Bab. 8

1809 Kata
Ya Tuhan! Ini bukan Gila lagi namanya. Tapi ini benar-benar sangat gila! Bagaimana bisa gue terjebak di tempat yg gue ciptain sendiri. Tidak, tidak! Ini bisa terjadi, apa-apaan coba! 'pernikahan' kepikiran saja gue nggak pernah. Sissi berulangkali mondar mandir di kamarnya meminta tentang persetujuan Eyang Arnita yg akan menikahkannya dengan Digo Ciptanya. Bagaimana bisa ada pernikahan? Hubungan gue sama si Kunyuk Kingkong aja cuma pura-pura. Gumam Sissi sendiri. "Ya Allah, apa salah gue sih, kenapa hidup gue jadi rumit begini!" Gumamnya lagi berteriak dalam kamarnya. "Sissiiiii .." Teriakan dari ruang tamu menggema mengagetkan Sissi yg masih memuji om Eyang Digo di dalam kamarnya. Sissi segera beranjak keluar dari kamar dan menuju ke asal suara yg ternyata adakah si duo M alias Meta dan Mely sahabatnya. "M2M, berisik lo berdua! Gue kirain siapa," cerca sissi menjatuhkan badannya di sofa. "Yaelah Si, lagian lo pintu kagak di kunci, kita hanya berdua yg masuk. Coba kalau maling atau penculik yang masuk terus lo bawa kabur, gimana tuh nasib lo!" terang Meta yg mendapat geprakan di lengannya dari Sissi. "Sembarang lo Ta kalau ngomong, ya kali ada yg mau nyulik gue," cerocos Sissi. "Keluar yuk Si, bete neh nggak ada kegiatan, kita keliling mal yuk, belanja belanja," seru Meta pada Sissi. "Iya Si, sekalian ntar kita nonton ada film bagus lho," sahut Mely yang memang gila nonton itu. Sissi terdiam sesaat mendengarkan ajakan kedua sahabatnya itu. Bukan apa-apa, tapi Sissi yg sekarang bukan lagi seperti yg dulu pergi sesuka hati ke mal atau beli barang incarannya cuma dengan menggesek kartu kredit yg Papanya terima. Sissi yg sekarang harus sebisa mungkin berhemat setelah mendapat kabar dari kedua orangtuanya jika Perusahaan Papanya terancam bangkrut. "Sissiiii lo dengerin kita nggak sih !!" sungut Meta menyadarkan Sissi dari lamunannya. "Lo pergi berdua aja ya, gue nggak bisa ikut." jawab sissi "Kenapa Si? Bagaimana kita selalu pergi bareng-bareng bertiga," timpal Mely pada Sissi. "Yaa..nggak papa, gue---" baru Sissi ingin mencari alasan saat tiba-tiba handphone nya berdering membuat Sissi tidak melanjutkan kata-katanya dan mengangkat telponnya. Cowo kingkong caling "Ya apaan?" jawab Sissi mengangkat telpon-nya. "Gue mau ketemu sama lo sekarang!" sahut suara di seberang telpon yg tak lain adalah Digo. "Nggak bisa gue---" "Tidak ada bantahan! Gue jemput lo sekarang!" Baru Sissi ingin menyahut kalau ia sedang malas tak tidak ingin keluar rumah Digo sudah menyela omongannya. 'Dasar kingkong pemaksa!' umpatnya sesaat setelah mematikan telpon. "Siapa Si?" tanya duo M yg penasaran dengan raut wajah Sissi setelah menerima telpon. "Kingkong kunyuk!" jawab Sissi asal. "Kingkong kunyuk???" seru duo M bersamaan. "Iya guys, sorry  ya gue nggak bisa ikut kalian pergi. Si Kunyuk Digo ngajak gue ketemuan." ucap Sissi akhirnya menemukan alasan pada kedua sahabatnya untuk tidak ikut pergi ke mall. "Ciee..Sissi, diajak ketemuan sama kingkong ganteng, jangan-jangan dia suka beneran lagi sama lo Si," Mely menggoda Sissi dengan dugaannya. "Paan sih lo Mel, nggak ada tuh kayak gitu-gituan. Gue sama dia aja udah kayak anjing dan kucing tiap ketemu, ribut melulu." cerocos Sissi pada Meta dan Mely. "Nah, itu Si biasanya yg kayak begitu ujung-ujungnya malah jadi cinta sejati, awalnya aja saling benci, ntar lama-lama berubah deh jadi cinta." sahut Meta menganalisa hubungan Sissi dan Digo. "Ngelantur lo berdua! Cabut deh sono, gue juga mau siap-siap neh, bentar lagi si kunyuk dateng." cerca Sissi mengusir duo M dari rumahnya. Bukan apa-apa tapi Sissi memang harus bersiap-siap karena kalau sampai Digo datang dan dia belum siap bisa-bisa ia akan mengomeli Sissi sepanjang jalan. *** Digo mengajak Sissi ke sebuah kafe yg tidak terlalu ramai ia ingin membicarakan tentang ucapan Oma Arnita. "Mau ngapain kita kesini?" tanya Sissi pada Digo yg berjalan mendahuluinya. Mata Sissi mengitari sekitar kafe. Sissi tau kalau ini adalah kafe "Mau ngamen! Ya mau makan lah rimba!!" jawab Digo dengan ketusnya. Sissi berdecak mendengar jawaban Digo yg ketus. 'Kumat lagi reseknya si kingkong.' Sissi membatin. "Gue juga udah tau kalau kita kesini mau makan! Maksud gue apaan yg mau lo bicarain sama gue." sahut Sissi tak kalah ketusnya. Digo tak menjawab, tapi ia menarik tangan Sissi dan menggandengnya untuk duduk di sudut kafe yg tidak terlalu ramai dan terlihat cukup nyaman untuk memebicarakan sesuatu yg serius. "Duduk!" seru Digo saat mereka sudah di depan meja dan kursi yg Digo ingin tempati. Sissi segera mengembil posisi duduk di depan Digo persis. Dalam hati ia masih bertanya-tanya, apa yg sebenarnya ingin dibicarakan Digo yg terlihat sangat serius sekali. 'Apa si kingkong mau ngomongin tentang pernikahan ya, kan dia juga tahu kalau gue gabakal mau terus kalau dia maksa gimana ya? Big no! Tidak mungkin. Lagipula si kunyuk ini sepertinya tipe cowi setia. Pasti dia bakal setia sama si Kathryn. Ooeemjii...Sissi! Apa lo berharap si kunyuk selingkuh sama lo!' dari tadi Sissi sibuk membatin sendiri dalam hati. Digo melambaikan tangan memanggil seorang pramusaji untuk mencatat pesanan mereka. "Rimba, mau pesen apa lo?" ucapnya tanpa menoleh Sissi. "Apaan aja! Terserah lo," ucap Sissi yg juga malas menoleh Digo. "Oke mbak, saya pesan dua espreso sama dua steak tenderloin." ucap Digo pada pramusaji perempuan yg mencatat pesanan mereka. Digo memperhatikan Sissi yg duduk di depannya. Riasan wajah yg terlihat natural dan rambut yg tergerai membuat Digo tanpa sadar melayang pujian pada Sissi dalam hatinya.  'Cantik.' Digo membatin tanpa sadar. Tiba-tiba saja ia diserang rasa gugup dan grogi saat akan mulai membicarakan hal yg sudah ia rangkum sejak dari rumah. 'Sialan! Kenapa gue jadi nge-blank begini sih di depan cewe rimba.' umpatnya dalam hati. "Apa lo lirak lirik! Mau mandang mandang aja kali, nggak usah lirak lirik gajelas begitu!" sentil Sissi tepat sasaran pada Digo. Sebenarnya Sissi juga agak merasa risih daritadi diperhatikan oleh mata Digo, namun ia mencoba mengalihkan dengan berpura-pura cuek. "Siapa yg ngelirik lo? Ge-er banget jadi cewe." sungut Digo mencoba mengalihkan debaran jantungnya yg tiba-tiba seperti bermarathon. Digo sendiri merasa heran, bagaimana bisa ia merasa berdebar saat berada dekat dengan Sissi. Padahal selama menjalin hubungan dan berpacaran dengan Kathryn, Digo tidak permah merasa sepwrti ini. Digo hanya merasa bangga saja bisa menjadi pacara seorang Kathryn yg seorang model dan dipuja banyak lelaki. Memang pada awal dia mendekati Kathryn hanya sebatas tantangan dari salah satu temannya, namun lama-lama ia merasa sayang juga dengan Kathryn. Sayang?? Benarkah itu rasa sayang yg sebenarnya?? Digo sendiri juga tidak paham sayang seperti apa yg telah ia rasakan untuk Kathryn yg kini berada jauh darinya. Yg pasti rasa sayang karena ingin melindungi Kathryn dari godaan para lelaki yg sering merayu dan  menggodanya, wajar saja resiko seperti itu sering dialami kekasihnya itu. Karena profesi Kathryn yg seorang model. Digo juga tidak yakin apa selama ini ia merasa nyaman bersama Kathryn. "Lo mau ngomongin apa sih Kingkong?" cerca Sissi yg mulai merasa bosan berada di tempat itu. Bukan bosan dengan suasana kafe, tapi lebih pada sikap Digo yg dingin dan cuek padanya. Sissi adalah tipe gadis yg cerewet dan tidak bisa diam, jadi tidak heran jika ia merasa bosan berada dalam suasana canggung dan kaku seperti ini bersama Digo. "Ada hubungan apa lo sama cowo yg kemaren ngobrol sama lo di kampus?" Pertanyaan Digo membuat Sissi mengernyitkan kening bingung. Cwo? Yg mana? Gumam Sissi heran. Digo sendiri merutuki dirinya sendiri dalam hati. Bagaimana bisa malah pertanyaan tentang siapa lelaki yg mengobrol dengan Sissi tempo hari di kampus. Padahal sebenarnya yg ingin ia bahas adalah bagaimana caranya supaya keinginan Oma Arnita untuk segera menikahkan mereka bisa digagalkan. "Cowo yg mana maksud lo? Kak Aryo?" ucap Sissi tak acuh. "Siapalah namanya gue ga peduli! Yg pasti gue minta lo jangan dekat-dekat dengan cowo manapun selama lo masih terikat perjanjian sama gue." ujar Digo menatap nyalang ke arah Sissi. "Apa-apaan lo! Nggak adil itu namanya. Enak banget lo kalau ngomong! Kagak ada ya di dalam perjanjian kayak gitu!" sahut Sissi tak mau kalah. "Gue ga peduli lo mau setuju atau tidak! Yg pasti lo harus menuruti semua aturan yg gue buat." "Dasar pemaksa!" umpat Sissi. "Terus gue peduli gitu!" balas Digo cuek. "Kingkong nyebelin!" "Rimba resek!" "Lo tuh yg resek!" Sissi menatap lekat mata Digo membuat lelaki iti sejenak mengagumi keindahan mata gadis di depannya itu. "Lo cantik," ucapan Digo membuat Sissi terdiam seketika. Digo juga terlihat menggaruk kepalanya yg tidak gatal. Lagi-lagi ia mengeluarkan pujian tanpa sadar pada Sissi. Mereka saling terdiam dan menjadi canggung. Untung saja pramusaji sudah datang membawakan pesanan meraka jadi untuk sementara fokus mereka teralihkan ke makanan. Sissi menatap daging tenderloin dan juga espreso yg diletakkan pramusaji di meja mereka. "Mbak, apa-apaan ini?? Kenapa daging? Saya tidak makan daging, tolong diganti saja dengan salad buah. Ini lagi! Kenapa espreso?? Saya tidak minum kopi ya mbak! Ganti sama jus mangga! Saya nggak mau tahu." Sissi memprotes pramusaji yg membawakan pesanan mereka. Sang Pramusaji terlihat agak ketakutan dengan protesan Sissi. Digo hanya menggeleng melihat gadis cantik di depannya itu. Digo membuang nafasnya kasar. 'Hh..bukannya tadi dia sendiri yg bilang kalau terserah gue mau pesan apa. Sekarang malah protes, marah-marah gajelas. Bikin malu saja. Dasar rimba.' gerutu Digo dalam hati. "Tapi mbak, tadi kan kata Mas nya---" "Saya nggak mau dengar alasan apapun! Cepat ganti sama yg tadi saya minta!" Baru pramusaji akan menjelasakan kalau Digo tadi memang yg memesan itu semua untuk mereka. Tapi sepertinya Sissi sudah sangat merasa kesal dengan Digo dan dilampiaskan pada pramusaji yg tidak salah apa-apa. "Maaf ya mbak, calon istri saya memang sedang tidak stabil mungkin ini karena grogi dan gugup karena sebentar lagi kami akan menikah." ucap Digo pada pramusaji tersebut dan sukses membuat Sissi terperangah. "Owh, Mas sama Mbak-nya mau menikah toh, iya tidak apa-apa Mas, wajar kog, calon pengantin memang emosinya biasanya tidak stabil dan gampang marah karena merasa gugup." ujar pramusaji perempuan itu menimpali dan hanya membuat Sissi diam mendengar perbincangan yg menurutnya konyol itu. "Mbaknya jangan terlalu gampang marah ya, kata orang nanti waktu dirias bisa berkurang aura kecantikannya." tambah pramusaji perempuan itu lagi pada Sissi. "Iya mbak, makanya calon istri saya marah-marah terus dari tadi. Tuh Sayang dengerin, jangan marah-marah terus nanti nggak cantik waktu di pelaminan." Digo menggenggam tangan Sissi dan melanjutkan aktingnya di depan pramusaji itu. "Mas sama Mbaknya pasangan yg serasi sekali, saya doakan langgeng sampai maut memisahkan ya," "Aamin, makasih mbak." Digo mengamini doa pramusaji sebelum ia beranjak dari meja mereka. Sissi seketika mengehempaskan tangan Digo yg bertaut di jemarinya. "Apa-apan sih lo! Lepas!" ucapnya melepas tangan Digo. Sissi mencoba menormalkan detakan jantungnya saat Digo mengatakan ia calon istri dan saat Digo yg tiba-tiba menggenggam erat tangannya. "Hei calon istri, dengerin tuh kata mbak pramusaji tadi, jangan kebanyakan marah-marah, ntar keliatan jelek lo pas di pelaminan." Digo menggoda Sissi dan tanpa sadar melontarkan panggilan 'calon istri' pada Sissi. Sissi tidak tahu kalau Digo sendiri sedang berusaha menormalkan debaran jantung saat berada di dekat cewe rimba itu. Digo merasa bingung sendiri. Bukannya tadi ia meminta Sissi bertemu untuk membahas ide dan cara menggagalkan pernikahan yg Oma Arnita rencanakan. Tapi kenapa malah jadi dia sendiri yang sekarang memanggil Sissi dengan Calon istri. ##########
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN