DUA

1181 Kata
Star High School, New York. Derap langkah kaki yang seirama terdengar bergegas setelahnya. Mereka adalah tim forensik lapangan di bawah naungan lembaga kepolisian kota New York yang diminta datang oleh Zach. Setelah dua dari mereka memeriksa lokasi kejadian, mengambil gambar, mencatat kondisi jasad yang telah memucat, mereka pun bergegas memindahkan tubuh Alisa yang tak lagi bernyawa ke dalam kantung jenazah. Satu dari mereka menutup resletingnya sebelum akhirnya ke empat pria dengan berseragam polisi itu bersama-sama mengangkat kantung jenazah tersebut. Seluruh siswa yang mendengar kabar kematian Alisa langsung berkerumun, seolah insiden mengerikan ini adalah tontonan menarik yang jarang sekali mereka temui. Bahkan tidak sedikit dari anak-anak ini yang secara diam-diam mengambil gambar dengan ponsel mereka dan membagikannya di internet. Meski Paman Ben jelas sudah melarang mereka melalui pengeras suara yang terpasang di seluruh sudut koridor asrama. Yang membuat kematian ini menarik adalah karena Alisa merupakan putri semata wayang William Harrison, seorang investor terbesar di asrama tersebut. Tidak ada yang menyangka bahwa gadis dengan hidup yang sempurna akan memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara yang tragis. Rumor tentang keretakan hubungan orang tua Alisa pun menyebar. Desas desus mengenai adanya isu perselingkuhan yang sebelumnya telah meredup, kini kembali menjadi topik panas di seluruh stasiun televisi. "Apa kau sudah memeriksa kamarnya, Nate?" Zach masuk ke dalam toilet perempuan yang sudah diblokade dengan garis polisi dan menghampiri Nathaniel. "Kondisi di sini tampak tidak membantu sama sekali." Nathaniel menoleh ke sumber suara dan mengangguk setuju. Di tangannya, Nathaniel memegang sebuah jurnal kecil dan pena. Ia juga menuliskan kondisi di lokasi kejadian seperti yang biasa ia lakukan di TKP lainnya. Lalu, wajahnya tertunduk, menatap satu halaman yang dipenuhi oleh analisisnya. "Tidak ditemukan darah di kamar ataupun di jalanan selama aku menuju ke sini, aku juga tidak menemukan benda-benda tajam, alkohol atau obat-obatan di sana selain pisau buah yang digunakannya untuk mengakhiri hidup. Tampaknya kasus ini memang murni karena bunuh diri." Zach mengernyitkan keningnya. "Bagaimana dengan tes luminol?" "Sudah. Tidak ada darah sama sekali," katanya dengan lugas. Lalu, pria berusia 27 tahun itu memicingkan matanya pada Nathaniel. "Sidik jari?" Dan Nathaniel membalas pertanyaan itu dengan mengedikkan kedua bahunya. "Aku sudah memberikannya pada tim forensik lapangan, kita akan segera mengetahuinya jika hasilnya sudah keluar." Pria dengan syal abu-abu di lehernya itu kemudian menyimpan jurnal beserta penanya ke dalam saku jaketnya yang tebal dan kembali melihat Zach. "Omong-omong, kau terdengar tidak percaya padaku, Zach. Apakah ada sesuatu?" Gumaman pendek keluar dari mulut Zach. Ia melihat titik dimana jasad Alisa ditemukan dan dahinya tampak mengerut dalam, lagi. Sebelum balik menatap Nathaniel. "Aku bukannya tidak percaya padamu, Nate," dalihnya. "Melihat sayatan yang dilakukan hanya dengan sekali percobaan dan perkiraan dalamnya luka, juga posisi sayatan yang berada di nadi kirinya, membuatku sedikit ragu untuk mengatakan bahwa ini adalah murni kasus bunuh diri." Nathaniel menyilang kedua tangannya di d**a dan menatap Zach penuh selidik. "Mungkin gadis itu cukup berani untuk memotong nadinya dalam satu kali percobaan. Anak zaman sekarang didukung oleh kemajuan teknologi yang pesat dan gadis itu bisa saja meniru adegan di dalam film atau mencari cara di internet. Tidak ada yang sulit di era modern seperti ini, Zach," kata Nathaniel dengan santai, berusaha menepis seluruh kecurigaan yang dibuat oleh rekannya sendiri. "Bukankah aku benar, Rekan?" Zach mendelik tak suka dan mendesis kesal pada Nathaniel yang tampak pamer. Ia bahkan berani mengangkat kepalanya dan mengerling matanya jahil pada Zach yang bisa dikatakan sebagai seniornya di kantor. Nathaniel benar-benar arogan dan tidak tahu diri. "Tapi gadis itu menyayat nadi di tangan kirinya, Nate." "Lalu kenapa?" Nathaniel menggeleng tak habis pikir dan mengangkat kedua tangannya di udara, melambai-lambai seperti seorang model yang datang ke sebuah acara penghargaan. Senyuman puas pun muncul di sudut bibir Nathaniel. "Bukankah semua kasus bunuh diri yang pernah kita tangani bersama juga sama? Mereka memotong nadi di tangan kiri mereka seperti mereka memotong buah-buahan. Lalu, apa masalahnya?" Zach mendaratkan pukulan pelan di puncak kepala Nathaniel sehingga pria yang seumuran dengan Zach itu mengaduh kesakitan sekarang. "Itulah pentingnya melihat sebuah insiden dari segala sudut pandang." Kali ini, Zach lah yang terdengar menyombongkan dirinya. "Aku mungkin tidak akan ragu jika kasus ini melibatkan orang biasa. Tapi gadis ini, memotong nadi di tangan kirinya dan itu cukup janggal." "Apa maksudmu?" "Alisa adalah seorang gadis kidal, dia tidak biasa menggunakan tangan kanannya untuk melakukan sesuatu." Mata Nathaniel sontak membulat tak percaya. Ekspresi yang memang diharapkan oleh Zach karena Nathaniel sudah bertingkah angkuh di hadapannya. "Kau bahkan melihat sendiri jasadnya tadi. Dia tidak melakukan sayatan lain dan hanya melakukannya sekali. Sobekan di kulitnya juga tampak lurus dan melihat dari darah yang tercecer di sekitarnya, lukanya bisa dibilang cukup dalam." Tidak langsung menanggapi kesimpulan yang diciptakan oleh rekannya, Nathaniel kembali memicing curiga pada Zach. "Tapi bagaimana kau bisa tahu kalau Alisa sungguh kidal?" Zach memutar kedua bola matanya yang cokelat dengan malas dan satu dengusan pendek keluar darinya. "Aku mendapatkan informasi ini dari saksi utama kita. Gadis berambut pirang yang menemukan jasad Alisa lah yang mengatakannya padaku, tampaknya mereka benar-benar dekat." "Kau percaya begitu saja?" "Aku sudah mengkonfirmasi pernyataan itu kepada sekertaris asrama," timpal Zach tak mau kalah. "Bagaimana kau tahu hubungan mereka benar-benar dekat?" Zach menghirup oksigen sebanyak-banyaknya dan mengembuskannya perlahan, membiarkan semua kekesalan itu terbawa bersama napas yang dikeluarkannya barusan. Dan dengan tatapan tajam, Zach kembali menghadapi Nathaniel. "Apakah kita sungguh harus berdebat karena hal itu, Nate?" "Aku tidak keberatan." "Kau ini sebenarnya teman atau lawan," cibir Zach. Yang justru membuat Nathaniel tertawa pelan di tempatnya. Ia lantas menghampiri pria yang sedikit lebih tinggi darinya itu dan menepuk bahu kanannya dua kali. "Aku akan berjaga di depan sampai anak-anak itu pergi. Kau, pergilah temui orang tua Alisa untuk menjelaskan semuanya dan kabari aku jika hasil sidik jarinya sudah keluar." Zach kembali mendengus pendek dan berkacak pinggang. "Apa kau baru saja mendikte pekerjaanku, Nate?" "Tidak, uhm, sedikit," satu cengiran lebar menjadi akhir dari kalimat sarkastik yang dilontarkan oleh Nathaniel sebelum tubuhnya yang tinggi berlalu melewati tubuh Zach, meninggalkannya sendirian di dalam toilet perempuan asrama yang menjadi lokasi kejadian perkara. Matanya yang cokelat lantas mengamati genangan darah di salah satu bilik toilet, tempat dimana seorang pewaris tunggal seluruh harta kekayaan keluarga Harrison memilih menghabisi nyawanya sendiri. Mungkinkah hidup yang tampak sempurna seperti dongeng itu hanyalah topeng? Mungkinkah semua harta dan kuasa yang dimilikinya tidak membuatnya benar-benar bahagia? Zach penasaran dengan jawabannya. Dan itulah alasan, kenapa detektif muda itu memilih berbalik dan bersiap ke rumah sakit untuk menemui keluarga Alisa Harrison. Zach, akan menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri. Bukankah dia hanya perlu terus berjalan dan mencari tahu? *** Halo semuanya, I'm back. Aku cuma mau mengingatkan bahwa nantinya, n****+ ini akan mengandung banyak unsur 18+ atau bahkan 21+ Karena genre dan subgenre yang aku ambil adalah thriller, misteri, suicidal bahkan dark romance. Untuk kalian yang memiliki trauma atau anti sama cerita berbau pembunuhan ini, aku sarankan untuk mundur perlahan dari sekarang wkwkwk Dan buat kalian yang sudah baca cerita ini sampai part ini, aku ingin tahu pendapat kalian ya... Menurut kalian cerita ini seru nggak sih? (melihat dari tiga bab awal yang sudah kupublish tentunya) dan apa yang kalian harapkan dari cerita ini? Terima kasih semuanya. Salam, penulisnya hehehe
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN