganku?” tanya Devon terus memandnag wajah gadis itu.
Audrey menoleh, “Kau saja penuh misteri, kenapa aku harus berteman denganmu.” Ia nerpindah posisi menjadi miring. “Jika aku memberitahumu sebuah rahasia, apakah kau akan mengurungkan niatmu?”
Devon diam, tak bisa percaya dengan perkataan Audrey karena mereka baru kenal. “Aku bukan orang yang mudah terpedaya.”
“Asumsimu salah, bukan Keluarga Grifin yang membunuh keluargamu, melainkan ornag kerajaan. Dan orang itu sudah mati.”
Mendengar perkataan Audrey, Devon mengepalkan tangan kuat, karena merasa semua ucapan itu hanya omong kosong belaka.
“Tahun itu, terjadi pemberontakan. Raja terdahulu meminta bantuan penyihir untuk menghalangi pemberontak masuk ke dalam ibu kota. Kua tahu apa yang terjadi?” tenya Audrey terus melihat perubahan dari mikik wajah Devon.
“Raja mengorbankan keluargamu untuk memancing ras dragon keluar dari persembunyian.” Perkataan Audrey berhenti saat raut wajah Devon menggelap sempurna.
“Omong kosong! Penipu!” teriaknya sambil bangkit.
“Aku bukan penipu. Aku bicara tentang kebenarannya, Dev. Audrey ingin menunjukkan masa lalu itu, tapi identitasnya sangat berharga.
Karena tak mau mendengar semua omongan yang tak masuk akal, Devon memilih pergi ke kamarnya sendiri, masuk ke dalam ruang penelitian. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk membalas dendam kepada keturunan Griffin, Yiatu Keith Griffin.
“Aku harsu mencari informasi lebih lebih dalam lagi. Aku akan memastikan perkataan bocah itu tidaklah benar.” Devon mengepalkan tangan begitu kuat, sampai kukunya menancap ditelapak tangan hingga ada darah segar yang menetes perlahan.
Tidak mungkin semua informasi yang diterimanya salah karena mereka benar-benar dapat dipercaya. “Sialan!” teriak Devon pecah seketika.
Keith yang baru masuk ke kamar Caroline tersentak keget mendengar teriakan Devon. “Apa yang terjadi dengan Devon?”
Karena penasaran, Keith pun memutuskan untuk pergi. Akan tetapi secara mendadak, tangan Caroline meraih pergelangan tangannya. “Jangan pergi..., janagn tinggalkan aku. Aku mohon..., tetaplah di sini untuk menemaniku.”
Keith tersenyum menatap wajah Caroline yang sedang berbicara dalam tidurnya. Ah, kenapa juga ia selalu lemah dengan wajah itu? Bahkan sehari tak bertemu saja bagiakan setahun rasanya.
“Tanpa sadar, kau telah mencairkan hatiku yang dingin.”
Bersambung