Modin desa terlihat begitu terkejut begitu tahu malam - malam begini rumahnya digedor - gedor orang. Lebih terkejut lagi saat tahu yang datang adalah mahasiswa KKN yang menyewa rumah kosong peninggalan Mbah Nah, sebagai posko.
Terakhir bertemu dengan mereka, adalah saat mereka izin ke balai desa untuk melakukan kegiatan KKN di desa ini.
Lebih terkejut lagi, saat tahu ada satu pemuda yang babak belur berlumur darah. Ia sampai tak tahu itu siapa.
Tapi setelah berpikir, ia akhirnya tahu itu siapa. Bukan karena mengenali, tapi lebih karena mengingat ceritanya.
"Assalamualaikum, Pak." Sora segera mengawali pembicaraan.
"Waalaikum salam," jawab Pak Modin beserta istrinya yang masih dalam keterkejutan.
"Mohon maaf, Pak. Kami mengganggu malam - malam." Sora melanjutkan bicaranya. "Tapi ada yang harus kami segera laporkan. Ini menyangkut keamanan kami selama melakukan KKN di sini." Sora berbicara dengan sebaik dan sesopan mungkin demi menghargai sang tuan rumah.
"Iya, iya, Dek. Oke. Supaya lebih enak ngobrolnya, silakan adik - adik semua masuk terlebih dahulu. Ayo, silakan." Pak Modin dan istrinya mempersilakan Sora dan kawan - kawan dengan ramah.
Meski mereka ngerti juga melihat penampilan Hasi yang sudah bonyok semua sampai hampir tak bisa dikenali.
Dua set sofa yang ada di ruang tamu luas Pak Modin, tidak cukup untuk duduk semua orang. Oleh karenanya Bu Modin memutuskan untuk menggelar karpet supaya muat untuk semuanya.
Beberapa mahasiswa turut membantu Bu Modin menggelar karpet.
Hasi dibaringkan di tengah - tengah. bagian karpet. Lalu mereka semua duduk melingkar mengitari Hasi. Pemuda gila itu sudah mirip seorang mayit yang sedang dibacakan surat yasin.
Sora segera menjelaskan maksud kedatangan mereka. Tak ingin mengulur waktu jadi semakin malam.
"Mohon maaf sekali lagi, Pak. Jadi begini, sejak awal melakukan KKN, kami sudah sering mendapatkan gangguan. Kami beberapa memergoki ada pemuda desa yang berusaha mengintip dan memata - marah posko wanita. Beberapa kali ia sudah kepergok. Tapi kami tidak tahu bagaimana rupa orang itu. Hanya sempat mengetahui motornya. Oleh karenanya kami mengadakan piket untuk anggota laki - laki, supaya bergilir tidur di posko wanita, untuk melindungi kami. Syukur lah rencana itu manjur. Dia nggak pernah datang lagi setelah hampir dihajar ketika kepergok lagi.
"Setelah tak bisa mengintip lagi, dia ternyata punya cara lain. Saat itu kami belum tahu siapa sang mengintip, kan. Dia berinisiatif untuk membantu kami mengerjakan posdaya. Kami menyambut dengan baik saat itu. Karena kami memang butuh bantuan. Meski pun kelakuannya sudah mencurigakan sejak awal. Tapi kami berusaha tak peduli. Namun ... makin lama, dia makin kurang ajar. Membuat kami terpaksa menegurnya dengan keras. Dia marah, lalu melempar batu, memecahkan jendela rumah. Sampai melukai salah satu teman kami. Sadar dia memakai motor yang sama dengan si mengintip, teman - teman laki - laki langsung mengejar dia, dan memberi pelajaran.
"Sudah babak belur seperti itu, dia tetap tidak mau mengaku. Dia bahkan semakin kurang ajar, Pak. Akhirnya salah satu dari teman kami terbawa emosi. Dia menghajar orang gila itu -- Hasi, ketua karang taruna -- sampai membabi buta, dan membuatnya hancur lebur seperti itu. Silakan nanti Bapak menonton video ke kurang ajaran Hasi. Banyak dari kami yang merekamnya. Jadi saya kira teman saya yang memukulinya tidak bersalah, Pak. Baru lah setelah kehabisan tenaga, Hasi mengakui semua perbuatannya. Seandainya dia mau mengaku baik - baik sejak awal, dia nggak bakal berada dalam keadaan yang seperti ini. Saya mewakili teman - teman mohon maaf. Dan kami juga minta tolong supaya kasus ini diselesaikan dengan seadil mungkin."
Sora mengakhiri penjelasan panjangnya.
Pak Modin menatap istrinya, sebelum kembali menatap para mahasiswa dengan raut wajah penuh penyesalan.
"Ya ... terima masih adik - adik sekalian yang mengkoordinasi kasus ini dengan cukup bijak. Saya sebagai perwakilan warga desa, merasa sangat malu karena kelakuan Hasi. Saya juga mewakili warga desa untuk meminta maaf pada adik - adik semuanya. Sebenarnya ... kejadian seperti ini sudah bukan hal baru."
Betapa terkejutnya Sora dan yang lain mendengar penjelasan Pak Modin. Bukan hal baru katanya?
Berarti ....
"Ya ... sesuai dengan dugaan adik - adik semua. Hasi ... si gila itu, sudah pernah melakukan hal sama, pada kelompok KKN tahun lalu. Waktu itu Hasi malah lebih parah keadaannya dari sekarang. Karena pacar dari cewek yang diintip sama Hasi, marah besar, ngepruk kepalanya Hasi pakai botol beling. Sampai botol belingnya pecah nggak keruan. Hasi hampir mati. Tapi diberi kesempatan hidup sekali lagi oleh Tuhan. Waktu itu kasus diselesaikan baik - baik dengan kami para warga desa. Bahkan dosen pembimbing pun tidak diberi tahu waktu itu. Karena Hasi sudah meminta maaf dan mengaku menyesal."
Astaga .... Hasi benar - benar sakit jiwa ternyata. Yang Sora bingungkan adalah, jika sudah tahu jika Hasi ternyata segila itu. Lalu kenapa dia bisa menjadi ketua karang taruna?
"Maaf Pak sebelumnya. Tapi ... kalau boleh tahu, berarti ... warga desa kan sudah tahu kalau Hasi adalah seorang yang suka membuat masalah. Tapi kenapa dia justru dipercaya menjadi ketua karang taruna?" Terdengar kekesalan dalam hati Sora tersirat dalam pertanyaannya itu.
Pak Modin menarik napas dalam, baru ia menjelaskan. Ia mengerti. Wajar jika Sora penasaran dengan keanehan itu.
"Kami sebagai warga desa benar - benar malu dengan kelakuan Hasi. Tapi pada mahasiswa memutuskan untuk memaafkan. Toh Hasi sudah mendapatkan luka yang serius. Sepeninggal para mahasiswa KKN, kami warga desa tidak hanya tinggal diam karena kelakuan memalukan Hasi. Kami memberinya sanksi sosial yang cukup berat. Lama kelamaan, Hasi berubah jadi pemuda yang lebih baik. Dia suka jamaah di Masjid. Warga desa pun salut karena Hasi sudah berubah menjadi lebih baik. Bahkan kami melakukan kesalahan dengan menjadikannya ketua karang taruna. Dan saat ada mahasiswa KKN lagi, penyakit cabulnya justru kambuh. Kami benar - benar malu dan meminta maaf."
Sora dan semua anggota KKN lain benar - benar terkejut dengan penjelasan Pak Modin itu. Sebuah kecabulan memang lah penyakit kronis yang sangat sulit disembuhkan. Itu yang mereka pahami sejauh ini.
"Ternyata, menyelesaikan masalah ini Secara baik - baik, bukan lah solusi yabg tepat untuk pemuda penyakitan seperti Hasi. Waktu itu kami masih berusaha melindunginya dengan menyarankan pada mahasiswa untuk tidak melaporkan pada dosen. Apa lagi pada pihak berwajib. Tapi kali ini, saya justru menyarankan pada adik - adik semua untuk laporan pada dosen. Supaya ada tindakan lebih lanjut. Supaya mungkin tahun depan desa ini tidak digunakan untuk KKN lagi. Karena saya khawatir akan ada korban lagi."
Pak Modin terlihat benar - benar menyesal.
Sora dan yang lain pun segera menyetujui saran dari Pak Modin itu. Tapi mereka akan laporan besok saja, mengingat ini sudah larut malam.
Beberapa mahasiswa bersama Pak Modin mengantar Hasi pulang dengan mobil, karena letak rumah Hasi masih cukup jauh dari sini.
Sementara lara mahasiswi memutuskan untuk segera kembali ke posko. Mereka akan segera beristirahat, dan mempersiapkan untuk menghadapi esok hari. Hari yang sepertinya akan sangat panjang.
***