Bab 60. Salah Paham

1140 Kata
Tiga orang pria berada dalam satu ruangan yang tidak ada kehangatan sama sekali. Eugene datang bersama dengan Veto, sedangkan Derich hanya sendiri. Mereka seperti berada di medan pertempuran, hanya saja tak berdarah sama sekali. Eugene menatap Keith cukup tajam, seolah menusuk seluruh tubuh pria itu dengan pisau. “Kenapa kau mengabaikan panggilanku?” “Mohon maaf, Yang Mulia. Karena aku ada urusan penting,” jawab Keith dingin. Eugene yakin urusan penting yang dimaksud adalah perlihal Caroline. “Kau selalu berdalih,” cibir Derich membuang muka ke arah lain. “Jangan bahas Caroline terlebih dulu, kita bahas perbatasan.” “Kenapa kau kembali, Keith?” tanya Eugene dengan wajah serius. “Bukankah Yang Mulia tahu, kalau ada api peringatan?” Keith malah balik bertanya, tentu Eugene semakin kesal dibuatnya. “Seharusnya kau tetap diperbatasan, karena pekerjaanmu di sana belum selesai,” tambah Derich sambil bersantai. Keith diam, tak mau berkata apapun lagi. Secara Derich sengaja memberi bumbu pedas agar situasi semakin memanas. “Banyak b***k yang melarikan diri, aku harap kau semakin bekerja keras, Keith.” Ah, b***k. Keithlah yang meminta mereka untuk pergi sejauh mungkin dari Kerajaan Hazelmut. Sebagai Tuan K, identitasnya adalah melepaskan para b***k. Kepimimpinan Eugene yang begitu keras membuat para tawanan dari kerajaan lain menjadi menderita. “Kenapa kau tak melepas status b***k? Dan membuat lahan persawahan untuk mereka,” usul Keith mempertimbangkan dari berbagai sisi. Jika para b***k hanya menambang emas saja, maka mereka tak akan punya pengalaman lain. Seandainya banyak petani, Kerajaan Hazelmuth akan tambah makmur dibawah kekuasaan Eugene. “Pencabutan b***k yang mendarah daging sangat sulit untuk dihilangkan. Para mentri akan protes mengenai permasalahan itu.” Raja tidak berdiri sendiri, karena ada mentri yang menjadi penyokongnya. Dari dulu, suara mentri patut dipertimbangkan meskipun keputusan akhir berada dibawah kendali raja. “Adakan pertemuan untuk para mentri. Penghapusan b***k memang cukup baik,” tambah Derich setuju dengan ide Keith. Lagi pula, pria itu sendiri tak menyukai adanya b***k yang dipaksa untuk bekerja di tambang. Tidak sendikit dari mereka harus dicambuk lantaran lelah bekerja. Para algojo ditambang sangat keras, dan Eugene tak bisa berbuat banyak karena kalah otoriter dengan para mentri. “Kau adalah raja, jangan dikendalikan oleh para mentri,” ucap Keith mengingatkan. Perkataan Keith sangat benar, bahkan tanpa sadar Eugene mengangguk beberapa kali. “Sebelum aku kembali, aku akan mengatakan sesuatu sebagai seorang teman.” Karena Eugene sudah menutup permbahasan resmi mereka, ia segera membuka masalah mengenai Caroline. “Aku ingin menjadikan Caroline milikku.” Sontak suasana ruangan menjadi hening, aura-aura dingin keluar dari tubuh Keith. Kalau Derich hanya acuh saja. “Jangan bilang kau mau aku dan Derich bertaruh!” seru Keith tak menyangka. “Kau salah ambil kesimpulan. Kita bertiga akan berupaya mengambil hati gadis itu.” “Seandainya Caroline bukan memilihmu, apa yang kau lakukan?” tanya Keith membuat Eugene terkesiap, tak memikirkan sampai ke arah sana. “Aku adalah raja. Tentu aku akan terpilih,” jawab Eugene dengan congkak. “Kau kalah tampan denganku. Justru akulah yang terpilih,” sela Derich tak terima. Keith memilih bungkam dengan berdebatan mereka yang tiada ujung. Caroline, gadis itu punya pesona sendiri. Banyak pria yang merebutkan dirinya. Apakah aku layak berada disampingmu, Caroline, batin Keith dengan wajah cemas. Sementara itu, Caroline bersin beberapa kali. Gadis itu sadar karena telah menjadi topik perbincangan para petinggi Kerajaan Hazelmuth. Lama termenung, Caroline tak sadar kalau Devon sudah keluar ruangan. “Apa yang kau