Renata sudah jelas menolak memberikan uang tambahan untuk Ryan. Dia benar-benar tidak rela kalau uang hasil jerih payahnya digunakan untuk hal yang tidak penting. Hanya saja adiknya itu terus menerus mengirimkan pesan untuk meminta uang tambahan. Tidak jarang dia menghubunginya berkali-kali. Namun, Renata tetap mengabaikannya. Renata yakin kalau dia menuruti Ryan kali ini bukan tidak mungkin bulan depan dia minta lebih lagi.
Renata menonaktifkan ponselnya sebelum keluar dari ruang karyawan. Dia kemudian menyimpan ponsel tersebut di dalam loker miliknya. Renata bersiap untuk memulai pekerjaannya.
Di hari kerja dari jam sembilan hingga jam sebelas, mall biasanya tidak begitu ramai. Saat menjelang siang barulah orang-orang mulai memasuki tempat tersebut. Jadi selama dua jam itu Renata hanya berkeliling toko mengecek barang-barang yang baru keluar. Menghapal kode brand supaya nantinya dia gampang menemukan barang tersebut ketika dicari. Renata beberapa kali memadu padankan beberapa pakaian. Biasanya customer sering meminta pendapatnya dan Renata cukup memiliki bakat untuk itu. Banyak pembeli yang puas atas rekomendasi Renata. Karena itu tidak jarang mereka kembali dan ingin Renata yang menemani mereka. Dari sana Renata sering mendapatkan tips atas pelayanannya yang memuaskan.
"Mbak Renata!" Seorang wanita memasuki toko dan langsung menghampiri Renata. Renata mengenal perempuan itu karena dia adalah pelanggan tetap mereka. Wanita itu bekerja sebagai seorang sekretaris di sebuah perusaan yang cukup terkenal. Katanya dia sering bertemu dengan orang-orang penting. Hal itu juga mengharuskannya untuk memperhatikan penampilannya.
"Saya mau ke Singapura besok lusa. Karena ini adalah pertemuan penting antara petinggi perusahaan, kali ini saya mau dipilihkan pakaian terbaik dari toko ini, Mbak," kata wanita itu.
"Ada pilihan warna, Mbak Vio?" tanya Renata sopan. Wanita itu menggeleng.
"Kamu pilihkan saja, Mbak yang penting elegan dan nggak norak," kata wanita yang dipanggil Mbak Vio oleh Renata.
Renata kemudian membawa wanita itu ke bagian pakaian premium. Dia memilihkan beberapa kemeja wanita dengan model yang berbeda-beda dan warna-warna yang lembut. Selain itu Renata juga memilihkan rok dan celana untuk dipadukan dengan kemeja tersebut, tidak lupa menambahkan blazer. Dan sebagai aksesoris pelengkap Renata memilihkan bros dan syal. Dia kemudian memasangkan pakaian tersebut pada patung.
"Ada lima pilihan, Mbak Vio pilih yang mana?" tanya Renata. Vio menatap patung tersebut dengan teliti. Dia kagum dengan kemampuan Renata yang pandai memadukan pakaian tersebut. Semua pakaian yang ada di patung terlihat begittu sempurna. Vio benar-benar tidak bisa memilih.
"Saya ambil semuanya, Mbak," ucap wanita itu akhirnya. Dia benar-benar suka dengan pilihan Renata.
"Saya nggak pernah kecewa dengan pilihan kamu, Mbak," kata wanita itu lagi memuji Renata. Sementara itu Renata hanya tersenyum sopan membalas pujian dari Vio.
Setelah menyelesaikan p********n, Vio menghampiri Renata lagi. Dia memberikan tip pada Renata karena telah membantunya memilih pakaian.
"Jangan lupa untuk datang lagi, Mbak Vio," kata Renata.
"Pasti," kata wanita itu seraya mengangguk.
"Pagi-pagi udah dapat customer aja, Ree. Mana belanjanya barang premium lagi." Rekan kerja Renata bernama Netta menghampirinya. Perempuan itu merupakan rekan kerja yang paling dekat dengannya.
"Rezeki, Ta. Nggak bisa ditolak," ucap Renata sembari tersenyum.
"Sepertinya bulan ini, kamu akan kembali terpilih sebagai pegawai terbaik," kata Netta lagi. Renata mengamini hal tersebut dalam hati. Bonus yang didapat cukup besar jika kembali terpilih sebagai pegawai terbaik.
"Ada customer lagi, Ree. Kali ini giliran aku, yah." Netta langsung melangkah menghampiri pria itu sebelum pegawai lain menghampirinya. Renata sejenak terkejut melihat pria itu. Dia kenal pria itu. Dia Si ketus Gabe. Pria berdarah Batak campuran Italia. Renata pernah dengar kalau ayah Gabe adalah orang Indonesia asli yang berasal dari suku Batak. Ibunya merupakan blasteran Indonesia Italia. Ibu dari ibunya alias neneknya adalah orang Italia yang menikah dengan orang indonesia yang kebetulan berasal dari suku batak juga. Gen yang diturunkan pada Gabe lebih kental dari ibunya.
"Selamat pagi, selamat datang di toko kami," sapa Netta. Gabe hanya mengangguk lalu berjalan menuju rak khusus pakaian pria. Netta mengikuti pria itu sembari menjelaskan bahan yang dipakai untuk pakaian yang mereka jual.
"Apa boleh kalau wanita itu yang melayani saya?" Gabe menunjuk Renata yang berdiri tidak jauh dari mereka. Renata sendiri juga sedang menemani calon pembeli lain. Dia tidak begitu memperhatikan Gabe dan Netta.
Netta merasa keberatan, kapan lagi dia bisa dekat dengan pria tampan. Selain itu dia yakin kalau pria itu akan belanja banyak. Dia juga mengejar bonus penjualan seperti pegawai lainnya. "Maaf, Mas. Teman saya sedang melayani calon pembeli lain."
"Kalian bisa tukaran bukan?" Gabe mengangkat alisnya melihat senyum yang Renata tunjukkan ketika mereka tidak sengaja bertatapan.
Netta terpaksa mengangguk. "Saya akan coba tanyakan pada rekan saya, Mas." Netta lalu menghampiri Renata.
"Ree, calon pembeli di sana minta kamu yang melayaninya." Netta berharap Renata menolak namun, harapannya tidak terkabulkan saat Renata mengangguk.
"Maaf, Bu. Teman saya akan melanjutkan penjelasan tentang pakaian ini." Renata memberikan baju yang dia pegang ke tangan Netta. Dia lalu buru-buru berjalan menuju Gabe.
"Selamat pagi—"
"Tidak perlu basa basi. Saya ingin dicarikan pakaian formal lengkap untuk menghadiri sebuah pesta pernikahan empat bulan lagi." Renata mengerutkan keningnya.
"Ini ... apa tidak terlalu cepat mencari pakaian yang akan dikenakan empat bulan lagi?" Renata pikir itu terlalu cepat, karena bulan depan toko mereka akan meluncurkan model terbaru untuk pakaian formal.
"Saya punya waktu senggang sekarang, jadi apa salahnya mencari sekarang?"
"Sebenarnya tidak masalah, sih, Bang." Renata terbawa memanggil pria itu dengan sebutan 'Abang' karena sudah terbiasa.
"Hanya saja bulan depan toko kami mengeluarkan model terbaru untuk pakaian formal. Siapa tahu Abang lebih tertarik dengan barang baru itu nantinya." Sejenak Gabe berpikir.
"Saya tetap perlu pakaian formal itu sekarang. Mengenai model baru yang kamu sebut, kalau saya tertarik saya akan membelinya."
"Abang akan datang lagi ke toko ini bulan depan?" tanya Renata sedikit bersemangat.
"Mungkin," jawab pria itu pendek. Renata tidak ingin berbicara banyak lagi, jadi dia hanya menuruti permintaan pria itu.
Saat Renata memilih kemeja, ponsel Gabe berdering. Pria merogoh saku celananya lalu menerima panggilan telepon tersebut setelah membaca id si penelepon. Renata telah selesai memilihkan empat kemeja dan juga bawahan yang menurutnya cocok untuk Gabe. Hanya saja pria itu masih sibuk dengan lawan bicara di telepon. Renata menunggu Gabe hingga pria itu selesai. Namun sepertinya pembicaraan mereka masih panjang.
Gabe berbalik saat merasa dirinya sedang diperhatikan kemudian dia menemukan Renata yang memegang kemeja di tangannya. Gabe mendekat lalu meregangkan tangannya, dia memberikan kode pada Renata agar perempuan itu mencocokkan kemeja tersebut ke tubuhnya. Renata menegang, dia belum pernah melakukan hal seperti ini dengan pembeli yang lain. Biasanya dia menggunakan media patung atau manekin dann calon pembeli akan memilihnya.
"Apa yang kamu tunggu?" tanya Gabe sembari menjauhkan ponsel dari telinganya. Kemudian dia kembali menempelkan benda tersebut di telinganya saat Renata sudah berdiri satu langkah di depannya. Perempuan itu lalu menempelkan kemeja pertama ke tubuh Gabe. Renata bergeser agar Gabe bisa melihatnya di cermin yang pajang di dinding toko.
Gabe mengangguk tanda dia akan mengambil kemeja yang pertama. Renata lalu mencoba kemeja yang kedua dan jawaban Gabe sama seperti yang pertama. Hingga kemeja ke empat Gabe juga mengangguk. Lalu sekarang tinggal celana, Renata tidak mungkin menempelkannya ke pinggang pria itu, kan?
"Ada yang salah?" tanya Gabe pelan nyaris berbisik. Wajah Renata memerah.
"Ini celananya, saya tidak ..." Renata tidak melanjutkan ucapannya namun, gerakan tangannya membuat Gabe mengerti. Gabe lalu mengakhiri panggilan telepon tersebut. Dia lalu mengambil alih celana dari tangan Renata. Memeriksa ukuran celana tersebut lalu saat tidak cocok, dia meminta diambilkan celana yang sesuai dengan ukurannya.
Gabe akhirnya membeli empat pasang lengkap dengan jas dengan warna yang senada. Dia lalu keluar dari toko setelah mendapat pakaiannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Renata. Setidaknya dia mengatakan terima kasih karena sudah dibantu.
"Tipe-tipe pria pelit seperti itu, tuh," kata Netta menghampiri Renata. Renata hanya tersenyum menanggapinya. Dia tidak kecewa atau bagaimana. Gabe bukan orang pertama yang melakukan hal seperti itu. Lagi pula membantu calon pembeli sudah menjadi tugas mereka. Perusahaan membayar gaji jadi tidak terlalu mengharapkan tip.
Setelah menyelesaikan jam kerjanya, Renata buru-buru keluar dari toko. Tidak lupa menempelkan ujung jari telunjuknya untuk absen pulang. Dia kemudian melangkah menuju lobby sembari memesan ojek online. Dia harus ke tempat kerjanya yang ke dua.
Butuh sepuluh menit untuk tiba di tempat kerjanya yang ke dua dengan menaiki ojek online.
"Sore, Renata," sapa pekerja yang lain.
"Sore!" balas Renata bersemangat. Dia sudah lebih dari dua tahun bekerja di sana dan sudah cukup akrab dengan mereka. Dibandingkan bekerja di toko pakaian, sebenarnya Renata jauh lebih suka bekerja di restoran cepat saji tersebut. Meskipun gajinya lebih kecil tapi rekan-rekan kerjanya sangat baik. Mereka semua kompak berbeda dengan bekerja di toko pakaian. Karena mengejar bonus penjualan, para pegawai saling bersaing. Bahkan tidak jarang saling menjatuhkan di hadapan atasan mereka. Karena itu Renata tidak punya banyak teman di toko. Hanya Netta saja yang dekat dengannya.
"Ree, kamu jaga kasir satu, iya." Kepala pelayan di restoran itu langsung memberikan tugas pada Renata.
"Oke, Mas." Renata mengangkat jempolnya.
"Semangat!" kata pria itu menyemangati Renata dan rekan kerja yang lain. Hari itu Restoran cukup ramai. Karena restoran itu buka dua puluh empat jam pengunjung tidak berkurang hingga tengah malam. Renata baru bisa bernapas lega setelah jam kerjanya selesai. Seharian berdiri melayani para pembeli, baik di toko maupun di restoran membuat kakinya kesemutan. Renata beristirahat sebentar di ruang khusus pegawai sebelum pulang ke kontrakan.
***