* Untuk Satu Alasan *

734 Kata
“Dokter Rama!” panggil seseorang kepada Rama. Itu adalah Adi yang bersemangat menuju ke arahnya. “Dokter Rama mau kemana?” tanya Adi yang sudah berada di hadapan Rama. “Saya mau ke ruangan saya. Ada apa?” tanya Rama. Pandangannya tertuju ke arah benda yang dipegang oleh Adi. Sebuah undangan pertunangan yang dia miliki juga kemarin dari sahabatnya Septa. “Kan, ruangan Dokter Rama berhadapan dengan ruangan Dokter Fani. Jadi, saya mau titip undangan dari Dokter Septa kepada Dokter Rama. Akhir-akhir ini, Dokter Fani jarang keluar dan bergabung dengan kami,” pinta Adi. “Saya harus bantu Dokter Herman operasi di lantai lima,” lanjut Adi. Dia sangat  buru-buru sekarang, untungnya ada Rama. Rama mengangguk mengiyakan, walaupun berat sekali melihat undangan yang sama seperti yang telah dirinya terima kemarin. Lagi pula, ruangan Fani memang dekat dengan ruangannya. Ketika Rama akan mengetuk ruangan Fani, niatnya terhenti karena sebuah percakapan di dalam sana. Dalam percakapan tersebut ada sebuah nada sendu dari gadis yang menjadi alasan muramnya akhir-akhir ini. Ya, Fani dan Nayra sedang membicarakan hal serius di sana. “Aku gak cinta Dokter Septa, Fan! Dan aku gak berniat mengkhianati kamu!” seru Nayra. “Terus kenapa kamu menerima lamaran itu, Nay?” tanya Fani kepada Nayra yang tadi masuk ke dalam ruangannya berniat untuk membicarakan permasalahan antara keduanya. “Apa kamu bisa menolak permintaan Dokter Santoso jika kamu berada di posisiku?” tanya Nayra sebagai jawaban dari pertanyaan Fani. Fani hanya tersenyum miring sudah bisa menebak alasan Nayra menerima lamaran Septa. “Ada alasan lain kenapa aku menerima lamaran ini. Ini terkesan tidak adil bagi kamu, namun untuk kali ini izinkan aku egois, Fan. Karena hanya ini yang bisa membuatku melupakannya,” ujar Nayra dengan nada lirih dan tentunya Fani mendengarnya. “Maksud kamu apa? Melupakan siapa?” tanya Fani. Dia memang kecewa terhadap Nayra, namun dia masih sangat peduli pada Nayra yang saat ini memang terlihat sangat tertekan. “Aku tidak akan bisa melupakan perasaanku jika aku tidak mencoba menerima lamaran itu,” ulang Nayra. Apakah dia harus memberitahu Fani akan hal ini? “Jangan bertele-tele, Nayra! Maksud kamu siapa yang ingin kamu lupakan?!” tanya Fani menyorot Nayra dengan serius. Ternyata dia salah menganggap bahwa Nayra selalu terbuka dengannya, nyatanya sejak dulu sahabatnya itu selalu menyimpan bebannya sendirina. “Aku sebenarnya mencintai Kak Rama, ah bukan maksudku Dokter Rama. Namun, aku terlambat dan mungkin memang takdir kami seperti ini,” ungkap Nayra. Menertawakan kebodohannya yang berharap dengan menerima lamaran Septa dia akan mudah melupakan Rama, tapi dia lupa fakta bahwa Rama dan dirinya akan terus berada di lingkungan yang sama. “Apa kamu mencintai Dokter Rama-,” “Dia adalah cinta pertamaku yang pernah aku ceritakan padamu dulu yang berpamitan kepadaku untuk mengambil buku sekolahnya, namun dia menghilang dan saat itu juga aku kehilangan kedua orang tuaku,” jelas Nayra. Fani hanya mengetahui bahwa Nayra memang memiliki satu sosok yang masih dia harapkan, namun sepertinya tidak menyangka jika orang tersebut adalah Rama. “Ketika kami bertemu kembali, ternyata dalam aku asing dimatanya. Dia tidak mengenaliku sama sekali,” ucap Nayra dengan tawa sumbang, “bodohnya aku masih berharap dia akan mengenaliku lagi, namun harapan itu pupus ketika aku mengetahui ada perempuan lain yang telah mengisi seluruh hatinya,” lanjut Nayra. Bahkan, ketika Nayra masih mengharapkannya dia harus menerima kenyataan pahit untuk kedua kalinya. Dia mendengar percakapan serius antara Rama dan Karin saat dirinya akan menjenguk teman Wira yang nyatanya adalah Karin, kekasih dari Rama. Lupakan kadar penasarannya mengenai apa alasan Karin mencoba bunuh diri, Nayra hanya mendengar bahwa  hubungan Rama dan Karin sudah sangat serius. Bahkan, wanita itu menjadikan Rama sebagai alasannya untuk hidup. “Aku harus bagaimana, Fan? Maafkan aku yang untuk sekarang bersikap egois padamu,” ujar Nayra dengan tangisannya yang pecah. Tidak tega melihat tangisan sahabatnya, Fani melangkahkan kakinya mendekati Nayra. “Kenapa kamu tidak memberitahuku tentang Dokter Rama?” tanya Fani seraya membawa Nayra pada pelukannya. Nayra hanya menggeleng, dia sudah lelah akan perasaannya yang tidak menentu. Badan Rama lemas mendengar percakapan antara Nayra dan Fani. Selain bodoh dirinya juga tidak peka. Namun, apa yang bisa mereka lakukan saat ini? Di saat Nayra akan bertunangan dengan Septa malam ini dan bodohnya alasan Nayra menerima lamaran sahabatnya itu karena dirinya. Mereka sama-sama telah salah paham. “Suster Anita saya titip ini untuk Dokter Fani, ya!” ujar Rama memberikan undangan yang tadi sempat Adi titipkan padanya kepada Anita.        
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN