8. Persami

1202 Kata
Bab 8  Di hari saat keberangkatan Deby tertinggal bus rombongan karena datang terlambat. Lagi-lagi karena ayah mengantarnya terlambat 30 menit dari waktu berkumpul. Deby hampir menangis karena tidak bisa ikut kemping, guru mencari cara untuk Deby bisa pergi. “Saya juga pergi ke sana Bu. Deby bisa ikut bersama saya.” Salah satu guru pembina memberi saran. “Benar tidak apa seperti itu Pak?” Tanya guru yang menangani Deby. “Iyaa,” seraya mengukir senyuman di wajah. “Deby mau tidak pergi dengan Bapak pakai mobil ini?” Tanya guru pembina kali ini menatap anak muridnya yang terlihat cemas dengan kelangsungan nasibnya. Deby melihat mobil yang akan mengangkutnya ke lokasi persami. Cukup lama terdiam, sebelum akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran itu. Deby menganggukkan kepalanya pelan. Ayah melihat persetujuan putrinya dengan mata kepala sendiri. Karena sudah diputuskan ayah mempercayakan Deby dalam asuhan guru pembina. “Maaf ya Pak jadi merepotkan begini...” Kata ayah. Ayah tetap bersama Deby sampai melepas kepergiannya. Beruntung Deby masih dapat pergi dengan menumpang mobil bak terbuka yang disewa sekolah khusus mengangkut kayu bakar untuk keperluan kemping. “Sabar aja ya Dik kalau di sini sedikit sempit.” Ucap pak supir. Deby, guru pembina, dan pak supir duduk bertiga di kursi depan. Lalu ada seorang lagi di bagian belakang mobil pick up duduk di antara potongan kayu-kayu keperluan kemping. “Cuma Adik yang ketinggalan bus sendirian?” Pak supir mencoba membuka pembicaraan mengusir jenuh. “Iya Pak, Ayah saya lagi tanggung dengan pekerjaan buat antar saya ke sekolah. Saya terlambat karena nunggu Ayah.” Jika ingat Deby merasa kesal lagi. Terkadang ia juga bertanya-tanya sendiri mengapa jalan hidupnya penuh kejadian drama. “Ohh begitu, memang apa pekerjaan ayah Adik?” Pak supir kembali bertanya dengan tatapan mata tetap mengawasi jalan. “Usaha Pak, bidang kuliner.” Jawab Deby datar. Antara ia tidak tertarik dengan topik pembicaraan atau masih kesal karena tertinggal bus rombongan. Pembicaraa Deby dan pak supir berakhir. Sisanya pembicaraan lebih banyak terjadi antara pak supir dengan guru pembina pada sisa perjalanan selama satu jam itu. Deby hanya menyimak sambil tatapan matanya terus memperhatikan jalan. Ada beberapa percakapan yang tidak Deby mengerti saat guru pembina dengan pak supir bicara tentang nama seseorang, menyebutkan daerah atau arah jalan. Atau yang lebih serius percakapan tentang berbagi pengalaman hidup. *** Di lokasi kemping, tampak kesibukan dan aktivitas yang beragam. Kakak senior tengah sibuk mendirikan tenda untuk berkemah. Sementara siswa anggota baru dikumpulkan untuk mendengar arahan pembina. Deby langsung diarahkan untuk bergabung dalam barisan di sana. Peserta persami dikumpulkan untuk memulai upacara pembukaan secara formal. Guru pembina ekskul dan kakak ketua, serta jajaran pejabat ekskul berlaku sebagai petugas upacara. Pada pembukaan acara itu turut hadir kepala sekolah untuk meresmikan, beliau berseragam pramuka lengkap dengan atribut. “Selamat datang adik-adik dan anak-anakku sekalian di persami yang selalu sekolah adakan setiap tahun ini. Pesan Ibu hanya satu hal untuk kalian semua yaitu, keselamatan nomer satu.” Kepala sekolah memberi tekanan pada akhir kalimatnya. “Jaga diri kalian sendiri agar acara berlangsung lancar hingga akhir. Tidak perlu sungkan meminta bantuan pada kakak tingkat atau pada guru dan pembina sekalian, karena kalian sudah menjadi bagian dari keluarga besar sekolah. Terakhir, selamat menikmati persami dan sampai bertemu lagi di sekolah.” Akhir kata sambutan dari kepala sekolah. Serangkaian acara tersusun padat. Lebih banyak kegiatan selama kemping dilakukan berfokus pada tiap-tiap ekskul. Setiap ekskul memiliki jadwal susunan acara tersendiri. Begitu juga penentuan pembagian penghuni tenda kemah yang akan diisi oleh masing-masing ekskul. Sebelum acara malam nanti di mulai, peserta persami diberi waktu bebas di dalam tenda kemah yang sudah dibagun sebelumnya oleh kakak senior. Dari semua, tampaknya hari ini kakak senior kelas dua yang paling sibuk dan berat tugasnya. Harus mengatur junior, memperhatikan kebutuhan, keamanan dan keselamatan peserta persami. Masih ada lagi mempersiapkan tenda, makan malam dan juga api unggun untuk acara nanti malam. Di dalam tenda ekskul paskibra, khusus untuk tenda anggota wanita. Deby membongkar barang untuk persiapan acara malam, Ami berada di sampingnya melakukan hal yang sama. “Aku senang De setidaknya untuk membuat kenangan kita yang terakhir aku bisa ikut acara ini.” Hari Ami pindah sekolah semakin dekat. Ya, mungkin ini adalah acara yang dapat mereka ikuti bersama untuk yang pertama dan terakhir. “Ami... Jangan bilang begitu, nanti sedih lagi.” Deby masih belum bisa menerima perpisahan itu. “A―haha... Iya-ya, maaf.” Ami menekuk wajahnya teringat batas waktu mereka yang tidak banyak lagi tersisa. Sore tadi hujan sempat turun membuat tanah di bawah tenda basah dan lembab. Bila begini keadaan di dalam kemah, mereka semua penghuni tenda tidak akan bisa tidur malam ini. Sebagian besar tempat dalam tenda tidak bisa ditempati karena tanah yang basah sehabis hujan. Deby memperhatikan sekelilingnya, beberapa orang sudah tampak berteman akrab. Dalam tenda ini semua orang satu angkatan, tapi Deby hanya dekat dengan teman sekelas untuk diajak bicara. Kesibukan di dalam tenda beragam, banyak dari mereka seperti Deby membongkar barang. Ada juga yang membawa cemilan sendiri, lalu berbagi dengan yang lain. “Jam berapa kita diminta kumpul di lapangan?” Celoteh anak-anak saat menghabiskan waktu santai di dalam tenda. Seorang anak lain melihat jam tangannya. “Sekitar 10 menit lagi? Di susunan acara, jadwal itu saatnya acara api unggun.” “Apa nanti gak akan hujan lagi yaa? Karena udara terasa masih dingin.” Cemas yang lain. “Kalau hujan lagi, habislah kita! Tenda kita juga barang-barang pasti basah semua.” Apa yang dikatakannya benar, itulah situasi yang mereka tengah hadapi saat ini. Ami bergabung dalam pembicaraan. “Kalau sampai turun hujan deras, katanya kita akan pindah tempat ke aula.” Di antara ramai dan beragamnya percakapan dalam tenda malam itu. Ada seorang yang menarik perhatian Deby. Seorang wajah yang tidak asing Deby hafal berasal dari kelas sebelah, kelas 1-6 bernama Tegar. Malam itu di dalam kemah Tegar menjaga jarak dengan yang lain, mengasingkan diri untuk berdoa membaca kitab. Di saat itu tanpa Deby sadari, wajahnya terukir senyum meski tipis dan samar. Kemah yang semula dingin berubah terasa mengalir kehangatan menjalar di udara. Setelah makan malam, pada acara api unggun semua berkumpul membentuk lingkaran mengelilingi api yang menyala berada di tengah. Saat itu adalah acara highligt bernyanyi di depan api unggun dengan petikan gitar. “Di antara adik-adik ini ada yang mau request lagu, jangan malu ayo sebutkan saja!” Pembina ekskul pramuka berusaha menghidupkan suasana. Saat itu guru pembina paskibra yang sedang bermain gitar. “Kalau gak ada yang pesan lagu, Bapak mainkankan lagu lawas aja yaa...” “HUUU...” Sorakan hadirin menunjukkan reaksi tidak setuju. Tapi ia yang memegang gitar mulai bermain memetik senar gitar mengikuti arahan hatinya pada lagu-lagu kenangan lama.   Dunia ini panggung sandiwara Cerita yang mudah berubah Kisah Mahabarata atau tragedi dari Yunani By God Bless-panggung sandiwara. Lalu pilihan lagu selanjutnya masih dengan lagu lawas.   Semua terserah padamu aku begini adanya kuhormati keputusanmu apapun yang akan kau katakan (kau katakan) By Broery Marantika-jangan ada dusta di antara kita. Acara api unggun sempat terganggu dengan gerimis hujan yang cukup lebat. Api unggun terpaksa dihentikan di tengah acara karena hujan yang tampak tidak akan berhenti. Sekitar jam sepuluh semua orang kembali ke tenda kemah untuk tidur lebih awal. Tengah malam nanti mereka sudah harus bangun lagi untuk acara utama. ***bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN