1. I'M Not Siti Nur Baya

1975 Kata
"Mungkin, ini adalah cara-Nya untuk mengajarkan kita bahwa tidak semua rasa bisa berakhir bersama." ------ Satu bulan sebelumnya. . "Mari semuanya, kita ucapkan selamat kepada Alya Destiana. Hari ini, dia kembali berhasil menggaet investor besar untuk bekerja sama dengan perusahaan kita," ucap Mr.Hendrawan dengan raut wajah berbinar. Setelah mengucap kalimat itu, satu per satu karyawan inti perusahaan bertepuk tangan lalu memberikan selamat kepada Alya. Wanita berstelan blazer hitam, dengan postur tinggi semampai serta rambut cokelat bergelombang itu adalah Alya Destiana. Karyawan cantik yang bekerja di salah satu perusahaan multinasional yang bergerak dibidang jasa dan konstruksi. Memiliki kecerdasan serta kemampuan menganisis pasar bisnis, membuatnya selalu berhasil meyakinkan investor besar untuk bekerja sama serta menanamkan modal fantastis di perusahaan tempat ia bernaung sekarang. Setelah menyelesaikan rapat dan beberapa pekerjaan, Alya langsung berjalan terburu-buru. Membawa dirinya untuk segera menuju lobby gedung, karena di sana sudah ada seorang pria tampan yang tengah menunggunya. Adalah Raditya Einhard Miller seorang aktor terkenal yang menjadi kekasih Alya beberapa tahun belakangan. Ia merasa cukup beruntung karena dari banyaknya wanita cantik, aktor itu memilihnya untuk menjadi pasangan. "Jadi, mau ke mana kita hari ini?" tanya Alya saat ia sudah berada di dalam mobil. "Aku ingin mengajakmu makan malam spesial," ucap pria itu. Kemudian melajukan mobilnya menuju restoran eksklusif di pusat kota Jakarta. Sampai di sana, Alya langsung dibuat kagum. Bagaimana tidak, restoran khas italia itu disulap menjadi tempat private agar mereka berdua bisa menikmati makan malam spesial tanpa diganggu oleh orang lain. "Kau booking restoran ini?" tanya Alya setelah mendudukkan dirinya di salah satu kursi yang sudah disediakan. Radit mengangguk. Senyum manis tidak pudar dari wajah tampan pria blasteran tersebut. "Tentu saja. Aku mau merayakan Anniversary kita yang ke dua tahun ini secara private dan intim. Tidak ada yang boleh menikmati kecantikanmu selain diriku, Sayang." Alya tertawa demi mendengar pernyataan Radit. Pria itu memang pintar untuk urusan mengambil hatinya. Sudah dua tahun mereka bersama, tapi Radit masih saja memperlakukannya seperti seorang putri raja. "Oh, Ya ampun. Dasar gombal!" tuduhnya. "Kita sudah lama menjalin hubungan, apa kau tidak bosan melihat wajahku, hmmm?" Pria itu menyeringai. Meraih pergelangan tangan Alya lalu menggenggamnya dengan erat. "Kenapa harus bosan? Ada banyak wanita cantik berhamburan di luar sana, entah kenapa tidak ada satu pun yang mampu mengalihkan pandanganku darimu, Al." Radit kemudian mengecup dalam punggung tangan milik Alya sambil berucap lagi, "Apapun yang tengah kita jalani sekarang, kau harus tahu, kalau aku benar-benar mencintaimu." Alya tersenyum penuh arti. Tapi dalam hati ia merasa sedih. Sadar benar kalau kisah percintaan tidak berjalan mulus sesuai harapan. Entah kenapa, sang Ayah yang merupakan pensiunan tentara tidak merestui hubungannya dengan Radit dengan berbagai macam alasan. Pria tua itu bahkan menganggap profesi Radit tidak menjamin kesejahteraan rumah tangga sang anak di kemudian hari. Ia berkilah, bisa jadi suatu saat popularitas Radit turun dan pria itu jatuh miskin. Padahal, Alya sudah meyakinkan sang ayah kalau Radit tidak hanya menggeluti dunia ke artisan. Pria itu juga memiliki bisnis sampingan sebagai investasi di hari tua. Tapi tetap saja, Andi Wijaya bersikeras melarang sang anak untuk menjalin hubungan dengan Radit. *** Suatu malam, Andi Wijaya tiba-tiba memanggil dan mengajak Alya untuk berbicara serius. Terlihat dari raut wajahnya, ada sesuatu yang penting ingin ia sampaikan kepada anak pertamanya itu. "Alya kemari, Ayah ingin berbicara serius denganmu." terlihat Andi Wijaya melambaikan tangan. Isyarat meminta Alya untuk duduk di sampingnya. Alya menoleh malas, dengan langkah gontai ia menghampirinya Ayah nya yang sedang duduk di sofa depan tv. Sekali lagi Alya benar-benar yakin apa yang akan dibicarakan Ayahnya kali ini. "Apa yang mau Ayah bahas?" "Alya sudah dewasa sekarang. Bahkan sudah memiliki jenjang karir yang sangat bagus." Pria tua itu terdiam sejenak. Menarik napas, lalu tak berapa lama kembali berbicara. "Bagaimana kalau Alya menikah dengan anaknya om Ferdy sahabat lama Ayah. Kebetulan anaknya sudah pulang dari luar negeri beberapa waktu yang lalu. Ayah yakin Alya mengenal om Ferdy. Kami berdua sudah menjodohkan kalian dari zaman kalian masih bayi dulu." Mata Alya membulat sempurna. Ia jelas tidak percaya dengan apa yang barusan diucapkan Ayahnya. Bagaimana mungkin sedari kecil sudah dijodohkan. Ini benar-benar gila. Siti Nur Baya saja dijodohkan karena orang tuanya memiliki hutang pada saudagar kaya. Sedangkan dirinya? Apa dulu ayahnya punya hutang yang banyak pada om Ferdy, sehingga perjodohannya menjadi bayaran yang setimpal. Tapi itu jelas-jelas tidak mungkin. Lalu kenapa di zaman modern seperti ini nasibnya harus sama dengan Siti Nur Baya tidak bisa menikah dengan pria pilihannya sendiri. Alya menggeleng tidak percaya. "Ayah tidak bercanda, kan? Ini bukan zaman Siti Nur Baya yang harus di jodoh-jodohkan. Lagi pula Ayah tahu kalau Alya sedang menjalin hubungan dengan Radit saat ini." Andi mengangguk. "Iya Ayah tahu kalau kau sedang menjalin hubungan dengan Radit." Wajah Andi Wijaya terlihat malas setelah mendengar nama pria itu dari mulut anaknya. "Lantas, kenapa ayah tetap bersikeras menjodohkan Alya dengan anak om Ferdy? Kalaupun harus menikah Alya hanya ingin menikah bersama Radit bukan dengan orang lain apalagi dengan orang yang tidak dikenal." Wajah Andi Wijaya mengeras, nyatanya tidak mudah meyakinkan anak sulungnya tersebut. "Alya kau harus ingat, Ayah menjodohkanmu dengan anak om Ferdy dari kalian masih bayi. Jauh sebelum Kau mengenal Radit. Ayah sudah berulang kali katakan, tidak akan pernah menyetujui hubungan kalian. Radit tidak memiliki masa depan dan Ayah tidak yakin ia bisa memberimu makan nantinya. Pekerjaan Artis seperti yang ia geluti itu tak bisa membuatmu dan anak-anakmu kenyang." Alya bergeming, masih berusaha menahan emosi yang siap meledak kapan saja. "Lalu profesi apa yang menurut ayah memiliki masa depan cerah?" Wajah Alya seketika memerah, ia tahu pasti perdebatan apapun yang melibatkan ayahnya sudah bisa dipastikan ia yang akan kalah. Karena Andi Wijaya satu-satu nya orang yang tidak menerima negosiasi. "Tidak bisakah Ayah memberikan Radit sedikit kesempatan." Alya berucap lagi. "Biar Radit membuktikan bahwa diriny mampu memberikan kehidupan yang layak untuk Alya kelak?" pinta Alya dengan nada memohon. Terlihat Andi mendengkus kesal lalu menggelengkan kepalanya. "Ayah hanya tidak ingin setelah kalian menikah anak kesayangan ayah harus bersusah payah menghidupi keluarganya." "Lalu menurut ayah yang mampu membuat Alya bahagia itu seperti apa? Apakah harus orang kaya, seorang bos atau bagaimana. Apa anak yang dijodohkan dengan Alya adalah seorang yang kaya raya sehingga ayah yakin ia mampu membuat Alya bahagia?" "Kalau kau sudah bertemu secara langsung dengan orangnya, lambat laun pasti akan cinta, Al. Dari mana kau bisa tahu kalau kau sendiri tidak mencobanya terlebih dahulu. Dan sampai kapan pun Ayah tidak akan merestui hubunganmu dan Radit, ingat itu!" bentak Andi seraya menatap Alya penuh dengan amarah. Alya langsung menangis terisak sembari berlari ke kamar. Ia bahkan tidak memerdulikan teriakan Ayahnya. Lebih memilih masuk kamar dengan keadaan yang begitu kesal. Dengan perasaan kalut, Alya meraih ponsel yang terletak di atas nakas, lalu ia mencoba untuk mendial nomor telpon Radit yang tersimpan di sana. Tak perlu menunggu lama, panggilan telpon diangkat oleh seseorang diseberang sana. "Halo sayang, kenapa menelpon semalam ini?" suara Radit terdengar parau seperti suara khas orang yang baru saja terbangun dari tidur. "Aku sudah tidak tahan lagi dit, aku takut kalau ayah benar-benar nekat menikahkan aku dengan calon pilihannya." Alya sudah tidak bisa menyembunyikan emosinya tatkala mendengar suara Radit. "Al, Apa kau bisa tenang? Kau bisa menceritakan semuanya secara perlahan, aku akan mendengarkannya dengan seksama." Sambil terisak Alya menceritakan runtutan kejadian yang barusan terjadi antara Ia dan ayahnya kepada Radit. Kekhawatiran terpancar jelas dalam ucapannya. Alya hanya takut bagaimana kalau ia benar-benar harus terpisah dari Radit. Sudah pasti ia belum siap kalau harus memutuskan hubungan yang sudah terjalin lama karena harus menuruti kemauan gila Ayahnya menjodohkan ia dengan anak sahabatnya. "Please Dit, bawa aku pergi jauh dari sini. Lebih baik kita lari saja. Uang tabunganku sangat cukup untuk kehidupan kita nanti." Alya nampak benar-benar kehabisan akal bagaimana caranya lagi untuk meyakinkan seorang Andi Wijaya. "Kau harus tenang Al. kita pikirkan bagaimana cara menghadapi dan membuktikan kepada ayahmu kalau aku serius akan hubungan kita dan tidak akan mengecewakan kepercayaannya." ucap radit mencoba menenangkan. Alya menghembus napas kasar, bagaimanapun ia sadar bahwa cepat atau lambat Ayahnya pasti akan tetap memisahkan Ia dan Radit. "Berjanjilah padaku, kalau kau tidak akan meninggalkan ku sendiri. Please perjuangkan cinta kita. Aku benar-benar tidak ingin menikahi pria selain dirimu." "Aku janji akan berusaha semaksimal mungkin untuk meluluhkan hati ayahmu," ucap radit seraya menutup telpon. Alya sangat tahu sifat Radit, Ia akan selalu memperjuangkan apa yang menjadi miliknya. Dan Alya berharap kali ini Radit benar-benar bisa meyakinkan ayahnya sebelum semuanya terlambat. *** Pagi hari seperti biasa radit melajukan mobilnya menuju rumah Alya. Radit memang terbiasa menjemput dan mengantar Alya berangkat bekerja. Sebelum keluar rumah, dari kejauhan Alya melihat ayahnya sengaja keluar untuk menemui Radit yang terlihat sedang memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Perlahan ia menyusul dan menguping pembicaraan ayah dan Radit dari balik pintu rumah. "Selamat pagi, Om," sapa Radit ramah. Namun tidak sebaliknya dengan Andi Wijaya. Ia memalingkan wajahnya seakan malas untuk bertatap muka dengan Radit. Masih dalam keadaan membuang muka, Andi mulai buka suara. "Sudah berkali-kali ku peringatkan agar kau tidak menemui Alya lagi. Kalau kau ingin menjadi suami nya, harus nya dari dulu kau cari pekerjaan yang jelas. Menjadi artis atau seorang musisi tidak akan membuat masa depan anakku terjamin!" Deg! Alya mematung mendengar ucapan ayahnya yang begitu frontal kepada Radit. Sudah bisa dipastikan hati Radit pasti sakit mendengar omongan ayahnya yang dengan nyata meremehkan profesi Radit saat ini. "Bagaimana aku bisa merestui hubungan kalian, kalau kau sendiri tak pernah berusaha meyakinkan ku!" Radit hanya tertunduk saat itu tidak menjawab dan tidak pula membantah perkataan Andi Wijaya. Ia benar-benar menyampingkan egonya saat itu untuk tetap tenang mendengar semua cercaan yang Andi Wijaya ucapkan. "Sampai kapan pun, aku tidak akan merubah keputusanku. Aku tidak akan memberikan restuku untuk hubungan kalian. Apa kau pikir aku rela melihat anak kesayanganku hidup susah dengan pria pilihannya?" Emosi Andi benar-benar tidak terbendungkan kali ini. Kilatan matanya terlihat jelas kalau ia sedang di kuasai amarah. Sekali lagi, Radit hanya terdiam memilih terus mendengarkan alih-alih menjawab apalagi membantah. "Apa kau pikir aku sudi, setelah aku bersusah payah membesarkan Alya dan memberikan segalanya yang aku punya agar Alya hidup berkecukupan. Dan kau, tiba-tiba datang lalu ingin membuat hidupnya susah! Pikirmu aku akan rela?" "Ayah!" Teriakan Alya dari dalam rumah mengagetkan Andi dan Radit yang sedari tadi berdiri di halaman rumah. "Ayo ikut aku." tarik Alya menuju mobil Radit. Ia isyaratkan agar Radit cepat masuk dan memacu mobilnya agar segera meninggalkan rumah. Tampak sangat jelas wajah Andi memerah karena marah melihat kelakuan anaknya yang pergi begitu saja tanpa berpamitan terlebih dahulu. Kau lihat Al, belum menjadi suami mu saja ia sudah mengajari mu kurang ajar kepada orang tuamu. **** Hening, Sepanjang perjalanan Radit hanya diam. Alya sangat yakin pasti Radit tersinggung dengan apa yang diucapkan Ayahnya di rumah tadi. Takut-takut akhirnya Alya mencoba untuk mengurai keheningan. "Apa kau baik-baik saja, Dit? Maafkan Ayah, kumohon. Aku benar-benar minta maaf jika ucapan Ayah menyakiti perasaanmu," pinta Alya. Radit awalnya masih bergeming. Hingga tak berapa lama pria itu tersenyum tipis, lalu melirik wajah Alya sekilas. "Hmm, it's oke, Al. Ini memang salahku." Tampak guratan sedih dari wajah Radit. "Sudah lah, Dit, jangan di teruskan lagi. Mau bagaimanapun aku tetap mencintaimu. Aku hanya ingin menikah denganmu bukan dengan orang lain. Apalagi kita sudah cukup lama menjalin hubungan ini," balas Alya mencoba menghibur Radit. Tapi Radit kembali diam tidak membalas. Alya meraih tangan kiri Radit. "Dit, ayolah. Apa kamu masih marah?" tanya Alya lalu menggenggam erat tangan kekasihnya. "Hmmm, mana bisa aku marah dengan wanita yang sangat aku sayang dan cintai." Seketika ciuman singkat mendarat mulus di pipi Radit. Pria itu bahkan sempat kaget menerima perlakuan Alya yang tiba-tiba mencium pipinya. "Sudah jangan sedih lagi, kalau kau terus-terusan bersedih ku pastikan aku akan mogok makan!" ucap Alya menggoda. "Al ... " Tiba-tiba Radit menarik tangan Alya sebelum ia keluar dari mobil yang ditumpanginya. "I love you Alya Destiana, please tetap di sisiku sampai kapan pun." . . Judul n****+ : Hate You but Love You Link : https://m.dreame.com/n****+/AqdT+e8czOqiWYQ4lbyxUQ==.html
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN