XXXL 5 Aurora ~ Let’s Having some Fun

1488 Kata
Seperti yang aku katakan sebelumnya bahwa hari minggu adalah hari favorite, bagaimana tidak. Berkumpul dengan kedua sahabatku seperti ini, mengadakan pajamas party, makan bersama, tidur bersama atau bahkan menangis bersama setelah menonton drama korea yang baru selesai Mia download. Rasanya hariku begitu bermakna. Minggu ini, Apartemen Astrid menjadi tempat berkumpul kami. Apartemen bertema minimalis modern dengan dapur super duper fantastis yang membuatku begitu betah berada di sini dan memasakan kedua sahabatku ini kue.  Ingatanku kembali mengingat saat Bang Arman menempati janjinya untuk membantu mengutarakan keinginanku untuk pindah ke Apartemen. Jangan tanyakan reaksi bunda setelah mendengar keputusanku ini.Ayah dan Bunda begitu keberatan dan menentangnya, namun dengan bujukan maut abang tersayangku semuanya dapat teratasi. Yah, walaupun dengan syarat Apartemenku nanti harus berada satu kawasan dengan milik bang Arman dan memiliki pengamanan super ketat. Kunci berupa password yang harus diketahui seluruh keluarga dan segala t***k bengek lainnya. Mataku terus berusaha fokus menonton drama korea yang sedari tadi kami putar. Kualihkan pandanganku menatap Astrid dan Mia yang meletakan kepala mereka di kedua pahaku. Mulut mereka tanpa henti memakan Brownies kukus andalanku seraya menatap layar tivi serius.  Kuhela napas berat membuat kedua sahabatku mengangkat kepala mereka lalu menatapku bingung. “Kenapa?” tanya Astrid khawatir. “Apa semua laki-laki seperti suami Seo Geum Ran?” Tanyaku lemah memandang gambar seorang aktor korea yang berusaha menyingkirkan Istri gendutnya. Birth of Beauty.  Kalau tidak salah itu drama Korea yang sedang kami tonton sekarang. Drama hasil unduhan Mia selama di kantor ini menemani Saturday Drama Marathon yang menjadi rutinitas rutin kami sedari pagi tadi. Drama yang berkisah tentang seorang wanita gendut yang selamat dari percobaan pembunuhan yang dilakukan suaminya, lalu melakukan operasi plastik untuk membalas dendam kepada suami dan selingkuhannya yang telah mencoba membunuhnya. Sebuah kisah klasik yang menceritakan bagaimana tidak bahagianya menjadi wanita gendut yang selalu tersiksa oleh perlakuan tidak manusiawi orang-orang di sekitarnya. “Apa gue harus sedot lemak lalu mengoperasi seluruh badan gue biar dapat laki-laki tampan kayak di drama itu?” tanyaku sendu membuat Mia otomatis mematikan Tv lalu mengangkat kepalanya dari pahaku. “Lo kenapa ngomong gitu?” tanya Mia mendekatkan tubuhnya mendekatiku yang terus menatap mereka sedih. “Gue capek. Pandangan semua orang  nggak pernah berubah sedikitpun, selalu menatap gue dengan pandangan jijik layaknya wanita gendut  membawa penyakit mematikan."   Astrid memandangku sendu, tangannya mengelus punggungku pelan, sedangkan kedua tanganMia menggenggam erat tanganku seolah memberikan dukungan. "Gue juga pengen kayak kalian berdua, bisa gonta ganti pacar semau kalian," ucapnya mulai menyebutkan track record kedua sahabatku dalam  dunia perpacaran. Aku merasa dunia ini benar-benar tak adil dalam memperlakukan orang-orang gendut sepertiku. Tatapan, ucapan bahkan perlakuan mereka selalu saja merendahkan orang-orang seperi kami, membuatku merasa dikucilkan dari lingkungan. Aku tersentak saat Mia melepas genggaman tangannya lalu berdiri membenarkan pakaian, "Udah ah.Kenapa pada mellow gini, bukannya kita mau ngerayain disetujuinya lo untuk hidup mandiri."Ia lalu menarik tanganku dan Astrid kencang sehingga membuat kami berdiri. “We need to have fun. Let’s Having some Fun. Girl’s day Out!” Pekiknya membuatku dan Astrid tersenyum sumringah. ***** Aku memasuki salah satu mall di bilangan Ibukota dengan mengapit kedua sahabatku. Aku mencoba untuk tidak peduli saat hampir semua laki-laki di mall ini menatap kagum kepada Astrid dan Mia. Berada di antara kedua sahabat bertubuh proporsional seperti ini kadang-kadang membuatku terlihat seperti seorang D.U.F.F (Designated Ugly Fat Friend) atau jalan masuk untuk para laki-laki untuk mendekati kedua sahabatku. Masih terekam jelas di ingataku saat kami kuliah dulu. Banyak pria yang mendekatiku namun ternyata itu hanya alasan mereka untuk menjadikanku informan bagi kedua sahabatkku itu. Tak bisa dipungkiri, Astrid yang keturunan Jawa - Meksiko dan Mia yang keturunan Manado - Jerman membuat mereka cepat jadi pusat perhatian. Namun perbedaan fisik kami tak membuat persahabatan kami renggang malah semakin erat denagn adanya perbedaan itu. Aku tersentak saat Mia dan Astrid yang  menarik tanganku saat tubuhku sedikit menjauhi dari mereka. “Jangan dipikirin. Kamu cantik,” ucap Astrid di samping kanan membuatku tersenyum sumringah. Dengan cepat ku eratkan gandengan tanganku di lengan Astrid dan Mia lalu mulai kembali berjalan menyusuri deretan toko-toko mahal yang berjajar rapi. Window’s shopping.  Mungkin itulah yang akan kami lakukan. Berkeliling mengitari deretan toko mahal sambil melihat-lihat barang yang menarik minat, lalu berpikir keras apakah benda itu benar-benar kami inginkan. Langkahku terhenti saat menatap sepatu yang di display di salah satu toko brand sepatu ternama dunia. Mataku membulat melihat sepatu cantik berbentuk stiletto berhak 10 dengan hiasan bunga dibagian belakangnya. Aku menatap takjub sepatu cantik itu. Warna hitam elegannya terlihat begitu kontras dengan sol belakangnya yang berwarna merah darah.. "Lo suka sepatu itu?" tanya Mia. "Banget," jawabku  terkesima "Udah. Beli aja." kata Astrid. ia pun memanggil pegawai toko sepatu ini  "No. 39 ya, Mba"ucapnya memberi instruksi kepada pegawai itu. "Gue takut nggak cocok. Lo tau sendiri kaki gue besar gini, sepatu itu kan imut benget," ucapku pesimis. Mataku menatap sepatu imut itu yang sudah dibawa pelayan toko ini. "Dicoba aja dulu, siapa tau bagus, kalau nggak cocok ya nggak usah beli," kataMia menyemangatiku. Kuhembuskan napasku, berharap sepatu itu cocok untuk kaki besarku. Astrid dan Mia mengelilingi tubuhku saat sepatu itu berada di depan kakiku menggoda untuk di coba. "Tuh kan, Ra. Cocok banget,” ucap Astrid. Saat menatap pantulan kaki ku memakai sepatu cantik ini. Sepatu ini melekat begitu indah di kakiku seolah dibuat khusus untukku.  "Bagus loh, Ra,beli aja. Gue kan udah bilang kaki kita bakalan terlihat bagus tergantung dengan sepatu yang kita pakai. Sepatu itu bukan cuma benda yang jadi alas kita buat berjalan, tapi juga sumber kepercayaan diri kita. Lo cuman perlu pede," ucap Mia bersemangat.  “Saya ambil deh, Mba,” Ucapku tanpa ragu memberikan sepatu itu kepada penjaga toko. ***** Senyumku kembali sumringah menatap kedua sahabatku terus mengapit tubuh besarku. Berjalan bertiga seperti ini seolah menghilangkan rasa stress yang beberapa hari ini kurasakan. Astrid dan Mia selalu bisa menjadi tempat terbaik disaat-saat terpenting di dalam hidupku. Langkahku kembali terhenti saat melihat Astrid dan Mia menatap penuh minat manaquin yang ada di etalase kaca butik di samping toko sepatu tadi. Kedua sahabatku menatap kagum patung itu membuatku ikut memandang apa yang mereka pandang. Mataku menerjab beberapa kali melihat pakaian yang dikenakan mannequin itu. Mini dress simple dengan potongan lurus yang  memperlihatkan lekuk tubuh orang yang memakainya. Pikiranku mulai membayangkan jika tubuhku sebagus mannequin itu. Aku yakin akan ada banyak orang yang menatap kagum kepadaku. Astrid dan Mia saling tatap, mereka tersenyum saat merasa mereka memikirkan hal yang sama. Mereka menatapku lalu menganggukkan kepala. Eh, Eh kalian mau apa?” tanyaku saat mereka menyeret tubuhku memasuki butik branded ini.“Beli baju. siapa tau mini dress itu ada ukuran buat kita bertiga,” ucap Mia terkekeh.“Jangan bercanda, deh. Kalau untuk kalian pasti ada, tapi kalau buat aku. Jangan harap. Lepasin nggak?”“Lo bisa nggak sih, sehari aja nggak pesimis. Lo nggak akan tau baju itu cocok di elo apa nggak sebelum lo mencoba. Udah ah, nurut aja.” Dengus Astrid membuatku terdiam.Aku menggigit ujung bibir, tanganku bergetar memegang mini dress ukuran XL ini. Ketakutan mini dress ini tak cukup di tubuh besarku mulai menghantui. Keringat dinginku mulai keluar. Kata-kata Astrid yang mengatakan bahawa aku tak akan pernah tau bahwa baju itu cocok atau tidak ditubuhku sebelum mencobanya terus berkeliaran di kepalaku.Kumbuskan napas kencang berjalan ke ruang ganti. Entah berapa kali aku menghembuskan napas saat tangaku mulai bergerak melepaskan pakaian dan Skinny jeans yang ku kenakan. Kugelengkan kepala mencoba menepis pikiran pesimis yang sedari tadi bersliwean di otakku.“Guys.” Panggilku mencoba menarik perhatian kedua sahabatku yang sedang asyik berbincang. “Kayaknya gue nggak cocok deh pake gaun ini.” Perlahan ku keluarkan tubuhku dari uang ganti.“Wow!” pekik Astrid dan Mia berbarengan.“See, You look so Gorgeous,” ucap Mia yang diikuti anggukan Astrid.“Lo nggak akan tau secantik apa diri Lo sebelum Lo mencobanya.” Ucap Astrid menarik tubuhku ke depan cermin besar yang menampilkan pantulan tubuhku berbalut mini dress itu. Mini dress itu terlihat begitu cantik melekat di tubuh berisiku, potongannya yang lurus menutupi perut buncitku sehingga membuat tampilanku terlihat begitu berbeda. Aku merasa begitu cantik, seksi juga anggun dalam waktu bersamaan.“See. Lo tu nggak segendut yang lo pikirkan. Buktinya gaun ini terlihat begitu cantik di badan lo.”  Senyumku kembali cerah mendengar ucapan kedua sahabatku ini. Aku benar-benar beruntuk memiliki mereka.“Tunggu, masih ada yang kurang.” Ucap Mia meninggalkan  aku dan Astrid.Astrid merapikan rambut ikalku saat melihat Mia datang dengan membawa 2 gaun yang sama dengan yang kukenakan.Dia memberikan mini dress berwarna abu-abu kepada Astrid menyisakan mini dress berwarna putih untuknya. “Buat kembaran. Kita nggak pernah punya baju kembar. Sekali-kali bolehkan?” tanyanya membuatku  mengangguk menyetujui usulan mereka.Aku berjalan menuju meja kasir, lalu mengeluarkan kartu kredit yang ayah berikan. Sekali-kali Aku sepertinya memang harus menghabiskan uang ayah untuk mentraktir kedua sahabatku ini.*****Kuhempaskan p****t seksikudi sofa apartemen Astrid. Kakiku sudah nangkring dengan indah di meja kaca ini seraya terus menatap tumpukan kantong belanjaan yang ada di sampingnya. Hatiku berbinar mengingat kedua sahabatnya mulai mengatur gaya berpakaianku sehingga membuat tubuhku terlihat lebih langsing. Kusandarkan kepalaku di punggung sofa saat melihat Mia berjalan mendekatiku dan menarik tubuhku agar kembali berdiri.“Bangun!” perintah Mia.“Apaan sih. Gue capek,” Ucapku ketus mencoba kembali menghempaskan p****t seksiku.“Ayo bangun. Lo mesti siap-siap.” bujuknya membuatku menatapnya bingung.“Kemana?” “Club” ucapnya santai. Mataku membulat mendengar ucapan tidak masuk akal yang ia katakan. “Ayo, gue nggak menerima penolakan” ucapnya cepat dengan nada mengancam membuatku mendengus kesal.Aku yakin kedua sahabatku ini sudah gila karena berani mengajak wanita gendut seperti aku masuk ke dalam klub malam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN