Hari sudah berganti. Hari ini adalah hari di mana tahap seleksi yang kedua sekaligus yang terakhir dilakukan.
"Luc, loe kenapa sih?" Andre bingung saat melihat Lucas yang sedari tadi senyum-senyum sendiri.
Andre bertanya dengan nada berbisik, tak mau kalau orang di sekitarnya dan Lucas mendengar pembicaraannya dan Lucas.
"Cantik," gumam Lucas, tanpa mau melirik Andre yang duduk tepat di samping kanannya.
Kening Andre berkerut, bingung mendengar jawaban Lucas. "Apanya yang cantik?" tanyanya penasaran.
Tak kunjung mendapat jawaban dari Lucas tak ayal membuat rasa penasaran Andre semakin menjadi. Andre lalu mengikuti arah pandang Lucas, tersenyum saat melihat siapa yang sedari tadi mencuri perhatian Lucas.
Senyum misterius terbit di bibir Andre saat sebuah ide untuk menjahili Lucas tiba-tiba saja muncul. Andre menggeser sedikit kursinya mendekati Lucas.
"Fokus Bos, fokus!" Andre berteriak tepat di telinga kanan Lucas, membuat sang empunya sontak terkejut. Bahkan orang-orang yang berada di dalam ruang seleksi juga terkejut. Mereka langsung mengalihkan perhatian mereka pada Andre dan Lucas, tak terkecuali perempuan yang sejak tadi menjadi pusat perhatian Lucas.
"F*ck you Andre!" Umpat Lucas seraya menoyor kepala Andre yang malah tertawa terbahak-bahak.
Sementara, tim penyeleksi yang di pimpin Edgar hanya bisa menggeleng-geleng melihat bagaimana kelakuan Lucas dan Andre. Dua manusia yang selalu saja heboh di manapun mereka berada. Keduanya akan bersikap layaknya orang dewasa dan berwibawa ketika sedang rapat dengan Dewan Direksi atau sedang meeting dengan kolega bisnis perusahaan.
Lucas kembali merubah posisi duduknya, dan matanya langsung bersibobrok dengan mata perempuan yang sejak tadi sudah mencuri fokus perhatiannya. Sosok perempuan yang berhasil membuat Lucas sulit untuk tertidur pulas selama 1 hari terakhir ini.
Lucas menyandarkan punggungnya dengan tangan bersedekap, tak lupa memasang senyuman manis andalannya. Cukup lama keduanya saling bertatapan, sebelum akhirnya perhatian mereka teralihkan oleh deheman Andre dan panggilan dari Edgar.
"Victoria Jhonson, silakan maju," pinta Edgar.
Perempuan yang bernama Victoria langsung berdiri dari duduknya, berjalan menuju meja Edgar untuk memulai tahap seleksi selanjutnya.
Tinggal satu tahap lagi maka ia akan lolos dan bisa bekerja sebagai model di perusahaan yang Kakaknya pilihkan.
"Victoria Jhonson" Lucas bergumam dengan kening berkerut, tanda bahwa Lucas sedang benar-benar berpikir dengan keras. "Kenapa namanya seperti familiar ya?" tanyanya pada diri sendiri. Lucas seperti pernah mendengar nama perempuan itu, terasa sangat familiar dan tidak asing lagi. Damt! Ia belum sempat untuk mencari tahu asal usul perempuan itu karena sibuk berkutat dengan pekerjaannya yang sampai saat ini masih menumpuk.
***
"Akh! Sial!" Teriak Lucas frustasi. Sekarang kepala Lucas benar-benar terasa pusing. Lucas tidak bisa menerima kenyataan kalau Victoria yang akan menjadi model majalah edisi tahunan yang memang selalu perusahaan mereka keluarkan.
Yang jadi masalah bagi Lucas adalah, siapa pria yang akan menjadi pasangan Victoria? Belum lagi masalah lainnya, yaitu, Victoria akan menampilkan lekuk tubuhnya di hadapan banyak orang, dan Lucas tidak bisa menerima kenyataan itu begitu saja.
"Tidak, tidak," gumam Lucas sambil menggeleng. Ia tidak akan membiarkan pria lain menyentuh perempuan itu, meskipun itu hanya seujung kukupun. Tidak akan pernah!
"Aish." Lucas berdecih seraya mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Frustasi memikirkan bagaimana caranya membuat pemotretan itu gagal.
Sementara Andre yang mendengar Lucas terus berteriak, menggerutu, dan juga menggeram hanya bisa menggelengkan. Andre tertawa, senang saat tahu apa alasan yang membuat bos sekaligus sahabatnya itu galau merana.
Apalagi, kalau bukan karena Victoria, perempuan yang baru saja Lucas temui beberapa jam yang lalu.
"Andre!" Lucas berteriak.
"Iya!" Andre balas berteriak. Andre merapihkan dokumen-dokumen yang tadi Lucas minta dan langsung menuju ruangan Lucas.
Andre merasa bersyukur karena lantai ini hanya di khususkan untuk ruangannya dan juga ruangan Lucas. Jadi, mereka berdua bisa saling berteriak sesuka hati mereka tanpa harus merasa malu sedikitpun.
***
Tak terasa 1 minggu sudah berlalu sejak kejadian di mana Andre berhasil membuat Lucas malu dan berakhir dengan Lucas yang galau karena Victoria.
Saat ini, Victoria dan Ivy sudah sampai di studio, tempat di mana Victoria akan melakukan sesi poto.
Victoria sedang menunggu model pria yang akan menjadi pasangannya datang.
Hari ini Victoria akan melakukan pemotretan untuk majalah edisi tahunan tempat di mana kini dirinya bekerja.
"Victoria, loe sudah tahukan kalau model prianya diganti?"
"Enggak tuh, enggak ada pemberitahuan kalau model prianya di ganti."
"Masa sih?" Ivy melirik Victoria, menatap Victoria dengan sebelah alis terangkat.
"Iya beneran, masa gue bohong sih," keluh Victoria. Kesal karena Ivy terkesan tidak percaya padanya. "Emang siapa yang jadi model pria penggantinya?" jujur saja, Victoria penasaran dengan siapa dirinya akan dipasangkan.
"Tuh." Dengan dagu, Ivy menunjuk pada sekumpulan pria yang sedang berkumpul di balik punggung Victoria.
Para pria tersebut baru saja tiba, dan mereka langsung mengobrol.
Victoria mengikuti arah pandang Ivy, mulai mengamati satu-persatu pria yang sedang berkumpul dan bercengkrama satu sama lain. Victoria fokus mencari siapa kira-kira pria yang akan menjadi pasangannya dalam pemotretan kali ini.
"Prianya yang pakai jas abu-abu?" tanya Victoria memastikan.
"Bukan, bukan yang itu," bisik Ivy seraya menggeleng.
Victoria kembali berbalik, menatap Ivy dengan kening berkerut. "Terus yang mana dong?" tanyanya penasaran.
Ivy memegang pundak Victoria, lalu kembali membalikan badan Victoria menghadap pada sekumpulan pria masih asik mengobrol. Entah membicarakan apa.
"Itu, yang pakai jas hitam." Ivy tidak menunjuk sosok pria yang tak lain dan tak bukan adalah Lucas, karena Ivy takut akan ada yang melihat saat telunjuknya terarah pada pria itu.
Lucas yang merasa sedang diperhatikan langsung menoleh, tersenyum manis saat Victoria sedang menatapnya.
Victoria langsung berbalik memunggungi Lucas saat pria itu mengedipkan matanya dan tersenyum manis padanya.
"Genit." Itulah kata yang pertama kali Victoria pikirkan sesaat setelah melihat senyum manis yang Lucas berikan, entah pada siapa. Tapi sepertinya ssnyuman manis pria itu tertuju padanya.
"Itukan pria yang waktu itu ada di ruang seleksi," gumam Victoria yang ternyata masih bisa Ivy dengar dengan sangat jelas.
"Ya ialah Athasyia, diakan Bosnya. Pemilik perusahaan ini," bisik Ivy gemas. Gemas karena Victoria belum tahu siapa Lucas sebenarnya.
"Masa sih?" tanya Victoria tidak percaya, menatap Ivy dengan alis terangkat.
"Iya, beneran."
"Ya sudah, biarin saja." Victoria mencoba bersikap santai, meskipun sebenarnya, ia mulai merasa gugup. Bahkan kini detak jantungnya langsung berdetak cepat begitu tahu kalau pria yang kemarin ia temui di tempat seleksi adalah pria yang akan menjadi pasangannya dalam pemotretan kali ini.
"Loe yakin kalau loe baik-baik saja?" tanya Ivy memastikan. Pasalnya, ini adalah pengalaman pertama Victoria harus menjalani pemotretan bersama dengan pria.
"Iya," jawab Victoria yakin, meskipun ia sendiri merasa tidak yakin.
"Victoria, 15 menit lagi pemotretan di mulai. Ruang ganti di sebelah kanan," ujar Chole, memberi tahu Victoria di mana ruang ganti berada.
"Ok," sahut Victoria. Setelah menghabiskan jusnya dan berpamitan pada Ivy, Victoria langsung menuju ruang ganti untuk bersiap-siap.
Sementara, Ivy hanya bisa berdoa semoga Victoria tidak berbuat kesalahan selama pemotretan nanti.
Setelah kurang lebih 5 menit bersiap, akhirnya Lucas dan Victoria sudah siap dengan penampilan mereka masing-masing. Keduanya, kini sedang dirias oleh Chole agar penampilan mereka berdua lebih terlihat ok.
"Sudah," ujar Chole. Chole tersenyum, merasa puas dengan penampilan Victoria yang terlihat tetap cantik meskipun tanpa make-up berlebih.
"Terima kasih, Chole," ujar Victoria seraya tersenyum.
"Sama-sama." Chole membalas senyuman Victoria. Chole merapihkan beberapa peralatan make-upnya, lalu pergi setelah berpamitan pada Victoria dan Lucas.
Lucas meneguk kasar ludahnya tat kala melihat betapa cantik dan seksinya Victoria yang hanya mengenakan pakaian dalam. Rasanya Lucas ingin sekali mengusir semua orang yang ada dalam studio agar hanya dirinya yang bisa melihat lekuk tubuh Victoria yang sangat seksi.
Victoria menoleh dan saat itulah tatapan mata keduanya beradu. Lucas tersenyum, senyum yang mampu membuat rona merah muda menghiasi wajah Victoria. Victoria memilih mengalihkan pandangannya ke arah Ivy yang kini menatapnya dengan berbagai macam expresi.
"Damt!" umpat Lucas dalam hati.
Entahlah, Lucas harus merasa bersyukur atau menyesal karena telah mengambil peran pria pengganti.
Robin menghampiri Lucas dan Victoria, mulai mengarahkan pose apa yang harus dilakukan oleh mereka berdua.
Jantung Lucas berdetak semakin cepat saat kulitnya bersentuhan dengan kulit halus Victoria. Damt! Ini bener-benar membuat Lucas tersiksa.
Tak jauh berbeda dengan Lucas, hal yang sama juga dirasakan Victoria.
Ini adalah pengalaman pertama di mana Victoria harus beradegan sedekat ini dengan seorang pria, jadi tentu saja hal ini cukup membuatnya gugup. Victoria bukan hanya merasa gugup, tapi juga merasa takut, takut kalau ia akan melakukan hal-hal aneh di hadapan Lucas.
Sebelumnya Victoria tidak pernah mendapatkan peran yang mengharuskannya berpasangan dengan seorang pria, jadi wajar saja kalau perempuan itu merasa gugup dan juga takut, takut kalau ia akan melakukan kesalahan.
"Victoria wajahnya maju sedikit lagi." Intruksi Andre.
Victoria memajukan wajahnya sedikit dan itu membuat Lucas semakin frustasi. Aroma tubuh Victoria benar-benar memabukan, membuat juniornya terbangun. Apalagi saat nafas hangat Victoria berhembus tepat di depan bibirnya, membuatnya semakin merasa tersiksa.
"Masih kurang, maju sedikit lagi!"!Perintah Robin.
Lucas menarik pinggang Victoria, sedikit kesal karena Victoria tidak kunjung memajukan wajahnya. Mungkin Victoria takut kalau bibir mereka akan bersentuhan mengingat hidung mereka sudah beradu..
"Rilexs Sweetie," bisik Lucas lembut, yang hanya mampu Victoria jawab dengan anggukan.
Victoria terlalu gugup untuk sekedar membalas ucapan Lucas.
"Ya, bagus!" Teriak Robin saat melihat posisi Lucas dan Victoria sudah sangat pas dan serasi. Keduanya tampak cocok, membuat Robin sangat puas dengan hasil poto jepretannya.
"1, 2, 3!" Robin selaku fotografer terus mengambil poto keduanya, terus mengarahkan keduanya untuk berganti pose, pose yang tentu saja sangat menyiksa Lucas.
Beberapa saat kemudian.
Saat ini, Lucas dan Andre sedang berada di ruangan Lucas dan pemotretan dengan Victoria baru saja selesai setengah jam yang lalu. Semuanya berjalan lancar tanpa adanya kendala berarti.
"Bagaimana rasanya?" Andre bertanya dengan rasa penasaran yang sangat tinggi.
"Deg-degan." Lucas menjawab dengan jujur pertanyaan Andre.
Lucas duduk di kursinya, kembali membuka laptop untuk melanjutkan pekerjaannya yang tadi sempat tertunda.
"Rasanya begitu doang?" tanya Andre dengan nada mencibir.
Lucas menghela nafas panjang lalu menatap Andre dengan raut wajah serius. "Dia benar-benar membuat gue merasa tersiksa, puas loe!"
"Baguslah kalau begitu, nih data yang loe minta." Andre menyerahkan sebuah dokumen berwarna hitam pada Lucas.
Lucas menerima dokumen pemberian Andre, lalu mulai membaca data-data tentang Victoria yang sudah Andre kumpulkan.
"Jadi, Victoria anak dari Pak Williams Jhonson? rekan bisnis kita?" tanya Lucas, menatap Andre dengan raut wajah bingung.
"Iya. Victoria adalah putri dari Williams Jhonson." Andre sendiri cukup terkejut dengan fakta yang baru saja ia ketahui. Fakta, kalau ternyata Victoria adalah putri semata wayang Williams Jhonson, salah satu pengusaha sukses di Negeri ini.
"Pantas saja nama belakangnya seperti tidak asing lagi," lirih Lucas.
Andre duduk di ujung meja kerja Lucas, menatap Lucas dengan tangan bersedekap dan mata memicing. "Kenapa? Loe mau mundur?" tanyanya sinis.
Andre tahu betul betapa sulit dan susahnya mendekati Williams Johnson. Butuh waktu kurang lebih 2 tahun baginya dan Lucas untuk bisa mendapatkan kontrak kerja sama dengan perusahaan yang di pimpin Williams dan itu semua tentu tidak mudah.
Jadi, Lucas pasti lebih tahu betapa sulitnya semua itu, apalagi Victoria adalah satu-satunya anak gadis di keluarga Jhonson yang pasti akan sangat Williams jaga, sekaligus lindungi.
"Tentu saja tidak!" tegas Lucas, lalu melirik Andre dengan senyum mengembang. "Justru dengan tahu siapa Ayahnya, gue jadi semakin bersemangat buat dapetin dia," lanjutnya penuh percaya diri.
Andre tersenyum begitu mendengar jawaban yang baru saja Lucas berikan, itulah salah satu sifat Lucas yang Andre sukai. Ya itu tidak pantang menyerah untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Lucas tidak akan berhenti berjuang, dan akan terus berusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
"Di mana Kakaknya sekarang?" tanya Lucas penasaran saat tidak ada data tentang Kakak Victoria dan hanya ada sebuah nama saja yang tertulis.
Xo Brian Edwards.
"Gue enggak tahu, susah banget buat nyari data tentang Kakaknya dan di mana dia sekarang," jawab Andre jujur. Andre bahkan di buat frustasi saat mencari data-data tentang siapa kakak Victoria yang sebenarnya.
Keluarga Jhonson memang terkenal tertutup, dan Xo Brian Edwards hanya pernah muncul di hadapan public saat usianya menginjak 14 tahun, setelah itu, putra pertama keluarga Williams itu tidak pernah lagi menunjukan batang hidungnya di depan publik.
"Tidak masalah, kakaknya urusan nanti. Sekarang tugas loe satu, yaitu loe harus bisa beli unit apartemen yang tepat di depan unit apartemen milik Victoria!" Perintah Lucas tegas tak ingin di bantah.
Andre berdecak, kesal begitu mendengar perintah yang baru saja Lucas ucapkan. Apa Lucas pikir semudah itu membeli apartemen.
"Gue mau malam ini juga tuh apartemen udah bisa gue tempati," lanjut Lucas.
Apa yang baru saja Lucas ucapkan, adalah sebuah perintah yang harus Andre lakukan sekarang juga. Andre yakin, kalau sampai ia tidak menuruti perintah Lucas, maka Lucas akan memotong gajinya.
"Dasar Bos menyebabkan!" gerutu Andre pada akhirnya.
Lucas mengabaikan gerutuan Andre, dengan gerakan tangan mengusir Andre, meminta agar Andre segera melakukan perintahnya. Ia udah tidak sabar dan ingin segera berada dekat dengan Victoria.
"Iya-iya, dasar bawel!"