"Leo?! Bagaimana bisa kau ada di sini?" tanya Zanna masih bingung.
"Nanti aku jelaskan pada mu, yang terpenting sekarang kita pergi dari sini," tutur nya, sambil membantu Zanna berdiri.
"Tapi penjaga itu," tanya nya lagi.
"Dia sudah ku bereskan," sahut Leo singkat.
Akan buang-buang waktu jika harus menceritakan semuanya.
Setelah nya Leo menyuruh Zanna berganti baju, dengan baju yang lumayan tertutup
Tentu nya Leo yang membawakan nya.
Selanjutnya tanpa menunggu lama Leo segera menancap gas pergi dari tempat itu dan menuju bandara, ia yakin Lisa dan juga Zenni sudah menunggunya di sana.
.
Jam menunjukkan pukul 12:00, dan saat itu juga Dareen baru menyelesaikan acara meeting nya. Sungguh fikiranya sangat tidak tenang, ia terus saja memikirkan keadaan Zanna, walau tadi pagi ia sudah melihat nya. Tapi entah mengapa hatinya begitu gelisah, seolah ia merasa akan kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidup nya.
"Pa, ayo kembali ke rumah sakit, aku sangat menghawatirkan Zanna," tutur Dareen.
Tuan Bramasta hanya mengangguk tanda mengiyakan permintaan putra tersaya nya. Dengan langkah tergesa-gesa Dareen menuju ke arah parkiran kantor nya, dan menaiki mobilnya menuju ke rumah sakit.
.
Sesampainya di rumah sakit, Dareen segera berlari menuju ke ruangan Zanna di rawat, namun langkah nya terhenti saat melihat siluet ibunya di luar pintu terlihat tengah berbicara serius dengan seorang dokter. Dengan posisi sang ibu yang menangis sesenggukan di, Dareen semakin cemas di buatnya, ia segera berlari menghampiri wanita tersebut, takut terjadi apa-apa dengan Zanna beserta calon anak-anaknya.
"Ma, ada apa ini?" tanya nya gelisah.
Nyonya Bramasta bingung harus bagaimana cara untuk menyampaikan berita buruk ini kepada Dareen tentang menghilangnya Zanna.
"Reen, tenangkan diri mu, jangan emosi jika mendengar kenyataan ini," tutur nyonya Bramasta hati-hati, takut jika Dareen tiba-tiba tidak bisa mengontrol emosi nya lagi.
Dareen semakin bingung di buat nya hatinya semakin tidak menentu.
"Sebenarnya apa yang sedang terjadi Ma?? Cepat katakan," ucap Dareen panik.
"Zanna menghilang Reen."
"Apa?! Jangan bercanda Mam, aku sedang serius," ucap Dareen, tidak bisa menerima kenyataan.
"Mama serius Reen ... tadi pengawal yang kau suruh untuk menjaga Zanna yang menghubungi Mama." jelas nya.
Dareen meremat jemarinya hingga kuku-kuku jari nya terlihat memutih. Pemuda itu menatap nyalang kearah pengawal yang saat ini terlihat menunduk dengan tubuh bergetar hebat.
"Kau lalai menjaga istri ku, jadi kau harus menerima akibatnya," Geram Dareen dengan wajah dingin nya.
Pengawal itu hanya pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya, ini semua salah nya. Jika saja tadi dia tidak tertipu. Tapi sudah lah, semua sudah terlambat ia harus bisa menerima konsekuensinya.
"Ikut dengan ku sekarang juga!!" pinta Dareen penuh penekanan.
"Baik Tuan maafkan saya." ujarnya takut.
"Baiklah aku akan memaafkan mu, tapi setelah kau menerima hukuman mu." ucapnya sambil melenggang pergi dari tempat itu di ikuti pengawal tadi.
Tuan Bramasta hanya bisa menggeleng pasrah, ia tau apa yang akan di lakukan Dareen pada pengawal itu, namun ia tidak bisa apa-apa. Menghentikan pemuda itu sama juga dengan mencari mati, saat suasana hati pemuda itu sedang buruk.
Dareen menyuruh pengawal nya tadi untuk melajukan mobilnya ke arah hutan jauh dari keramaian.
"Berhenti," singkat Dareen.
Pengawal itu menghentikan mobilnya tepat di tengah hutan, jantungnya mulai berdetak kencang. Pengawal itu merasakan hal buruk akan terjadi pada nya.
"Turun!" Perintah Dareen selanjutnya, pengawal itu pun menuruni mobil Dareen dengan kaki bergetar, tanpa berucap sepatah kata pun.
"Jalan ke sana," perintah Dareen selanjutnya, menunjuk jalan setapak masuk ke dalam hutan.
Pengawal itu pun lagi-lagi menuruti kemauan tuan mudanya. Dareen mengekor pengawal nya yang berjalan terlebih dahulu di depan nya.
Dareen berseringai berjalan begitu angkuh dengan kedua tangan terselip di kedua saku celana nya.
"Berhenti di sini," perintah Dareen lagi.
Pengawal itu berhenti tanpa berani membalikkan badannya.
Dareen mengambil revolver berwarna emas dari dalam jasnya, sembari menodongkan benda itu tepat di belakang kepala pengawal tadi.
DORR ... DORR ...
Tanpa menunggu lama dua timah panas telah menembus belakang kepala pria tadi, hingga tubuh pria malang itu ambruk tidak berdaya.
"Itu akibat nya jika kau lalai dalam menjalankan tugas mu," Dareen tersenyum evil, sambil melihat intens ke arah senjata api yang berbeda di tangan kanannya.
"Ck, rasanya aku sudah lama sekali tidak menggunakan mu sayang," decihnya seraya mengecup punggung benda itu, seolah benda itu adalah kekasihnya.
Setelah selesai dengan pekerjaan nya, Dareen segera kembali mencari keberadaan Zanna, wanita tercinta nya.
.
Leo sudah sampai di Bandara Internasional XXX.
Di situ sudah berdiri, Zenni dan juga Lisa yang terlihat begitu canggung.
Zanna membolakan kedua matanya, ia bertambah bingung. Bagaimana disini ada Zenni dan juga Lisa? pikirnya.
"Kak Lisa, Zenni, ka-kalian juga ada disini? Sebenarnya apa yang tidak ku mengerti di sini?" tanya Zanna terbata, sungguh kepala nya bertambah pening memikirkan hal janggal tersebut.
"Sudah lah, ayo kita berangkat tidak ada waktu lagi. Apa kau ingin Dareen menemukan mu lagi?" tanya Leo menghadap ke arah Zanna, tentu nya Zanna dengan cepat menggeleng kan kepalanya tanda tidak mau.
"Ayo kita pergi, nanti aku ceritakan di dalam pesawat," ucap Lisa selanjutnya, dan mereka pun pergi menuju awak pesawat, Zanna melirik dua koper besar yang di seret Lisa, mungkinkah itu barang-barangku? Tanyanya dalam hati.
"Kak, pakaian ku bagaimana?" tanya Zanna pada akhirnya.
"Semua sudah ku bereskan," ucap Lisa singkat.
Zanna semakin bingung dengan semua nya, apakah Lisa sudah merencanakan semua ini sejak jauh-jauh hari? Lalu bagaimana bisa Zenni juga ada di sini? Ah, dia bisa gila jika terus berfikir.
Zenni pun sama ia juga masih bingung dengan semua yang terjadi, tapi dia memilih diam berhubung tidak terlalu mengenal sosok yang membawanya.
Sesampainya di Bandar Udara internasional Tokyo, Tokyo Kokusai Kuko atau biasa di sebut dengan Bandar Udara Haneda. Mereka berempat yakni Leo, Lisa, Zanna dan juga Zenni. Menuruni maskapai yang mereka tumpangi.
Setibanya mereka di sana sudah di sambut puluhan pengawal berpakaian setelan jas rapi, berdiri di samping jajaran mobil-mobil keluaran terbaru yang mungkin harga nya sangat diluar nalar, membayangkannya saja sudah sangat pusing. Bagaimana tidak jika harga satu unit mobil saja bisa mencapai 15 Milyar.
NlXXX GT-R 50, dimana hanya di produksi sebanyak 50 unit saja di Jepang, dan tentunya itu semua milik keluarga besar Takkeru.
Dua wanita kembar itu terperangah kaget, masih bingung sebenarnya siapa mereka? Kenapa harus di sambut bak seorang ratu? gumamnya.
Jelas saja mereka bingung karena Leo dan juga Lisa belum sempat bercerita tadi.
"Silahkan masuk Nona Muda," tutur salah satu pengawal sambil membukakan pintu mobil mewah itu untuk Zanna dan juga Zenni, mereka berdua terdiam saling bertatapan, seolah mengatakan. Siapa mereka sebenarnya?
Leo yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya merasa jengah dengan kedua wanita itu. Apakah mereka berdua belum sadar jika mereka anak konglomerat? batinya.
"Sudahlah cepat masuk, nanti akan aku jelaskan semuanya jika sudah sampai kerumah kalian," tutur Leo pada akhirnya.
Lagi-lagi wanita kembar itu hanya mengerjapkan kedua matanya. Rumah? Mereka punya rumah di sini? Gumam mereka bingung. Tak ambil pusing memikirkan apa yang sedang terjadi, akhirnya Zanna dan Zenni masuk kedalam mobil hitam tersebut.
Sedang Leo dan Lisa memasuki mobil yang tak kalah mewah di belakang mobil yang di tumpangi si kembar.
Di dalam perjalanan, Zenni menatap lekat wajah Zanna yang terlihat pucat dan juga sedikit murung. Ia ingin memperbaiki semua nya, mungkin ini waktu yang tepat untuk meminta maaf kepada wanita itu. Fikir nya.
"Zanna ...." panggilannya, dan yang merasa terpanggil pun hanya menoleh dengan tatapan sendu nya.
"Iya ...," sahut Zanna begitu lemah.
"Maukah kau memaafkan kesalahanku?" tanya Zenni takut-takut jika saja kembaranya ini tidak mau memaafkan nya.
Zanna sedikit tersenyum, seraya menjawab.
"Aku sudah memaafkan mu dari dulu, kau tidak salah apa-apa, aku yang harus nya meminta maaf kepada mu. Karena aku tidak bisa membahagiakan mu," tuturnya begitu bijak, ia berfikir untuk apa ia harus membenci daudara nya sendiri, toh itu semua tidak akan pernah merubah segalanya yang sudah terjadi, dan mungkin semakin memperumit masalah. Jadi jalan satu-satunya adalah memberikan kesempatan untuk Zenni agar memperbaiki semua kesalahan nya. Siapa tau wanita itu bersungguh-sungguh ingin berubah.
"Kau tidak marah padaku?" tanya Zenni memastikan, bagaimana bisa Zanna begitu mudahnya memaafkan kesalahannya yang mungkin sudah tidak bisa untuk termaafkan.
"Untuk apa aku marah kepada mu, hm? Atas dasar apa, aku harus membenci saudara kembar ku," sahutnya kemudian.
"Aku telah banyak melakukan kesalahan pada mu, aku yang telah menghancurkan hidup mu kau harus nya membenciku Zanna," tangis Zenni.
"Semua sudah terjadi, ini semua sudah takdir. Kau tidak usah menyalahkan diri mu sendiri. Yang terpenting sekarang kau harus mengubah hidup mu menjadi Zenni yang lebih baik." ucap Zanna seraya mengelus rambut panjang wanita di sampingnya itu.
Zenni tak kuasa menyembunyikan kebahagiaannya, ia lega karena Zanna sudah bisa memaafkan kesalahannya.
"Zanna, terima kasih," ucapnya sambil memeluk erat tubuh ringkih kembaranya, Zenni menangis tersedu-sedu di pundak Zanna.
"Hei ... hentikan tangisan mu, dimana Zenni yang kuat yang selama ini aku kenal, hm? Kenapa Zenni yang sekarang menjadi Zenni yang cengeng," goda Zanna, berusaha membuat saudara kembar nya tersenyum.
Ia juga sangat lega setidaknya Zenni sudah berubah, dan dia ada teman untuk berbagi keluh kesahnya nanti.
"Apa kau benar-benar menyesali kelasahanmu?" tanya Zanna memastikan.
Zenni segera melepaskan pelukannya dan mengusap kasar air matanya, dengan bibir mengerucut lucu.
"Tentu saja aku menyesal kau tidak percaya padaku, hah? Apa perlu aku melompat dari mobil ini agar kau bisa mempercayai ku?" ancam Zenni, sedikit bercanda.
Zanna terkekeh tak di sangka ternyata Zenni masihlah saudara kembar nya yang begitu menggemaskan dan juga kekanak-kanakaan seperti Zenni yang dulu.
"Kau ingin mati jomblo apa? Iya-iya aku percaya pada mu," Zanna tersenyum manis sambil mengusak poni Zenni hingga sedikit berantakan.
"Terima kasih, karena kau sudah memaafkan ku," Zenni merangkul pinggang saudara kembar nya manja.
"Iya ... dan terima kasih karena kau sudah mau berubah," sahut Zanna selanjutnya.
"Oiya ... kau sedikit pucat, apa kau sedang sakit?" tanya Zenni, mendongakkan kepalanya ke arah wajah Zanna.
"Tidak ...." jawab Zanna dusta.
"Emm, bagaimana hubunganmu dengan Dareen?" tanya Zenni selanjutnya.
Tiada sahutan dari wanita itu, ia hanya diam memandang jauh ke luar jendela mobil mewah itu.
Zenni sedikit merasa bersalah karena bertanya seperti itu kepada Zanna.
Namun ia sangat penasaran dengan apa yang pemuda itu perbuat pada saudara nya.
"Apa dia berbuat kasar kepada mu Zanna?" tanya nya lagi.
"Apa kau masih mencintainya?" bukanya menjawab Zanna malah justru bertanya balik.
"Dulu iya, sekarang tidak, aku tidak tau kenapa hatiku sering sekali berubah-ubah. Jika melihat pemuda tampan aku langsung menyukai nya dan melupakan yang lain," kekehnya.
"Dasar anak nakal ... jangan salah kan Tuhan, jika suatu saat nanti kau akan menggilai satu pemuda dan pemuda itu akan mengacuhkan mu," ucap Zanna sambil tersenyum.
"Kenapa doamu jelek sekali? Dasar, tidak ada dalam kamus ku seorang Zenni akan mengemis cinta pada seorang pemuda, yang ada malah sebaliknya," sahut Zenni percaya diri.
Zanna hanya tertawa lirih.
"Ingat lah ... karma masih berlaku, berhati-hati lah mulai sekarang. Jangan suka mempermainkan perasaan orang lain," tutur nya.
Jujur Zenni sedikit percaya dengan ucapan kembarannya, boleh kah jika ia sedikit takut bermain cinta saat ini
Mereka berempat sudah sampai di rumah keluarga Takkeru, terlihat sebuah bangunan megah bak istana dengan pilar-pilar menjulang tinggi seolah menghipnotis sepasang netra dua wanita kembar tersebut. Mereka masih belum percaya jika bangunan yang berdiri kokoh di hadapannya ini adalah milik nya.
"Apa kalian tidak salah membawa kami ke sini?" tanya Zenni memastikan. seraya menoleh ke arah Leo dan Lisa.
Leo menghela nafas jengah, kenapa susah sekali membuat wanita ini percaya ucapan nya, batinnya menangis.
"Sekarang masuk dulu, ok. Nanti akan aku ceritakan semua nya," pinta Leo pada akhirnya.
Mereka pun memasuki gedung besar tersebut. Setelah membereskan barang-barang nya, mereka berkumpul di ruang utama guna menjelaskan semua fakta tentang kehidupan dua wanita kembar itu.
Leo bercerita panjang lebar tentang tujuannya datang ke negara dua wanita kembar itu, dan diam-diam mengawasi mereka berdua dari jarak jauh. Dia juga mengatakan tentang hubungan antara keluarga Bramasta dan keluarga Takkeru yang sesungguhnya. Zanna membekap mulutnya menahan isakan, dan entah sejak kapan air mata sudah mengalir dari pelupuk matanya. Dia syok mengetahui fakta bahwa keluarga Bramasta telah melakukan percobaan pembunuhan terhadap keluarga nya.
Sedang Zenni, gadis itu masih bisa tegar mendengar cerita itu, ia berusaha menenangkan Zanna di pelukan nya. Zanna tidak pernah menyangka bahwa dirinya adalah keturunan dari pengusaha besar di Negara Jepang ini. Dan yang paling membuat nya terkejut ternyata orang yang selama ini dekat dengan mereka berdua adalah pembunuh orang tua nya, Zenni begitu benci dengan keluarga Bramasta. Namun terbesit rasa ragu di dalam benaknya, mungkinkah keluarga Bramasta pelaku sebenarnya? Jika di lihat dari watak mereka semua, kelihatan nya sangat mustahil jika mereka semua pelakunya, gumam Zenni. Gadis itu terlampau cerdas, dia tidak mudah percaya dengan ucapan seseorang, sebelum dia memastikan nya sendiri.
Kedua wanita kembar itu merasa ada setitik kebahagiaan, setidaknya kedua orang tua mereka masih hidup. Dan kini mereka begitu penasaran, seperti apa wajah asli kedua orang tua mereka sebenarnya.
"Kak, tolong antar kami ke tempat orang tua kami," pinta Zanna
"Kau yakin? Tidak ingin beristirahat dulu, bagaimana dengan kandungan mu apa baik-baik saja?" tanya Lisa khawatir.
Sukses membuat Zenni memelototkan kedua bola matanya.
"Kau hamil?!" tanya nya sedikit berteriak ke arah Zanna.
Zanna menutup kedua telinganya dengan menggunakan kedua telapak tangannya, sungguh teriakan gadis itu sangat memekakkan gendang telinga.
"Tidak usah berteriak, astaga," gerutu Zanna.
"Ah, maaf, tapi benarkah kau mengandung? Apa itu anak Dareen?" lirih Zenni, takut menyinggung perasaan saudaranya.
"Hn." Zanna hanya mengangguk seraya bergumam.
Zenni begitu sedih, karena kesalahannya Zanna harus menanggung semua nya. Tapi ia sedikit tersenyum, ia sangat mengenal sifat Dareen, jika pemuda itu berani melakukan hal tersebut kepada Zanna. Arti nya pemuda itu benar-benar mencintai wanita tersebut. Secara dulu saat dia berpacaran dengan Dareen, pemuda itu sama sekali tak menyentuh nya. Tapi ia kembali berfikir, mungkinkah dia bisa menyatukan hubungan antara Zanna dengan Dareen?.
Tapi itu akan sangat sulit mengingat hubungan keluarga mereka berdua bermusuhan. Hingga tercetus di dalam otaknya, ia mungkin bisa meminta bantuan seseorang. Tidak apa lah meminta bantuan rival masa lalunya, demi kebaikan. Ia hanya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib anak Zanna kelak jika harus lahir tanpa melihat sosok ayah nya.
Leo mengantarkan Zanna dan juga Zenni ke tempat di mana kedua orang tua mereka di rawat. Tak butuh waktu lama akhirnya mereka sampai di sebuah mansion besar, itu bukan rumah sakit. Melainkan mansion utama keluarga Takkeru, namun jangan salah perawatan di sana melebihi rumah sakit jika kalian tau. Dengan kekuasaan tidak ada yang mustahil bagi keluarga Takkeru.
Zanna berlahan mendekati ranjang besar dimana ayah dan ibunya terbaring, dengan berbagai peralatan rumah sakit yang terpasang di tubuh mereka berdua.
"Mama, Papa." kedua wanita kembar itu tak kuasa menahan air matanya, mereka menangis tersedu-sedu, mereka menangis karena bahagia dan juga sedih secara bersamaan.
Bahagia karena melihat kenyataan kedua orang tua nya masih hidup dan sedih karena orang tua mereka belum sadarkan diri.
Hingga berlahan jemari sang ayah mulai terlihat ada pergerakan, kedua netra pria tersebut berlahan terbuka.
"A-anakku ....," titahnya dengan suara serak.
Kedua wanita kembar itu segera mendekat.
"Papa. ini kami, hik ... Pa, aku merindukanmu, cepat sembuh, Pa. Kami ingin segera berkumpul dengan kalian," tangis Zenni sejadinya, sedang Zanna entah sejak kapan sudah terkulai lemas di gendongan Leo, gadis itu terlampau lelah karena terlalu lama menangis dan juga di tambah dirinya belum sehat sepenuhnya.
Kini Zenni sudah berada di dalam kamar nya bersama Zanna yang masih belum sadarkan diri. Ya! Kedua orang tua nya masih dalam perawatan intensif, jadi tidak boleh menjenguk terlalu lama. Jadinya mereka terpaksa kembali pulang, dan juga keadaan Zanna yang bisa dikatakan tidak lah baik-baik saja.
Zenni begitu telaten merawat Zanna di dampingi oleh Lisa dan juga Leo.
"Zanna .... cepat lah bangun, jangan membuat ku cemas," ucap Zenni sembari mengompres kening saudaranya. Entah mengapa tiba-tiba saja wanita itu terkena demam.
"Dareen ...." terdengar isakan lirih dari mulut Zanna, wanita itu terlihat begitu gelisah serta peluh mulai membasahi wajahnya.
Mereka bertiga terdiam mendengar isakan pilu dari wanita itu, tanpa sadar Zenni menitikkan air matanya, seolah ia merasakan kesakitan yang sama.
"Kau merindukan nya, hm? Jika ia lalu kenapa kau harus bersikeras untuk membencinya," ucap Zenni seraya mengusap peluh dari wajah wanita itu. Jika ditanya, apakah Zenni cemburu? Jawabnya tidak, ia hanya geram pada Zanna yang memilih mendengar kan egonya di banding kata hati nya. Dan itu hanya akan membuat hidupnya semakin tersiksa.
"Kak, apa yang harus kita lakukan? Aku kasihan pada Zanna," tutur Zenni sendu.
Lisa dan Leo hanya diam membisu, mereka sendiri juga bingung harus berbuat apa, semua keputusan ada di tangan keluarga Takkeru.
Zenni berjanji pada dirinya sendiri jika ia akan menyatukan Zanna dan juga Dareen, untuk menebus semua kesalahan nya selama ini. Ia ingin melihat kembaran nya bahagia, wanita itu sudah terlalu lama menderita. Apa pun resiko yang harus ia hadapi nanti nya, ia akan tetap melanjutkan tujuan nya. Pantang mundur sebelum Zanna bahagia dengan pemuda idamannya.