pikirkan? Masuklah..., kita perlu bicara.” Gadis itu mengangguk, begitu masuk ke dalam ruangan nampak Audrey yang masih malu-malu. “Apakah kalian yakin pembicaraannya selesai?” Keduanya mengangguk, lantas Caroline duduk dengan nyaman. “Kita harus pergi dari tempat ini.” Devon angkat suara, “Keith tak akan setuju.” “Aku berhak memilih untuk tinggal dimana, Dev. Jika kau berkenan, ikutlah denganku.” Devon kebingungan karena punya perjanjian dengan Keith. Perjanjian turun temurun yang harus dilaksanakannya. “Jangan memaksanya,” kata Audrey seperti sudah tahu jawaban dari Devon. “... dia hanya orang yang berlalu lalang.” “Aku tidak seperti itu! Aku tulus mencintaimu!” Suara Devon sangat menggelegar, sehingga memantul di seluruh ruangan. Jika itu ruangan terbuka, pasti semua orang mendengar pengakuan pria itu. Teriakan Devon terdengar di ruangan Keith. Ketiga pria itu langsung bergegas keluar untuk mencari tahu. Takutnya pria itu sedang mengejar Caroline. “Cukup..., kau membuatku malu,” cicit Audrey membuang muka ke arah lain. “Hah!” Caroline mendesah cukup keras. “... jika kalian saling mencintai, lebih baik menikah saja.” Pintu dibuka dengan kasar oleh Keith kala mendnegar ucapan pernikahan dari mulut Carooline. Semua yang ada di ruangan tampak terkejut dengan tindakan mendadak itu. “Siapa yang menikah?” tanya mereka bertiga serempak. Audrey semakin malu, begitu juga Devon. Mereka pasrah dengan keadaan, seperti meminta Caroline menjelaskan situasinya saat ini. “Apakah kalian menguping?” tanya Caroline sedang mengintrogasi. “Bagaimana kami tidak menguping? Suara Devon jelas terdengar menggelegar,” jawab Derich. Lagi dan lagi, Caroline mendesah karena merasa pusing dengan keadaan sekitarnya. “Oke, sekarang kalian bertiga kembali saja. Aku perlu bicara dengan Devon.” “Tidak bisa,” sela Eugene. “...kau belum menjawab pertanyaan kami, siapa yang menikah?” Caroline melirik sekials ke pasangan yang baru saja mendeklarasikan perasaannya itu. Ada raut wajah enggan dari Audrey, sementara Devon berharap kalau gadis itu bicara terus terang. “Aku tak akan menjawabnya,” kata Caroline bijak. “Intinya, kau yang akan menikah dengan Devon?” tanya Keith dengan suara dinginnya. Pikiran laknat macam apa itu, Caroline sendiri tak habis mengira kalau Keith punya otak jelek seperti itu. “Aku menikah tidak, tak ada urusan dengan kalian bertiga.” Mereka bertiga terdiam, sibuk dengan pemikiran masing-masing. Ekspresi Keith sangat jelas kalau dia marah. Apakah aku sangat keterlaluan. Kalau dipikir kembali, Keith juga mengajaknya menikah. Devon saja yang mengajak Audrey menikah karena mencintainya. Bisa dipastikan Keith juga mencintainya. Apa ini, kenapa jatungku menggila? Caroline takut, jatuh terlalu dalam ke jurang cinta. Jika ia ingin menjalin hubungan dengan Keith, lantas apa yang akan terjadi di masa depan? Nyatanya gadis itu bukan dari dunia tersebut. “Devon!” teriak Keith memanggil nama Devon dengan keras. “...ikut aku ke halaman belakang!” Keith balik badan dengan wajah gelapnya, lantas Devon hanya bisa pasrah, berjalan enggan mengikuti pria itu dari belakang. “Apa yang terjadi?” tanya Caroline dengan wajah polosnya. Dua pria yang berada di sana hanya saling pandang satu sama lain, lalu tersenyum cukup lebar. “Tak usah memikirkannya. Dia memang seperti itu,” kata Derich dengan wajah bahagia. Pria itu cukup senang karena Keith sendiri yang turun tangan membereskan Devon karena dengan berani mengajak Caroline menikah. “Jangan bilang Keith salah paham,” gumam Caroline di dengar oleh Eugene. Audrey yang masih lemah pun bergerak melewati mereka bertiga. “Nona, kita harus ke halaman belakang untuk melihat apa yang terjadi. Aku takut kalau ada pertumpahan darah.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN