Faqih berjalan gontai meninggalkan proyek yang selama ini diharap-harapkan bisa dikumpulkan hasilnya, selama ini dia bekerja selalu saja menemui halangan dan hambatan yang membuatnya sulit mendapatkan kemajuan dalam perantauannya di negeri orang, Dia teringat dengan kekasihnya Annisa di desa yang sudah selama lima tahun ini belum sekali pun dihubunginya.
Entah bagaimana kabar Annisa Sekarang, apakah dia masih setia pada Faqih dan menunggu kedatangan Faqih membawa kabar kesuksesan? Ataukah justru dia sudah berpaling kepada laki-laki lain yang memiliki ekonomi jauh melampaui penghasilannya yang hanya bekerja sebagai tukang kuli bangunan?
Faqih sama sekali tidak menyesali pemecatan yang dilakukan oleh pemilik proyek secara sepihak karena Faqih tahu kalau dirinya berada di pihak yang benar, Faqih memiliki keyakinan bulat bahwa kebenaran adalah cahaya. Sekuat apapun orang berusaha menutupi kebenaran takkan pernah bisa, karena cepat atau lambat Cahaya Kebenaran itu mampu menembus sekat-sekat yang berusaha menutupinya, kebenaran sejati pasti akan terungkap. Ini hanya soal waktu.
Dari Kejadian ini Faqih sadar kalau sebenarnya Mandor Salman memang telah berniat buruk untuk menyingkirkannya dari pekerjaannya sebagai tukang. Tapi kenapa? Kenapa Mandor Salman bersikap demikian? Betapa beda dengan Mandor Salman yang dikenalnya dulu saat pertama kali bekerja di proyek itu sebagai kenek dari tukang.
===
Rosyid baru saja hendak masuk ke dalam mobilnya saat tiba-tiba ada seseorang yang menodongkan pisau di pinggangnya. Menarik Rosyid menjauh dari mobilnya dan membawanya ke sebuah mobil lain yang terparkir tak jauh dari mobilnya. Tubuh Rosyid dihempaskan ke dalam kursi belakang mobil setelah kedua tangannya diikat dengan tali.
"Jangan teriak, turuti saja kata-kataku kalau kamu mau selamat."
Rosyid tak menyangka akan mengalami kejadian seperti ini, tapi pikiran jernihnya membuat Rosyid memilih menuruti perintah orang tak dikenalnya yang saat itu berdiri tepat di sampingnya. Rosyid akhirnya dimasukkan ke kursi bagian belakang mobil setelah kedua tangannya diikat ke belakang. Lelaki yang menodongkan pisau kepadanya tadi duduk di sampingnya dengan tetap menodongkan pisau.
Rosyid berusaha untuk tetap tenang, sementara itu di kursi bagian depan ternyata sudah ada temannya yang akan bertugas untuk menyetir mobil.
“Kalian siapa? Salah saya apa hingga saya diculik seperti ini?” Rosyid berusaha mengorek keterangan dari mereka alasan penculikan dirinya.
“Diam kamu, jangan banyak bicara. Nanti juga kamu akan tahu siapa yang menyuruh kami untuk menculikmu!” Lelaki yang duduk di sebelahnya menyuruh Rosyid untuk tak banyak tanya. Rosyid pun diam saja.
Kemudian lelaki yang duduk disebelah Rosyid mengambil sebuah sapu tangan berukuran besar lalu menggulungnya, yang mana sapu tangan itu akan dia pergunakan untuk menutup kedua belah mata Rosyid agar Rosyid tak menghapalkan jalan yang mereka akan lalui nantinya.
mulanya Rosyid berusaha menolak dengan meronta, tetapi dia lagi-lagi dibentak oleh lelaki yang duduk di sebelahnya, Bahkan mungkin karena kesal Rosyid akhirnya menerima pukulan di wajahnya.
Mobil pun terus melaju menuju lokasi di mana Rosyid telah ditunggu oleh orang yang telah memerintahkan dua orang tersebut menculik dirinya, sementara Rosyid sendiri hanya mengaduh dan pasrah merasakan sakit di pipinya bekas pukulan penculiknya tadi.
===
Faqih menjadi bingung karena setibanya di rumah Rosyid dia malah ditanya oleh istri Rosyid tentang keberadaan suaminya yang belum kembali dari kantor tempatnya bekerja. Istri Rosyid pun meminta dengan sangat agar Rosyid bersedia mencari keberadaan Rosyid ke kantornya, dengan menggunakan sepeda motor milik Rosyid akhirnya Faqih pun menuju kantor tempat Rosyid bekerja.
Di halaman depan kantor terlihat mobil Rosyid masih ada di sana, Faqih menduga kalau Rosyid mungkin saja lembur kerja malam ini, akan tetapi kalau memang lembur biasanya Rosyid akan mengabari istrinya terlebih dulu agar istrinya tak khawatir dan menunggu-nunggu kedatangannya pulang.
Faqih kemudian melangkah menuju gedung kantor Developer itu, di pintu depan dia disambut oleh seorang security, “Maaf, Mas. Ada yang bisa saya bantu, soalnya ini sudah jam pulang kantor, kalau untuk urusan pekerjaan sebaiknya Mas kembali saja besok pagi.”
“Bukan, Pak. Bukan urusan pekerjaan. Saya hanya ingin menanyakan saja apakah Pak Rosyid ada dalam gedung ini, Pak? Lembur mungkin?" tanya Faqih kepada Pak Satpam, karena Faqih tak mendapat izin masuk dengan alasan sudah jam pulang kantor.
"Kalau lembur memang ada beberapa orang, dan tapi Pak Rosyid setahu saya sudah pulang. Soalnya tadi jelas-jelas saya sempat saling teguran dengan Beliau." Pak Satpam berusaha meyakinkan Faqih kalau Rosyid tak ada dalam gedung.
"Tapi, Pak. Bukankah itu mobilnya Pak Rosyid. Dan memang di rumah Beliau juga tidak ada."
Pak Satpam berpikir keras, dia juga terlihat bingung, karena jelas-jelas dia tadi berpamitan kepadanya untuk pulang, dan karena Pak Satpam juga memperhatikan banyak orang sehingga tak tahu kalau ternyata mobil Pak Rosyid ternyata masih berada di tempatnya.
"Hmm saya kurang tahu juga, tapi Mas. Atau mungkin Pak Rosyid sedang keluar dengan karyawan lain dan nanti akan kembali lagi untuk mengambil mobilnya, karena terburu-buru sehingga dia tak sempat untuk menitipkan mobilnya pada saya."
"Kalau begitu terima kasih, Pak, saya untuk waktunya."
"Ya, sama-sama, Mas." Pak Satpam pun kembali ke pos jaga, dan sementara itu Faqih mendekati mobil Rosyid.
"Sepertinya ada yang tidak beres di sini." Faqih bergumam.
Lantas dia memejamkan matanya sambil menempelkan tangannya ke mobil Faqih.
Saat itulah Faqih seakan melihat sebuah layar besar dengan kejadian satu jam yang lalu saya terjadi di tempat itu.
Dilihatnya Rosyid di todong oleh seorang lelaki tak dikenal yang wajahnya terlihat asing, Faqih juga melihat bagaimana Rosyid diculik dan mobil yang menculiknya berlalu pergi meninggalkan kantor Developer tersebut.
"Galuhtama, datanglah... Aku butuh bantuanmu.
Seketika muncullah sosok lelaki tampan berpakaian prajurit serba hijau.
"Apa yang bisa saya bantu, Tuan Faqih?" tanya sosok prajurit itu dengan ramahnya.
"Bisakah kamu membantuku menemukan temanku Rosyid dan memberitahuku dimana posisinya sekarang?" tanya Faqih.
"Kalau aku sendiri jelas tidak tahu, Tuan. Tetapi aku bisa bertanya tentang hal itu pada para jin lainnya yang menunggu di banyak tempat tentang orang yang Tuan cari."
"Kalau begitu lakukanlah, dan aku menunggu kabar baik darimu, Galuhtama."
Tanpa membuang waktu Galuhtama menghilang dari tempat itu, tetapi tak butuh waktu lama dia sudah kembali lagi.
"Sebaiknya Tuan cepat berangkat di mana teman Tuan sekarang berada karena dia sedang dalam kesulitan."
"Kesulitan? Maksudku bagaimana, dan Galuh?"
"Teman Tuan saat ini sedang di sekap di sebuah ruko yang telah terbengkalai, dia diculik saat pulang kerja tadi."
"Kalau begitu katakan ke mana aku bisa menemuinya.?"
Galuhtama lantas menyebut sebuah jalan dan daerahnya, kebetulan Faqih tahu tempat itu, dengan sepeda motor milik Rosyid Faqih pun langsung tancap gas ke lokasi yang diberitahukan teman ghaibnya setelah teman ghaibnya itu berpamitan kembali ke pantai selatan.
Hanya butuh waktu sekitar lima belas menitan akhirnya Faqih pun tiba di lokasi yang ditunjukkan oleh tema ghaibnya yang bernama Galuhtama.
Faqih turun tanpa sempat menyandarkan motor, dia berlari memasuki area ruko yang terbengkalai karena belum selesai itu.
Namun saat Faqih memasuki area ruko, sebelum dia mencapai anak tangga dia dihadang oleh dua orang lelaki yang di tangannya tergenggam belati.
"Kamu siapa hei berani - berani ya memasuki area ini, sana keluar atau kamu akan merasakan belati ini menancap di tubuhmu!" teriak salah seorang dari mereka.
Otak Faqih berpikir cepat, tentukan dua orang ini adalah mereka yang telah menjadi orang suruhan untuk menculik temannya Rosyid.
Faqih langsung pasang kuda-kuda yang bersiap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.
"Sialan! Punya nyali juga ni orang!" yang berkata barusan langsung maju dan berusaha menyarankan belatinya ke arah d**a Faqih. Yang diincarnya adalah jantung Faqih.
Namun Faqih bukanlah orang biasa yang tak mengerti ilmu bela diri, dan dia mengeluarkan serangan itu dengan sangat mudahnya, bahkan dia sempat memukul tangan lawannya yang memegang belati itu sehingga belati pun terlepas dari tangannya dan dia menjerat dengan seruan tertahan, saat dilihatnya ternyata tangannya sudah membiru, dan hanya menunggu waktu untuk akhirnya nanti membengkak.
Melihat temannya dengan mudah dapat dipercaya lawan main buat lelaki yang satunya bersikap lebih nih waspada, dia berhati-hati dalam bersiap untuk menyerang Faqih.
Dia pun maju dan menyerang Faqih dengan pisaunya secara acak namun mengarah ke titik-titik maut di tubuh lawan.
Faqih dapat memproduksi kalau lawannya yang satu ini setidaknya memiliki kepandaian ilmu bela diri juga. Faqih akhirnya meladeni serangan-serangan lawannya dengan jurus-jurus yang diterimanya dari gurunya, Eyang Pranajaya. Tak butuh waktu lama lawannya yang satu ini pun akhirnya mengalami nasib yang serupa.
Faqih lalu naik ke atas lantai dua dengan menaiki anak tangga. Betapa terkejutnya Faqih saat dia tiba di lantai dua dan melihat kondisi tubuh Faqih yang sudah berukuran darah dengan tubuh terikat di salah satu tiang ruko.
Akan tetapi yang lebih mengejutkan Faqih adalah saat dia mengetahui kalau dalang dari penculikan Rosyid tak lain adalah Norman, sahabatnya dulu yang kabur dengan membawa banyak kasus dalam setiap proyek yang ditanganinya.
"Norman?"
"Rupanya kamu, tapi Faqih? Kenapa kamu bisa berada di sini?" tanya Norman.
"Aku ke sini untuk membebaskan temanku Rosyid."
"Oh rupanya sekarang kamu dekat dengan dia ya? Baguslah kalau begitu. Sekarang kamu pilih, mau bergabung denganku atau kamu ingin mengalami nasib yang sama seperti dia." tangan Norman menunjuk kepada tubuh Rosyid yang terikat erat di tiang ruko.
"b*****h kamu Norman. Teman busuk yang tahu terima kasih."
"Hei jaga bicaramu, Faqih. Siapa yang sebenarnya teman? Kamu kenal dia baru berapa bulan sehingga kamu membelanya? Apa kau sudah lupa tentang persahabatan kita yang sudah kita jalin sejak kecil."
"Persetan dengan segala janji sahabat, kau di mana saat aku kesulitan dan nyaris menanggung resiko atas perbuatan hah?!
Untuk pertama kali dalam hidupku aku harus berurusan dengan pihak yang berwajib gara-gara kamu, dan Rosyid lah yang akhirnya berhasil membebaskan aku dari jeratan hukum dan mau menerima dan membantu dalam saat-saat sulitku."
"Baiklah kalau kamu sudah menentukan pilihanmu, sekarang bersiaplah."
Norman menyerang Faqih dengan serangan-serangan yang cepat dan penuh tenaga, Faqih terkejut bukan main karena dia sama sekali tak menyangka kalau Norman ternyata memiliki kepandaian ilmu bela diri yang cukup tinggi juga..
Faqih bersikap hati-hati mungkin menghadapi serangan dari orang yang sebelumnya pernah begitu dekat dengannya, persahabatannya dengan Norman yang sebenarnya sudah berlaku sejak kecil.
Cukup lama Faqih bertarung dengan Norman hingga dalam satu kesempatan Faqih berhasil ditendangnya tepat di ulu hatinya dan membuatnya terjatuh dan menahankan sakit yang luar biasa.
Faqih mencoba berdiri dan melanjutkan pertarungan, aka tetapi dia dikejutkan saat dilihatnya di tangan Norman tergenggam sepucuk pistol yang diarahkan kepadanya.
Saat itulah Faqih hanya bisa pasrah, dia tak mungkin menghindari serangan sebuah peluru yang dimuntahkan dari sepucuk pistol, dan dia pasti akan terluka karena tembakannya, atau justru langsung mati.
Terdengar ledakan suara dari pistol di tangan Norman. Sebuah peluru keluar dan mengarah ke d**a Faqih. Faqih memejamkan matanya, dan dia pasrah saja dengan apa yang akan terjadi dengan dirinya.
Tapi tak terjadi apa-apa, Faqih membuka mata ingin melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Dia melihat sosok sahabat ghaibnya sedang mencekik leher Norman, sementara Norman sendiri merasakan ada tangan ghaib yang tak kasat mata mencekik dengan kuat.
Tahu-tahu tubuh Norman sudah terlempar dari atas gedung lantai dua tersebut ke bawah.
Faqih yang memang bisa melihat makhluk alam lain melihat sendiri bagaimana Galuhtama kelemparkan tubuh Norman.
Faqih melirik ke bawah untuk melihat bagaimana keadaan Norman di bawah sana. Dia meninggal seketika, dan meninggal di tempat itu.
* * *