Sora sedang menata kembali barang - barangnya dalam tas, karena tadi sempat dikeluarkan seluruh isinya untuk mencari buah.
Pandangan Sora teralih pada ponsel yang tadi hanya terlihat dari sudut matanya. Ada pesan baru dari Samran.
Jujur setelah pertemuan kemarin, ia jadi mantap dengan hubungannya bersama Samran. Banyak hal yang menuju pada kebaikan, bahwa mereka mungkin benar - benar berjodoh. Makanya kini Sora selalu bersemangat tiap kali Samran mengirim pesan. Dan ia juga antuasias untuk membalas. Yang paling penting ... Sora merasa senang tiap kali mendapatkan pesan baru dari laki - laki itu.
'Udah sampai posko atau belum, Sora?'
Sora tersenyum - senyum sendiri membaca pesan dari Samran itu. Samran memang belum menunjukkan sisi romantisnya secara terbuka.
Namun dengan perhatian - perhatian kecil yang ia berikan seperti ini, Sora sudah cukup dibuat berbunga - bunga.
Pertukaran pesan terakhir mereka memang lah seputar Sora akan segera berangkat kembali ke posko. Dan Sora juga berpamitan pada Samran saat akan berangkat tadi.
Sebenarnya Sora sempat berharap jika Samran akan mengantarkan dirinya. Tapi Sora tidak mau terlalu berharap. Karena takut kecewa. Nyatanya memang tak ada tawaran apa - apa dari Samran. Hanya berupa ucapan hati - hati di jalan.
Karena Sora tak terlalu berharap, maka ia tak terlalu kecewa. Seperti yang Sora pikirkan tadi. Mungkin Samran belum menunjukkan sisi romantisnya secara utuh. Karena mereka belum terikat hubungan apa pun.
Bisa jadi nanti setelah lamaran Samran akan mulai berani. Dan akan semakin romantis setelah menikah. Dalam tanda kutip, jika mereka benar - benar berjodoh.
Dan lagi ... Sora juga tidak terlalu menggantungkan harapan yang terlalu besar. Karena kecewa itu rasanya sungguh menyesakkan 'd**a.
"Ngapain kamu senyum - senyum?" tanya Wenda.
"Ya kenapa lagi? Pasti karena dapet chat dari calon suaminya, lah." Bukan Sora yang menjawab, justru Dana. Sang shipper Sora - Samran sejati.
"Sok tahu banget sih kamu!" Wenda kesal karena jawaban Dana sungguh nge - gas.
"Bukan sok tahu, lah. Kan yang aku bilang itu fakta." Dana ngotot karena ia merasa benar.
"Udah ... udah .... Astaga ... kalian bisa nggak sih jangan ribut sehari aja." Sora benar - benar sudah frustrasi dengan perdebatan dua temannya yang sengitnya lebih dari debat capres lima tahunan.
Dana yang juga tidak mau berlarut - larut, akhirnya memutuskan untuk menurut pada Sora. Ia teringat dengan sesuatu yang ia minta sebelum Sora pulang kemarin.
Dana menggeser duduknya semakin mendekat dengan Sora. "Eh, Sora ... Sora ... kemarin kan aku minta kamu buat bikin dokumentasi tuh. Biar aku bisa lihat muka Samran dengan lebih jelas. Mana? Kamu dokumentasikan nggak?"
"Boro - boro dokumentasi, Dan. Orang isinya tegang terus. Uhm ... tapi adek aku sempat foto - foto sih. Tapi fotonya nggak ada yang jelas. Ya maklum lah, fotonya pakai hp butut. Objeknya nggak tahu kalau lagi difoto. Makanya nggak bisa diem, gerak terus. Ya blur semua lah jadinya." Sora menjelaskan situasi apa adanya.
"Nggak apa - apa deh. Aku tetep mau lihat biar ngeblur sekali pun."
"Oke, deh. Tunggu bentar, ya." Sora kemudian membuka Galeri ponselnya setelah membalas pesan dari Samran secara singkat.
Bukan hanya Dana ternyata yang ingin tahu. Tapi Wenda juga. Gadis itu turut menggeser duduknya semakin dekat dengan Sora.
"Kamu ngapain ikutan lihat?" Dana berusaha mengusir Wenda.
"Ya terserah aku lah!" Wenda langsung nyolot.
Hampir saja Sora ngomel meminta mereka untuk berhenti berdebat lagi. Tapi untungnya dua gadis itu tidak melanjutkan perdebatan itu. Sora sungguh bersyukur karenanya.
"Nih ...." Sora membuka galeri yang berisi foto - foto kiriman dari adiknya.
Dana langsung merebut ponsel Sora. Untuk lebih maksimal memeriksa semua hasil foto itu.
"Masya Allah ... ini kan orangnya si Samran. Ya Allah ... foto ngeblur gini aja dia udah ganteeeeng banget. Gimana kalau nggak ngeblur?" Dana terkagum - kagum dengan foto Samran. Foto yang sesuai dengan ucapan Dana, ngeblur. Sama sekali tidak jelas.
Wenda tidak berusaha mendebat Dana kali ini. Karena sesuai yang dilihat matanya, Samran memang sangat tampan.
Dengan foto blur seperti itu saja, ketampanan Samran sudah membuat dirinya yang seorang wanita biasa, langsung merasa sesak napas. Ya ... wanita mana sih yang tidak sesak nafas jika melihat laki - laki tampan. Tapi bukan berarti jatuh cinta lho ya. Hanya sebatas mengagumi ciptaan Tuhan yang begitu sempurna.
"Masya Allah ... padahal di foto ini matanya Samran merem sebelah. Mana mulutnya mangap pula. Tapi ... kok bisa - bisanya tetep ganteng luar biasa gini. Jadi sebenarnya Samran ini manusia atau bukan. Kok bisa perfect benerrrr." Dana lagi - lagi secara terang - terangan mengagumi ketampanan calon suami orang. Calon suami sahabatnya sendiri.
Wenda lagi - lagi tidak berusaha mendebat Dana. Karena sekali lagi, yang dikatakan oleh Dana adalah sebuah kebenaran. Foto derp face Samran saja sudah setampan itu. Bagaimana jika ia berpose dengan baik dan camera dengan fokus yang baik dan beresolusi tinggi? Bagaimana kalau dilihat secara langsung. Belum terbayangkan seberapa tampannya.
"Ati - ati, Sora ... ntar kamu ditikung tuh sama si Dana." Wenda memperingatkan Sora. Karena sejak tadi Dana terlalu berlebihan mengagumi ketampanan Samran.
Sora hanya cekikikan saja. Boleh atau tidak sih jika ia bangga akan ketampanan Samran? Kan ia sudah bisa dibilang sebagai calon istri Samran? Ah entah Lah. Tapi tidak bisa dipungkiri, rasa bangga itu terbesit dalam hati Sora.
"Ini mamanya Samran ya, Sora? Masya Allah ... cantik bener. Ya wajar lah kalau Samran seganteng itu." Dana lagi - lagi terkagum - kagum.
"Iya, itu mamanya," jawab Sora. "Cantik dan modis banget kan. Aku kalah telak deh kalau urusan fashion. Tasku aja harganya 60 k doang. Itu pun udah aku bilang mahal." Sora ingin menangis rasanya jika membandingkan selera fashion - nya dengan calon mertuanya.
"Eh, tapi tadi kamu bilang kalau suasana deg - degan terus sampai nggak sempat mengabadikan momen yang bagus. Emangnya kenapa? Orang tuanya Samran galak, ya?" Dana terus mengintrogasi Sora. Sepertinya Dana memang berbakat menjadi seorang paparazi.
"Orang tuanya baik banget kok. Papanya mamanya semuanya baik, ramah, nggak sombong. Mana udah ada rencana ke depan buat aku dan Samran. Mereka super welcome. Tapi ya namanya ketemu camer, pasti tetep deg - degan lah." Sora menjawab apa adanya.
"Cie ... ciee ... camer nih ye." Dana langsung menggoda Sora habis - habisan.
Sora malu sampai pipinya keluar semburat merah.
Sementara Dana hanya bisa terdiam. Karena kapalnya sudah kalah telak dari kapal si Dana.
Dana menatap Wenda sambil menaik turunkan alis, tanda selebrasi seorang Dana atas kemenangannya.
"Astaga ... ini ayahnya Samran, ya? Haha ... botak!" Dana tertawa terpingkal - pingkal melihat foto Pak Hartawan.
Wenda langsung membungkam mulut Dana yang sedang tertawa lepas. "Nggak sopan banget sih kamu. Body shaming sama orang tua!"
Sora meringis karena candaan Dari Dana yang sebenarnya memang lucu. Tapi ia tidak bisa tertawa karena yang diroasting oleh Dana adalah calon mertuanya sendiri.
Kemudian Sora teringat sesuatu. Yaitu insiden sesaat sebelum Sora berangkat pulang kemarin.
"Eh, terus gimana? Anak - anak udah pada heboh belum gara - gara tahu kalau aku dapet jatah libur lagi, karena pinjam hari liburnya Alshad?" Sora menanyakan hal yang membuatnya cukup khawatir selama di rumah. Ia harus menyiapkan diri untuk kemungkinan terburuk. Untuk menghadapi kecemburuan para fans Alshad.
Wenda menggeleng. "Kayaknya belum tahu, Sora. Soalnya aku sama Dana juga diem - diem aja. Yang tahu kalau kamu pinjam hari libur Alshad kan cuman Mbak Heni, Yuniar, sama Intan. Dan mereka baru pulang besok. Ya siap - siap aja. Kali aja beritanya baru nyebar besok. Tapi tenang, aku sana Dana pasti bakal bantu kamu kok. Dari kemarin yang kedengeran cuman cewek - cewek itu kesel karena kamu pulang lagi. Tapi nggak tahu kalau liburnya berkat pinjam dari Alshad. Si Alshad juga pintar dan pengertian, dia sama sekali nggak main ke sini kemarin. Biar nggak pada tahu kan cewe - cewe di sini. The best emang si Alshad. Sebegitu cintanya dia sama kamu, Sora."
Sora tercenung mendengarkan penjelasan Wenda. Pertama karena fakta bahwa ia harus bersiap - siap dengan apa pun yang terjadi besok, menghadapi kecemburuan para fans Alshad.
Dan Sora juga merasa terkesan dengan bagaimana cara Alshad menjaganya ... melindunginya ....
***