PROLOG

226 Kata
Di hamparan rumput yang hijau, tepat di bawah pohon oak, keluarga kecil tengah berkumpul. Pria muda yang memiliki rambut segelap malam, tengah memakan apel merah sambil memandangi putranya yang sedang berlarian menerbangkan layangan. Sedangkan, wanita muda yang merupakan istrinya, tengah menemani putri kecilnya bermain boneka, keduanya sesekali tertawa. Tidak lama setelah pria itu membuang asal sisa bekas apel yang dimakan, awan-awan mulai berarak, langit yang semula cerah karena sinar matahari, berubah menjadi kelabu. Gemuruh petir mulai bersahutan. Anak kecil yang sedang memegang layang-layang, segera berlari sesaat setelah mendengar suara menggelegar itu menakutinya. Menghampiri sang ayah yang dengan sigap menggendongnya. Tanpa sadar, layang-layangnya terlepas dan terbang tinggi menuju cakrawala. Pria muda yang menggendong putra kecilnya, segera mengambil keranjang buah, lalu berlari menyusul sang istri dan putri kecilnya, saat titik-titik air mulai turun ke bumi. Keluarga kecil itu, mendekati rumah batu bata yang kebetulan tak jauh dari sana. "Ayo, cepat masuk!" ujar pria yang rambutnya basah kuyup. Istrinya segera membuka gembok pintu, lalu menyuruh putri kecilnya masuk ke rumah lebih dulu. Begitu pun, pria itu yang segera menurunkan sang putra untuk masuk juga. Wanita muda melirik ke arah suaminya, lalu mengambil keranjang buah yang ada di genggaman pria yang teramat ia cintai, lalu menyusul masuk ke rumah sederhana itu. Sedangkan, pria itu menggantungkan gembok kunci ke dinding sebelum masuk, dan menutup pintu yang memiliki gantungan bertuliskan … Zero.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN