Impian Lania sebenarnya cukup sederhana. Sejak ibunya membacakan dongeng-dongeng pengantar tidur. Lania sudah jatuh cinta dengan kisah dongeng tersebut, ia memimpikan sosok pangeran yang juga akan mencintainya setulus hati. Rela melakukan apapun hanya untuk dirinya. Sebuah mimpi sederhana dari anak kecil yang terpesona dengan kisah para pangeran dan tuan putri.
Impian sederhana yang pasti dimiliki nyaris oleh para wanita. Tentu saja, wanita mana pula yang tidak ingin memiliki pasangan yang sukses dan mapan, apa lagi jika ia memiliki paras yang tampan pula. Semua terasa sempurna bagi siapa saja wanita beruntung itu dan Lania benar-benar mendambakan hal itu sepanjang hidupnya. Semasa ia tumbuh dalam balutan kisah dongeng yang menyentuh hati itu.
Seiring berjalannya waktu, mimpi itu pun tidaklah pudar.
"Cukup menikahi pria kaya."
Begitulah pikir Lania. Mengingat hidup Lania yang mendadak berubah total sejak kebangkrutan perusahaan ayahnya. Ia harus bertahan di tengah ekonomi yang sangat pas-pasan. Sehingga menurut Lania jika saja ia bisa menikahi pria kaya, maka itu akan sama saja seperti menikah dengan seorang pangeran bak dalam dongeng.
"Selama dia pria kaya apalagi tampan maka itu akan menjadi dongeng tersendiri."
Begitulah pikir Lania yang impiannya masih tidak pudar pada kisah romantis yang mungkin hanya akan ia lihat dari buku saja selama ini. Siapa pula yang menyangka bila ternyata Lania juga bisa menikah dengan pria yang begitu dekat dengan tipe idealnya. Pria kaya, mapan, dan juga tampan. Sungguh sosok yang begitu sempurna bila mengabaikan apa bagaimana sikap Vino dan menutup mata akan segala tingkah menyebalkan dari Vino tersebut.
Akan tetapi, meski kini Lania sudah menggapai mimpinya. Bila ia ternyata berhasil menikah dengan pria yang kaya dan tampan. Tetapi mimpi itu pula yang kini disesalinya. Bisa di bilang sedikit disesalinya.
Pasalnya, Lania yang sudah menikahi pria yang sangat kaya raya itu kini sedikit mengharapkan cinta pada pernikahannya dari Vino. Lania berharap jika Vino akan mencintainya dengan tulus. Jika Vino memiliki sedikit saja perasaan untuknya.
Jujur saja, selain impian egoisnya itu. Lania juga bermimpi untuk menikah dengan pria yang ia cintai tak peduli seperti apa latar belakang dari pria tersebut. Lania mendambakan cinta manis yang begitu romantis yang mungkin saat ini tak akan bisa ia dapatkan.
"Aku tahu Vino tidak mencintai aku. Aku tahu pernikahan ini juga bukan apa yang benar-benar ia inginkan!"
Pikiran itu terus muncul di dalam benak Lania. Meyakinkan Lania bila Vino tak bisa di raih olehnya. Meski memiliki raga Vino, Lania sama sekali tidak memiliki hatinya. Jangankan menjalin rumah tangga yang berdasarkan cinta. Untuk memikirkan apakah Vino mencintainya atau tidak saja, Lania sungguh tak punya nyali.
Apa lagi, selama ini Lania memang menyimpan perasaan untuk Vino. Ia memendam seluruh rasa yang ia miliki selama ini untuk Vino. Alasannya masih sederhana, karena Vino memang tak pernah benar-benar menunjukkan perasaannya. Jika Vino selama ini terus saja mengganggu dan membuat Lania kesal. Membuat Lania semakin yakin jika perasaan yang ia miliki selama ini hanyalah sebuah perasaan yang sepihak saja.
"Aku kira setelah kita menikah. Vino akan bisa melihat aku sebagai seorang wanita."
Hati kecil Lania tidak bisa bohong jika ia mengharapkan segala hal tersebut tiba-tiba muncul dari Vino. Perasaan dan perhatian yang bisa ia dapat sebagai istri sah dari Vino.
Meski nyatanya, Vino malah semakin menyebalkan dan Lania semakin meragukan perasaan yang sebenarnya Vino miliki untuk dirinya. Membuat Lania semakin yakin bila keputusannya untuk meminta Vino merahasiakan pernikahan mereka adalah sebuah keputusan yang sangat tepat.
"Aku benar-benar tamak!"
"Apa yang aku harapkan dari darinya?"
"Cinta?"
"Mana mungkin!"
Lania berkali-kali menyangkal pikirannya jika Vino bisa mencintai dirinya. Baginya masih mustahil untuk Vino yang usil itu mencintai Lania. Jika saja Vino memang mencintai dirinya, setidaknya ia yakin bisa merasakan sedikit rasa gugup dari Vino saat pernikahan mereka. Namun, Vino bahkan tidak gugup saat pernikahan itu berlangsung malahan di malam pertama mereka Vino malah membuat mereka ribut dengan hal-hal konyol akan segala tingkah menyebalkan yang Vino lakukan.
"Padahal waktu itu, aku siap menjadi istri Vino seutuhnya. Tapi, dia malah bertingkah dan memancing keributan."
Perasaan ketir menyelimuti Lania. Hatinya yang semula sudah bersiap untuk benar-benar menjalankan tugas sebagai istri sirna. Tentu saja, semua karena harapannya yang terlalu besar pada Vino dan apa yang Vino lakukan di malam pertama mereka. Semakin membuat Lania yakin bila Vino saat ini tidak pernah memiliki perasaan apapun pada dirinya.
Menyakitkan memang, tetapi itulah yang saat ini terjadi. Jangankan tergoda di malam pertama mereka selayaknya pria yang sudah mendapatkan kesempatan sebagai suami sah untuk mendekap sang istri, Vino malah mengerjai Lania.
Hal itu lah yang membuat Lania yakin jika Vino sama sekali tidak memiliki perasaan apapun padanya.
"Huft.. Itu tidak mungkin Lania. Ingat bagaimana sikapnya selama ini."
Tidak hanya tingkah konyol Vino di hari pernikahan mereka. Tingkah itu juga ia tunjukkan sejak dulu. Vino selalu menjadi sumber bencana bagi Lania. Ia selalu dibuat kesal oleh Vino. Entah apa tujuan Vino mengganggunya. Tapi, bagi Lania hal itu membuatnya merasa sebagai pelampiasan kebosanan Vino.
Lania tak henti bergumam semenjak ia turun dari mobil Vino. Ia mengingat impian kecilnya yang ingin menikahi pria kaya yang tampan. Tapi, Lania tidak habis pikir jika sosok pria kaya yang tampan itu justru adalah Vino. Lania masih tidak habis pikir bagaimana ia bisa berakhir menjadi istri dari Vino Leondre Agma sang pewaris tunggal perusahaan kontruksi ternama.
"Huft.. Aku sampai ragu menikahi pria kaya seperti dia apa benar sebuah karunia atau malah malapetaka selayaknya kutukan?"
Lania bergidik ngeri akan pikiran konyolnya itu. Ia berharap jika pernikahan mereka bukanlah sebuah malapetaka. Ia tidak akan sanggup menghadapi tingkah konyol Vino setiap hari jika memang ia adalah kutukan bagi kehidupan Lania.
Dengan langkahnya yang santai, Lania pun menuju gedung kantornya. Ia melangkah dengan cepat dan mencoba menenangkan dirinya terlebih dahulu ke toilet kantornya.
"Aku harus tenang dan mengatur seluruh ekspresiku!" benak Lania seraya memandang bayangan wajahnya di cermin.
Kening Lania masih berkerut, sisa rasa kesal yang sempat ia rasakan akibat ulah dari Vino. Sehingga, Lania pun memijat pelan kening tersebut. Beharap dengan pijatan lembut itu akan membuat isi hatinya tertutupi.
Mampirnya Lania ke kamar mandi, ternyata membuat Vino bisa menyusul Lania. Meski sebelumnya Vino mampir ke parkiran setelah menurunkan Lania di halte. Kini ia berhasil menyusul Lania ke arah kantor mereka.
"Ah, itu istriku!" Vino terkekeh geli saat ia melihat sosok Lania yang baru saja keluar dari area kamar mandi.
Dari kejauhan Vino sudah melihat Lania yang baru keluar dari toilet menuju ruang kerja mereka. Vino pun mempercepat langkahnya mencoba menyusul Lania yang tak jauh dari pandangannya.
"Selamat pagi!!"
"Selamat pagi!!"
Lania dan Vino memasuki ruang kerja itu bersamaan dan secara bersamaan pula mereka menyapa para rekan kerja mereka.
Akan tetapi, tidak hanya ucapan mereka yang serentak, namun langkah kaki mereka yang mulai memasuki pintu ruang kerja itu juga melangkah bersamaan. Pintu kecil tersebut membuat mereka berdua terjebak, berdesakkan di kusen pintu.
Jika sudah dalam posisi seperti ini, sudah pasti keduanya tidak akan ada yang mau mengalah.
Lania mendesak tubuhnya terlebih dahulu. Ia berharap Vino mengalah dan membiarkan ia masuk ke dalam ruangan. Namun, tidak sesuai dengan harapan Lania. Vino sama sekali tidak mau mengalah. Mereka berdua berdesakan di pintu tersebut dengan wajah kesal mereka masing-masing.
"Vino!!!!" teriak Lania kesal sambil mendelik tajam ke arah Vino.
Sementara itu, Vino tentu tidak merasa bersalah dan ia pun tak punya niat untuk mengalah pula.
"Apa, sih, kenapa kamu dorong-dorong aku Lania!"
"Kamu yang dorong, Vin," kesal Lania yang merasa jika dia tidak mendorong Vino sama sekali.
"Aduh, sakit, Vin!" Lania mulai merengek akibat tubuhnya yang tertekan di kusen pintu oleh pundak Vino.
Walau faktanya Vino memang sengaja mendorong tubuhnya dan membuat Lania terjepit di pintu masuk bersamaan dengannya. Namun semua itu hanya karena ia sangat suka akan setiap ekspresi yang Lania tunjukkan setiap kali Lania merasa kesal. Ia menanti ocehan Lania yang tak henti serta beragam ekspresi lain yang benar-benar bisa membuat Vino terpesona.
Beragam keributan dan juga adu mulut tersebut sudah menjadi kebiasaan bagi Lania dan Vino di kantor itu. JIka sudah ada huru hara yang terjadi. Sudah bisa dipastikan jika itu adalah tingkah Lania dan juga Vino. Mereka selalu menjadi sumber keceriaan dari kantor yang penuh dengan tekanan kerja itu.
"Hmmm.. pasti mereka lagi.."
"Sudah pasti Lania dan Vino!"
"Pagi selalu jadi makin semangat jika mendengar pertengkaran mereka!"
Semua karyawan di perusahaan tersebut tahu siapa Vino. Vino adalah satu-satunya pewaris dari Agma Corp. Namun saat ini usia Vino yang masih terhitung muda itu membuat sang kakek menetapkan sebuah syarat dalam pengambil alihan perusahaan tersebut. Vino harus memulai karirnya dari bawah. Ia harus tahu bagaimana perjuangan seorang karyawan biasa agar bisa menjadi pemimpin yang bijaksana kelak.
Sedangkan Lania ditunjuk langsung oleh sang manager untuk mendidik Vino dalam pekerjaannya. Mengingat Lania merupakan teman semasa sekolah Lania. Kedekatan yang juga tidak asing bagi karyawan lainnya. Apa lagi Lania adalah karyawan teladan sejak awal ia bekerja di perusahaan.
"Siapa lagi yang bisa bersikap seperti itu dengan Vino jika bukan Lania!"
Begitulah pendapat banyak orang tentang hubungan Lania dan Vino.
Kinerja Lania yang kompeten membuatnya menjadi induk semang dari sang suami. Selain dari segala prestasinya di perusahaan tidak ada yang mengetahui tentang hubungan mereka berdua yang ternyata telah menikah itu. Terlebih di perusahaan, hanya asisten pribadi sang kakek lah yang mengetahui hubungan mereka yang sudah menikah itu.
Sehingga Lania sudah pasti tak ingin membuat lebih banyak lagi orang yang mengetahui hubungan yang sebenarnya dan tetap berusaha untuk menjaga rahasia pernikahan mereka.