Tentu saja ini adalah situasi yang menyulitkan bagi Sora pribadi. Sesungguhnya, permintaan dari Samran itu, adalah permintaan yang sama sekali tak bisa ditolak, bukan? Bagaimana caranya menolak sepasang calon mertua yang datang berkunjung ke rumah untuk bertemu calon menantu?
Meski belum bisa dikatakan demikian juga sih. Mengingat Sora dan Samran belum resmi sebagai calon suami istri. Perjodohan berlanjut atau tidak saja belum tahu.
Sora memikirkan hal itu terus sampai sore hari. Ketika jam makan malam -- sehabis maghrib nanti -- ia benar - benar harus bicara pada Alshad mengenai hal ini.
Tentu saja Sora tidak enak. Kesempatan pulang adalah 1 kali dalam satu bulan. Tapi Sora begitu serakah meminta jatah pulang dua kali. Dengan menyerobot jatah pulang salah satu temannya.
Memang kejam kesannya. Tapi Sora bisa apa.
Entah bagaimana nanti reaksi Alshad. Apakah Alshad akan setuju atau tidak?
Kesannya Sora seperti memanfaatkan perasaan khusus Alshad padanya, untuk mengambil kesempatan ini.
Eh, memangnya Alshad benar memiliki perasaan padanya? Hal itu belum jelas juga sih.
"Sora ... kamu masih mikirin masalah si Hasi gila itu, ya?" tanya Wenda yang prihatin dengan Sora yang masih banyak diam akibat peristiwa siang tadi.
Sora menggeleng. "Sebenernya hari ini aku dapat peristiwa kombo, sih, Wen," jawab Sora.
"Peristiwa kombo gimana?" Dana yang bertanya.
"Jadi tadi siang aku emang beneran kesel masalah si Hasi. Tapi kemudian Samran kirim pesan ke aku. Katanya besok dia mau datang ke rumah lagi. Bukan sama budenya seperti minggu kemarin. Tapi ... sama orang tuanya. Nah ... itu dia yang bikin aku kepikiran." Sora akhirnya menceritakan hal yang sejak tadi ia pendam sendiri.
"Apa?" Wenda dan Dana kaget bersamaan.
"Astaga ... pasti deg - degan ya mau ketemu camer, Sora." Dana nampak ikut prihatin, bingung harus memberi reaksi bagaimana. Membayangkan ada di posisi Sora, ia pasti juga akan bingung. Apa lagi posisi sedang KKN seperti ini.
"Makanya itu. Aku bingung. Minggu kemarin aku udah pake jatah libur. Berarti aku udah nggak punya jatah libur lagi, kan?"
"Iya, juga, ya," sahut Wenda. "Duh ... makin runyam masalahnya. Kamu nggak bisa nolak mereka buat dateng. Tapi jiga bingung karena udah nggak ada jatah libur. Kamu udah coba tanya ke Kiki, boleh apa enggak?"
Sora mengangguk. "Udah, tadi aku udah chat Kiki. Bilang kalau besok ada acara keluarga mendadak dan penting. Dia bilang aku suruh kontak sama yang jatah libur minggu ini sendiri. Kayak rolling tempat gitu lho. Nah, aku malah tambah bingung setelah itu."
"Astaga ... si Kiki tuh ketua macam apa sih? Masa dari dulu tuh dia kayak nggak bisa punya sikap gitu lho." Dana marah - marah.
"Emangnya siapa aja yang besok jatahnya libur Sora?" tanya Wenda.
"Si Albert, Yuniar, Heni, Intan, dan ... Alshad." Sora menyebutkan nama terakhir dengan setengah hati.
Wenda dan Dana pun langsung terdiam dengan kedua pasang mata yang membulat.
"Kalian pasti mikir hal yang sama kan kayak aku?" tanya Sora.
Dena dan Wenda segera mengangguk.
Tentu saja, mereka sama - sama memikirkan bahwa Alshad adalah sasaran empuk untuk dimintai tolong. Karena Alshad pasti tidak akan menolak jika itu bersangkutan dengan Sora.
"Ya udah lah, Sora. Kan ada Alshad. Dia pasti nggak akan nolak kan kalau kamu minta tolong?" tanya Wenda, yang seperti tidak mengerti, kenapa Sora begitu bingung. Padahal ia sudah memiliki jawaban berupa jalan terang.
"Justru itu, Wen. Aku tuh nggak enak sama dia. Kamu tahu sendiri kan kayak gimana sikap aku ke dia selama ini? Aku tuh udah jutek banget sama dia. Tapi dia tetep baik banget sama aku. Bahkan tadi dia dengan berani nyelametin aku dari si Hasi gila itu. Masa iya, aku masih tega mau nyerobot jatah libur dia yang cuman satu kali dalam sebulan? Kan kasihan, Wen. Dia juga pasti kangen sama keluarganya. Orang tuanya juga pasti kangen lah sama dia."
Wenda kini seperti telah mengerti dengan apa yang membuat Sora galau.
"Aku tahu deh, Sora, solusi yang terbaik!" celetuk Dana tiba - tiba.
"Solusi apaan, Dana?" sahut Sora. "Awas ya kalau saran kamu konyol dan ngawur!" Sora langsung berprasangka buruk pada Dana. Mengingat track record gadis itu sejauh ini memang selalu konyol dalam berbagai hal yang ia lakukan.
"Astaga Sora ... jangan suudzon dulu kenapa?" Dana terlihat sakit hati. "Ini serius, Sora. Ya aku bisa lah bedain mana kapan harus serius, kapan harus bercanda."
Sora dan Wenda malah tertawa puas, hiburan sekali memang menggodai si Dana itu.
"Iya, iya, Dan ... sorry ... sorry ...." Sora meminta maaf dengan tulus. "Memangnya apa solusi dari kamu, hm?"
Dana tersenyum seakan - akan solusi yang akan ia katakan adalah sebuah solusi mutakhir untuk misi penyelamatan dunia.
"Dengerin baik - baik ya. Awas, nggak ada siaran ulang. Aku jamin, solusi ini benar - benar solusi yang terbaik. Yang akan membuat kamu tetap bisa menemui orang tua Samran. Tapi juga nggak akan mengorbankan hari libur si Alshad."
***
Meski masih ada keraguan dalam hatinya, Sora membulatkan tekat untuk memberanikan dirinya sendiri. Ditambah sokongan semangat dari Wenda dan Dana.
Sora cukup percaya diri, karena sekiranya solusi yang diberikan oleh Dana ini memang cukup cerdas dan bisa diandalkan.
Selepas sholat Maghrib, baru lah beberapa anggota laki - laki berdatangan. Sora terus mengawasi mereka semua, menunggu Alshad kelihatan batang hidungnya.
Dan yang ditunggu - tunggu oleh Sora akhirnya datang. Detak jantung Sora langsung terpacu. Rasanya sudah seperti menghadapi dosen killer saat akan bimbingan skripsi.
"Alshad ...." Sora langsung memanggil nama Alshad.
Dana dan Wenda cekikikan di belakang sana.
Karena suara Sora sepertinya kurang lantang, sehingga Alshad tidak dengar. Sora pun mengulang panggilannya sekali lagi, dengan suara yang lebih keras.
"Alshad ...."
Berhasil. Kali ini panggilan Sora didengar oleh Alshad.
Alshad yang merasa terpanggil, langsung menoleh. Ia bingung karena setelah menoleh justru melihat Sora. Ia seperti tak percaya jika yang memanggil dirinya adalah Sora. Tapi kalau dipikir - pikir, suara yang memanggilnya tadi memang mirip dengan suara Sora.
Untuk memastikan, Alshad langsung menunjuk dirinya sendiri, sambil masih Menatap sora.
Sora langsung mengangguk mengiyakan.
Detak jantung Alshad langsung terpacu. Apa lagi detak jantung Sora yang sudah mirip genderang mau perang iramanya.
"Kenapa, Sora?" tanya Alshad akhrinya. Masih seperti tak percaya jika Sora benar - benar memanggilnya.
Sora menoleh ke arah Dana dan Wenda. Dua gadis itu memberi semangat padanya dengan gestur tangan. Lalu mereka memutuskan untuk pergi saja, karena tidak ingin mengganggu Sora dan Alshad.
"Aku mau ngomong sebentar. Penting." Sora langsung menjelaskan secara singkat dan jelas. Tidak mau buang - buang waktu, dan ingin Alshad segera tahu jika Sora memanggil dirinya tidak untuk main - main.
Mengerti Sora yang merasa tak nyaman. Karena beberapa pasang mata mulai menatap mereka dengan aneh, Alshad langsung memberi gestur pada Sora untuk ikut dengan dirinya.
Sora hanya mengangguk, seraya langsung mengikuti berjalan di belakang Alshad.
Alshad rupanya mengajak Sora ke bagian samping rumah ini. Yaitu lorong di luar rumah, yang terhubung dengan pintu dapur secara langsung.
Kalau jam segini, di lorong itu memang sepi. Karena tidak akan ada mahasiswa yang berani lewat sana jika tidak terpaksa.
"Kamu mau ngomong apa?" tanya Alshad ketika sudah menemukan tempat yang terbaik menurutnya.
Alshad duduk duluan, kemudian menggeserkan satu kursi plastik, untuk didukuki oleh Sora. Mereka duduk berhadapan dengan jarak yang dekat.
Sora sedikit ragu, namun ia tidak menolak. Ia langsung duduk pada kursi yang digeserkan oleh Alshad.
Meski dalam posisi duduk seperti ini sekali pun, posisi tinggi badan Alshad dan Sora tetap lah sangat jauh. Sora masih harus mendongak ke atas untuk menatap mata Alshad ketika berbicara.
"Aku ...." Sora seperti takut akan memulai. Tapi ia berusaha tetap menyakinkan dirinya bahwa ia telah melakukan hal yang benar.
"Uhm ... maaf sebelumnya, ya, Shad. Tapi ini penting banget buat aku. Jadi ... sebenernya besok tuh aku ada semacam acara keluarga gitu. Memang mendadak sih. Tapi ini acara yang penting. Dan aku nggak bisa absen. Aku harus hadir. Sementara aku nggak bisa pulang lagi, kan. Soalnya jatah pulang aku udah aku pakai minggu lalu. Nah ... aku coba kasih tahu si Kiki. Kali aja dia bisa bantu kan. Tapi aku malah dikasih daftar nama mahasiswa yang jatah liburnya minggu ini. Disuruh kontak sama orang - orangnya langsung. Dan dalam daftar itu ... aku lihat nama kamu."
Kali ini Sora tidak berani lagi menatap wajah Alshad. Takut dengan reaksi Alshad. Takut Alshad menganggap Alshad merupakan seseorang yang lemah, yang mudah ia manfaatkan.
"Aku pikir kenapa, Sora ...," jawab Alshad seraya tersenyum. "Gampang lah, Sora. Kamu pakai aja jatah libur aku. Tapi sorry, ya. Yang hari Sabtu aja. Yang hari Minggu jangan, ya. Bukannya kenapa - kenapa. Soalnya hari minggu aku juga ada acara Keluarga yang juga nggak bisa aku tinggalkan. Soalnya itu acara tahlil 100 harian bapakku. Seandainya bukan minggu besok, ya udah aku kasih aja jatah libur aku itu ke kamu."
Hati Sora rasanya langsung mencelos. Ia bahkan belum mengatakan apa kemauannya. Tapi Alshad sudah memberikan jatah liburnya begitu saja pada Sora. Alshad sudah langsung tahu apa yang ia ingin katakan.
"Alshad ... aku cuman perlu setengah hari kok. Palingan besok agak sore acaranya udah selesai. Jadinya aku bisa langsung balik ke posko. Dan kamu bisa langsung pulang setelahnya." Sora berusaha menjelaskan sesuai dengan solusi uang diberikan oleh Dana.
Ya, itu dia solusinya Dana. Menggunakan jatah waktu libur sebutuhnya Sora saja. Sisanya biarkan Alshad tetap menikmati hak liburnya selama dua hari. Ah, satu setengah hari maksudnya.
Alshad menggeleng. "Nggak perlu lah, Sora. Nanti kamu cape kalau perjalanan naik turun gunung terus dalam sehari. Kamu balik minggu pagi aja. Terus gantian aku yang balik. Acara di rumah aku masih habis maghrib kok. Tenang aja." Alshad mengakhiri ucapannya dengan sebuah senyuman yang begitu menenangkan.
Membuat Sora secara otomatis membalas senyuman itu. Ia benar - benar berterima kasih pada Alshad karena telah membantunya sekali lagi.
"Makasih ya Alshad. Makasih banget. Aku juga minta maaf untuk ayah kamu, ya. Aku baru tahu kalau ayah kamu baru meninggal."
"Thanks, Sora. Iya, Bapak aku baru meninggal. Tolong bantu kirim doa, ya. Biar kuburnya makin lapang."
Sora mengangguk. "Pasti, Shad."
Bertambah satu lagi nilai plus Alshad di mata Sora. Bukan kah Alshad terlihat begitu kuat. Ia tak bisa membayangkan bagaimana rasanya jadi Alshad. Ditinggal meninggal sosok ayah di usia yang masih sangat muda.
Sora yakin, itu tidak mudah. Tapi Alshad berhasil menunjukkan sisi seolah - olah tanpa beban. Yang membuat Sora semakin merasa tak enak pada Alshad, karena sudah bersikap tidak baik pada pemuda itu sejauh ini.
***